1 / 17

BUDAYA

BUDAYA. NURWITO,S.Ag., M.Pd. UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA. BUDAYA. Budaya berarti pikiran, akal budi Berbudaya berarti mempunyai budaya, mempunyai pikiran dan akal budi yang sudah maju.

bly
Télécharger la présentation

BUDAYA

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. BUDAYA NURWITO,S.Ag., M.Pd. UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA

  2. BUDAYA • Budaya berarti pikiran, akal budi • Berbudaya berarti mempunyai budaya, • mempunyai pikiran dan akal budi yang sudah maju Budaya merupakan bentuk perwujudan dari sikap batin manusia yang berasal dari perbuatannya yang sering dilakukan terus-menerus sehingga menjadi wataknya

  3. Hal-hal yang perlu dibudayakan sesuai ajaran Buddha: • Keyakinan • Perhatian murni • Malu berbuat jahat • Takut akibat perbuatan jahat • Tidak serakah • Tidak benci

  4. Keseimbangan batin • Ketenangan dari bentuk-bentuk batin • Ketenangan pikiran • Kegembiraan dari bentuk-bentuk batin • Kegembiraan pikiran • Sifat menurut dari bentuk-bentuk batin • Sifat menurut dari pikiran • Sifat menyesuaikan diri dari bentuk-bentuk batin • Sifat menyesuaikan diri dari pikiran • Kemampuan dari bentuk-bentuk batin • Kemampuan dari pikiran • Ketulusan/kejujuran dari bentuk-bentuk batin

  5. Ketulusan/kejujuran dari pikiran • Bicara benar • Perbuatan benar • Pencaharian benar • Belas kasihan • Simpati • Kebijaksanaan Etos Kerja: Pengertian Etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas terkait dengan keyakinan seseorang atau sekelompok orang Etos kerja dalam agama Buddhaadalah menyempurnakan diri dengan memperbaiki karma secara produktif dan membuang egoisme

  6. Setiap makhluk bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Perbuatannya yang menentukan bagaimana nasibnya, bahkan kelahirannya di kemudian hari (Anguttara Nikaya. V, 288). • Makna Bekerja: • Apa yang disebut kerja tak lain dari melakukan karma atau perbuatan agar seseorang dapat berkembang • Bekerja adalah sebuah kebutuhan, bukan persoalan mengabdi pada orang lain. Kalaupun terkandung maksud untuk mengabdi, bukan karena ada yang mengharuskan, melainkan sepantasnya karena dorongan hati sendiri.

  7. Analogi kegiatan Buddha dengan petani: • Usaha mempraktikkan Dharma yang dianalogikan dengan kegiatan yang dilakukan oleh para petani, membajak dan menabur benih: • Benih yang ditabur atau bibit yang ditanam adalah keyakinan • Keyakinan sebagai bibit memerlukan disiplin yang disamakan dengan siraman air hujan. • 3. Adanya pandangan terang diumpamakan sebagai bajak yang serasi dengan kuknya • 4. Tahu malu merupakan tangkai bajak dan Akal sehat menjadi tali pengikat

  8. 5. Kesadaran atau pikiran terkonsentrasi disamakan lengan mata bajak dan gandar • 6. Kewaspadaan ditunjukkan dengan berhati-hati dalam tindakan dan ucapan, begitu pun makan sewajarnya. Apa yang buruk seperti rumput liar disingkirkan dengan Kebenaran. Menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya yang menjadi dambaan. Ditunjang daya upaya yang tekun, selalu menjadi lebih maju, aman, tiada lagi penderitaan (Samyutta Nikaya. I, 172-173).

  9. Fungsi Kerja: E.F. Schumacher mencatat sedikitnya terdapat tiga fungsi bekerja dalam pandangan Buddha, yakni: 1. Memberi kesempatan kepada orang untuk menggunakan dan mengembangkan bakatnya; 2. Agar orang bisa mengatasi egoismenya dengan jalan bergabung melaksanakan tugas bersama- sama orang lain; 3. Menghasilkan barang dan jasa yang perlu untuk kehidupan yang layak.

