1 / 25

Kebijakan Ekonomi Fiskal

Kebijakan Ekonomi Fiskal. DEFINISI. Kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian

Télécharger la présentation

Kebijakan Ekonomi Fiskal

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Kebijakan Ekonomi Fiskal Kebijakan Ekonomi Fiskal

  2. DEFINISI • Kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian • Anggaran belanja negara terdiri dari penerimaan atas pajak, pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) dan transfer pemerintah (goverment transfer) Kebijakan Ekonomi Fiskal

  3. Biaya transfer pemerintah merupakan pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang tidak menghasilkan balas jasa secara langsung. Contoh pemberian beasiswa kepada mahasiswa, bantuan bencana alam dan sebagainya. • Salah satu pengaruh penerapan kebijakan fiskal adalah pada pendapatan nasional Kebijakan Ekonomi Fiskal

  4. Kebijakan Fiskal • Adalah kebijakan ekonomi makro yang implementasinya melalui penyusunan “anggaran” pemerintah (APBN di Indonesia). • Secara garis besar terdiri 3 pos utama pada sisi pengeluaran “anggaran”; • Belanja barang dan jasa (G), • Gaji pegawai (W), • Transfer payment/subsisi (Tr). Sedangkan pada sisi pendapatan terdiri 4 pos yang penting, yaitu: • Penerimaan pajak (Tx), • Kredit likuiditas bank sentral (U), • Pinjaman/obligasi dalam negeri (B), • Pinjaman/hutang luar negeri (F) Masing-masing pos mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap perekonomian. Kebijakan Ekonomi Fiskal

  5. “Anggaran” Pemerintah • Pengeluaran total “anggaran” (APBN di Indonesia) selalu sama dengan penerimaan totalnya. Dalam pengertian akuntansi ini “Anggaran” selalu seimbang (anggaran berimbang). Dalam pengertian ekonomi “anggaran” bisa defisit, surplus atau berimbang. • Ada tiga pengertian yang berbeda mengenai arti defisit, surplus dan “anggaran” berimbang. • Penerimaan pajak (Tx) dapat menutup seluruh pengeluaran (G + W + Tr), apabila G + W + Tr > Tx maka “anggaran” defisit dan bila G + W + Tr < Tx maka “anggaran” surplus selanjutnya G + W + Tr = Tx maka “anggaran” berimbang. • Defisit “anggaran” apabila G + W + Tr > Tx + B, surplus “anggaran” apabila G + W + R < T + B dan berimbang bila G + W + R = T + B. • “Anggaran” defisit bilamana U > 0, “anggaran” surplus bila U < 0 dan berimbang bila U = 0. pada pengertian ini menunjukkan ada tidaknya pencetakan uang baru untuk membiayai “Anggaran”. Kebijakan Ekonomi Fiskal

  6. Pajak Pajak dapat didefinisikan sebagai iuran wajib kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan legal, sehingga pemerintah mempunyai kekuatan untuk menindak wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya. Secara ekonomi pajak adalah pemindahan sumber daya yang ada di sektor rumah tangga dan perusahaan ke sektor pemerintah melalui mekanisme pemungutan tanpa memberi balas jasa langsung Kebijakan Ekonomi Fiskal

  7. Klasifikasi pajak • Pajak objektif Adalah pajak yang dikenakan berdasarkan aktifitas ekonomi para wajib pajak. Misalnya pajak pertambahan nilai(PPN) dikenakan kepada mereka yang membeli barang kena pajak. • Pajak subjektif Adalah pajak yang dipungut dengan melihat kemampuan wajib pajak. Biasanya bila kemampuan wajib pajak makin besar, beban pajaknya makin besar, indikatonya adalah pendapatan. Tetapi bila pendapatannya dibawah kena pajak maka orang tersebut tidak perlu membayar pajak. Kebijakan Ekonomi Fiskal

  8. 3. Pajak Langsung Adalah pajak yg beban pajaknya tidak dapat digeser kepada wajib pajak yang lain. Contoh pajak penghasilan (PPh) serta pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak langsung umumnya juga pajak subjektif. 4. Pajak tidak langsung Adalah pajak yang beban pajaknya bisa digeser kepada wajib pajak yang lain. Contoh pajak penjualan (PPn dan PPnBM) Kebijakan Ekonomi Fiskal

