1 / 1

Membaca Pidato

Membaca Pidato

eunice
Télécharger la présentation

Membaca Pidato

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Membaca Pidato Pertama kali saya mendapat tugas membacakan pidato Bung Hatta di Universitas Gadjah Mada, pada Conference of  International Association of Historians of Asia. Pidato itu dalam bahasa Inggris. Dokter menasihatkan agar Bung Hatta mengurangi membaca. Lagipula tanpa kaca pembesar Bung Hatta akan pelan sekali membaca. Kebiasaan membacakan pidato beliau itu kemudian terjadi berulang kali. saya mengatur agar sekali-sekali pidato itu dibacakab oleh Meutia, Gamala atau Halida. Dari ketiganya, kiranya Halida yang menjadi paling terpercaya. Pada Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi 1979 di Cisarua, Bung Hatta pun hadir memenuhi undangan, meskipun kesehatannya sedang menurun. Rencana beliau semula, sayalah yang membacakan pidato pengarahan beliau. Tetapi tiba-tiba saja beliau bersemangat membacanya sendiri. tanpa kaca pembesar, saya tahu beliau tidak akan dapat menyelesaikan pidato itu. Benaralah, di tengah pidatobeliau berhenti, dan saya harus meneruskan membacanya. Saya tahu akan ada ‘kalimat-kalimat berat’ yang saya harus bacakan di depan ekonom yang adalah teman-teman sejawat saya. Sebagian lagi, bahkan atasan saya dan bekas guru besar saya, yang merupakan menteri-mentri ekuin Kabinet Pembanguan III pada masa itu. Bagian pidato itu saya bacakan dengan pelan,“……….negara kita masih berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, tetapi perekonomian negara di bawah pengaruh teknokrat kita sekarang, sering menyimpang dari dasar itu”. Saya terpaksa berhenti sejenak menunggu para hadirin menyelesaikan tepuk tangannya. Kelihatan paling bersemangat bertepuk tangan, sampai berdiri adalah Dr. Arifin Siregar, saya kemudian terpilih menjadi Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi dalam Kongres itu. Semula kata-kata “keras” itu diusulkan oleh Pak Wangsa dan saya diperhalus, mengingat kita bicara di depan yang mengundang, di depan tuan rumah. Tetapi Bung Hatta menolaknya. Pak Wangsa yang telah menghaluskan kata-kata itu kena bentak, dan kami harus mengetik ulang halaman terakhir pidato itu. Kata-kata keras itu dimasukkan kembali ke dalam pidato seperti aslinya. Bung Hattamemang demikian, straight to the point, terang-terangan tanpa tedeng aling-aling, Ibu Rahmi sering bilang, “Ibarat batu berlian yang belum digosok”. Sri- Edi Swasono, Pribadi Manusia Hatta, Seri 3, Yayasan Hatta, Juli 2002

More Related