  10. Mentalitas Kerja: • Bagaimana orang bekerja, sedikit atau banyak terpengaruh oleh keyakinan keagamaan yang dianutnya. • Bekerja bisa seraya berdoa, atau bekerja sendiri dipandang sebagai ibadah, membuat orang merasa senang mengerjakannya. • Sebagai kebutuhan untuk menyempurnakan diri bekerja seharusnya bukanlah beban. Karena orang melakukannya dengan bebas tanpa tekanan, bukan tanpa pilihan, ia akan merasa senang. • Memprakktikan ajaran agama untuk memperoleh rezeki berarti bekerja, jangan tersesatkan oleh berbagai bentuk praktik mistis

  11. Lima Kekuatan: • Ketika melakukan pekerjaan seseorang hendaknya mengembangkan lima kekuatan yaitu kekuatan: • 1. keyakinan • 2. usaha yang penuh semangat • 3. kesadaran dalam arti ingatan yang penuh perhatian, • 4. konsentrasi • 5. kebijaksanaan (Anguttara Nikaya. III, 10).

  12. Keseimbangan dalam bekerja: Kepada Bhikkhu Sona, Buddha mengajarkan bagaimana bekerja dengan baik dan benar itu menghindari usaha yang terlalu keras, yang menimbulkan kesibukan berlebihan sehingga membingungkan. Begitu juga menghindari ekstrem terlalu longgar atau kemalasan. Memelihara keseimbangan bekerja, seperti juga keseimbangan semua indra, dapat dibandingkan dengan menyetel senar kecapi, tidak boleh terlalu kencang ataupun terlalu longgar (Anguttara Nikaya. III, 373-374).

  13. Jalan Benar: Kerja yang benar bertujuan mengakhiri penderitaan. Karena hanya ada satu Jalan Mulia untuk mengakhiri penderitaan (Dhammapada. 274-275), kerja yang benar berarti memenuhi kedelapan unsur jalan tersebut, yakni pengertian, pikiran, ucapan, perbuatan, mata pencaharian, daya upaya, perhatian dan konsentrasi yang benar.

  14. Menghargai Waktu: Buddha mencela kebiasaan bermalas-malasan. Sigalovada Sutta mengemukakan bagaimana orang tidak bekerja dengan alasan masih terlalu dingin, atau masih terlalu panas. Begitu pula karena masih terlalu pagi, atau terlalu siang; masih terlalu lapar, atau terlalu kenyang. Dengan alasan-alasan semacam itu orang membiarkan kesempatan berlalu. Karena malas, ia tidak sukses atau mendapatkan kekayaan; sebaliknya yang terjadi adalah kemerosotan (Digha Nikaya. III, 184).

  15. Saat yang tepat untuk bekerja keras, mumpung masih: • 1. Muda atau belum semakin tua • 2. Sehat • 3. Bukan musim paceklik atau tidak ada bencana kelaparan • 4. Aman dan damai • 5. Bersatu • (Anguttara Nikaya.III, 103-105).

  16. Referensi: • Mukti, Krishanda W. 2003. Wacana Buddha Dharma.Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan • Piyadassi, Mahathera. 2003. Spektrum Ajaran Buddha. Diterjemahkan oleh Hetih Rusli, Vivi, dan Titin Negsi. Jakarta: Yayasan Pendidikan Buddhis Tri Ratna • Sri Dhammananda. 2002. Keyakinan Umat Buddha. Pustaka Karaniya. • http://www.dhammacakka.or.id/mahasati/diskusidhamma/dd-020928.htm • http://www.freelists.org/archives/mahasathi/06-2007/msg00050.html

  17. KUIS: • Jelaskan pengertian budaya dan kebudayaan! • Mengapa kita perlu membudayakan malu berbuat jahat dan takut akibatnya dalam kehidupan sehari-hari? • Apakah seseorang yang sering membunuh,. mencuri, berbuat zina, berdusta, dan mabuk-mabukan adalah orang yang berbudaya? • Bagaimana pandangan agama Buddha tentang etos kerja! • Mengapa kita perlu mengahargai waktu dengan sebaik-baiknya? Apa saja waktu yang tepat bagi seseorang untuk bekerja keras!

More Related