  9. Tarip Pajak • Pajak nominal Adalah pajak yang pengenaannya berdasar sejumlah nilai nominal tertentu. Notasi untuk pajak nominal adalah T (huruf besar), misalnya bila pengenaan pajak pendapatan sebesar 50, maka ditulis T = 50. • Pajak Persentase Pajak persentase beban pajaknya ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari pengenaan pajak. Notasi untuk pajak persentase adalah huruf t (kecil). Pajak persentase dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: Kebijakan Ekonomi Fiskal

  10. 2.a. Pajak Proporsional Adalah tarif prosentasenya tetap. Misalnya pajak penghasilan dikatakan proporsional bila berapapun besarnya penghasilan, tarif pajaknya tetap 20% 2.b. Pajak Progresif Tarifnya makin tinggi bila dasar pengenaan pajaknya makin tinggi. Pajak penghasilan dikatakan progresif bila tarifnya makin tinggi pada saat pendapatan meningkat. Kebijakan Ekonomi Fiskal

  11. 2.c. Pajak regresif adalah kebalikan dari pajak progresif, tarif pajak justru makin rendah pada saat penghasilan meningkat. Kebijakan Ekonomi Fiskal

  12. Pengaruh struktur “anggaran” terhadap perekonomian • Pengaruh dan perubahan masing-masing pos terhadap perekonomian dapat dibedakan menjadi 2, yaitu; • “Pengaruh putaran pertama: pengaruh awal dari kebijakan tersebut terhadap permintaan agregat.” (Z) • “Pengaruh putaran akhir: pengaruh dari kebijakan tersebut apabila kita menelusurinya sampai perekonomian mencapai keseimbangan umum yang baru. Kebijakan Ekonomi Fiskal

  13. “Pengaruh Putaran Pertama” • Pada “putaran pertama” setiap rupiah perubahan G akan mengubah Z sebesar 1/(1 – MPC) rupiah dan setiap rupiah perubahan W dan R akan mengubah Z sebesar MPC/(1 – MPC) rupiah. Karena MPC < 1, maka pengaruh putaran pertama setiap rupiah ∆G adalah lebih besar daripada setiap rupiah ∆W atau ∆R. • Pada “putaran pertama” setiap rupiah ∆T mengubah Z sebesar – MPC/(1 – MPC) rupiah. Pajak dapat dianggap sebagai transfer payments negatif. Pos-pos lain pada sisi penerimaan mempunyai pengaruh utama pada pasar uang dan melalui ini akan berpengaruh terhadap permintaan agregat (Z). • Kredit dari bank sentral mempunyai pengaruh yang inflasioner: + ∆U + ∆H + ∆Ms - ∆i + ∆I + ∆Z. • Obligasi dari masyarakat dalam negeri mempunyai pengaruh yang deflasioner: + ∆B - ∆H - ∆Ms + ∆i - ∆Z. • Obligasi luar negeri mempunyai dua pengaruh, keduanya bersifat deflasioner: + ∆F - ∆H - ∆Ms + ∆i - ∆I - ∆Z dan pengaruh kedua secara langsung yang menurunkan Z karena adanya aliran barang dari luar negeri memenuhi sebagian dari permintaan dalam negeri tersebut. Kebijakan Ekonomi Fiskal

  14. “Pengaruh Akhir” • Setiap rupiah perubahan dari Z pada putaran pertama (yang disebabkan oleh perubahan pos “anggaran” manapun) akan mempunyai pengaruh akhir yang sama terhadap perekonomian, karena akan melewati proses keseimbangan umum yang sama. Jadi pengaruh akhir dari setiap rupiah perubahan masing-masing pos “anggaran” berbeda satu sama lain karena perbedaan “pengaruh putaran pertama”nya terhadap Z. • Pengaruh Netto dari suatu kombinasi dari perubahan pos-pos “anggaran” bisa diperkirakan dengan jalan menjumlah pengaruh dari masing-masing pos. • Seperti halnya dengan kebijakan moneter, ada kemungkinan bahwa suatu kebijakan fiskal mempunyai pengaruh langsung penawaran agregat (yaitu, menggeser kurva penawaran agregat). Pengaruh “sisi penawaran” (supply side) ini belum mempunyai teori makro yang mantap. Kebijakan Ekonomi Fiskal

  15. Kebijakan Ekonomi Fiskal

  16. PENDEKATAN GRAFIK DALAM PEREKONOMIAN TIGA SEKTOR DALAM RANGKA PELAKSANAAN KEBIJAKAN FISKAL MELALAUI ANGGARAN BELANJA NASIONAL Kebijakan Ekonomi Fiskal

  17. Pada sistem perekonomian yang tertutup (tidak ada perdagangan internasional) maka pendapatan nasional (Y) dapat tersusun atas konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G). Dirumuskan : Y = C + I + G • Dimana konsumsi (C) sebagai fungsi dirumuskan sebagai : C = aY + b Kebijakan Ekonomi Fiskal

  18. Pendapatan disposibel (YD) sebagai nilai pendapatan yang dapat dibelanjakan diformulasikan sebagai : YD = Y – Tx + Tr YD = C + S Dimana : Tx : Pajak Tr : Transfer pemerintah S : Saving Kebijakan Ekonomi Fiskal

  19. Dimana saving dapat difungsikan sebagai : S = (1-a)Y – b Dalam perekonomian dengan kebijakan fiskal maka dapat digambarkan secara grafis pendekatan penawaran agregat - permintaan agregat dan pendekatan suntikan dan bocoran. Kebijakan Ekonomi Fiskal

  20. Y=AE C+I+G Konsumsi (Trilyun Rp) C • (a). Pendekatan penawaran dan permintaana agregat 240 60 0 240 960 Pendapatan Nasionbal (Trilyun Rp) Tabungan (Trilyun Rp) S + T • (b). Pendekatan suntikan bocoran 180 I + G 240 960 0 Pendapatan Nasionbal (Trilyun Rp) 60 Kebijakan Ekonomi Fiskal

  21. Dengan pendekatan matematis dapat ditemukan adanya angka pengganda/ multiplier dalam perekonomian dengan penggunaan kebijakan fiskal, yaitu : • Angka pengganda investasi • Angka pengganda konsumsi • Angka pengganda pengeluaran pemerintah • Angka pengganda transfer pemerintah • Angka pengganda pajak Kebijakan Ekonomi Fiskal

  22. Permintaan agregat(Y = Pendapatan nasional) terbentuk dari:Y = Konsumsi rumah tangga individu (C) + Investasi (I) + Pengeluaran Pemerintah (G) + Ekspor (X) – Impor(M)Y = C + I + G + X – M Pendekatan Angka Pengganda (Multiplier) Kebijakan Ekonomi Fiskal

  23. Misalkan masalahnya disederhanakan • Y = C + G (1) • G = Go C = f (Y) • C = Co + bYd • C = Co + b(Y-T) (2) • Y = Co + b(Y–T) + Go • Y = Co + bY – bT + Go (3) • Y – bY = Co + Go – bT • (1-b)Y = Co + Go – bT Co + Go - bT • Y = 1-b Kebijakan Ekonomi Fiskal

  24. Berapa Y berubah bila Go meningkat 1 satuan uang? • ∆Y dY 1 = = ∆Go dGo 1-b • Berapa Y berubah bila pajak (T) meningkat 1 satuan uang? • ∆Y dY -b = = ∆T dT 1-b • missal b = 0,75 -0,75 = -3 1 - 0,75 Artinya setiap kenaikan T sebesar Rp 1, akan menurunkan Y sebesar Rp 3. Kebijakan Ekonomi Fiskal

  25. DAFTAR PUSTAKABoediono, 1985, Teori Pertumbuhan Ekonomi, BPFE-UGM, Yogyakarta_______, 1992, Ekonomi Makro, BPFE-UGM, YogyakartaSamuelson, Paul A. and William D. Nordhaus, 1997, Ekonomi Mikro, Edisi Keempatbelas (terjemahan), Erlangga, Jakarta_________, 1997, Ekonomi Makro, Edisi Keempatbelas (terjemahan), Erlangga, Jakarta Kebijakan Ekonomi Fiskal

More Related