1 / 11

Silvikultur Tropika

Silvikultur Tropika. Sistem silvikultur di daerah tropis : Polycyclic management system (PMS) Monocyclic management system (MMS). Polycyclic hingga kini lebih sering diguna, karena:. Lebih fleksibel dan lebih mudah diterapkan dengan memperhatikan perlakuan silvikultur dari spesies

jael-glenn
Télécharger la présentation

Silvikultur Tropika

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Silvikultur Tropika Sistem silvikultur di daerah tropis : Polycyclic management system (PMS) Monocyclic management system (MMS)

  2. Polycyclic hingga kini lebih sering diguna, karena: • Lebih fleksibel dan lebih mudah diterapkan dengan memperhatikan perlakuan silvikultur dari spesies • Pertimbangan ekonomis

  3. Problem-problem yang dihadapi dalam penerapan Polycyclic System • Inferior genetic condition (tidak adanya hubungan antara diameter dengan umur dalam beradaptasi terhadap peningkatan ruang tumbuh dan intensitas cahaya. • „The poor performance of residual trees“ karena ketidakmampuan beradaptasi dengan peningkatan ruang tumbuh dan intensitas cahaya • Penyebaran diameter pohon dari spesies ekonomis yang tidak merata. Ex. Lack of pole-sized • Eksploitasi dan penyaradan yang intensif menimbulkan kerusakan lahan dan tumbuhan lain serta regenerasi.

  4. Forest management dalam abad ini dikembangkan 2 metoda: • Area control methods • Volume control methods

  5. Area control methods: • Total areal hutan dibagi-bagi kedalam jatah tebangan tahunan, tergantung kepada lama siklus tebang. • Ex. 20.000 ha total areal hutan: 40 tahun lama siklus tebang = jatah tebang tahunan 500 ha. • Untuk menghindari over cutting, maka informasi tentang luasan areal hutan harus jelas, serta areal yang hilang akibat shifting cultivation dan infrastructure.

  6. Volume control methods: • Total volume tegakan dikalikan dengan faktor koreksi 0,75 atau 0,8 (karena ketidaktepatan dalam inventarisasi data tegakan) dibagi dengan siklus tebang. • Ex. (800.000 m3 x 0,8) : 40 cc = 16.000 m3/a. • Formula untuk log over forest pada akhir cc: (Vo+V1) x 0,8 : 2 cc = annual allowable cut.

  7. Informasi yang diperlukan dlm menerapkan metoda-metoda tsb: • Jumlah tegakan (komersial) dari hutan • Perkiraan means increment data harus tersedia pada akhir cutting cycle • Kerusakan akibat eksploitasi terhadap tegakan tinggal harus diketahui • Efisiensi dalam pemanfaatan harus diketahui (hub. standing stock dengan volume ekploitasi) • Luasan hutan • Areal hutan yang hilang akibat shifting cultivation dan infrastruktur (jalan, jembatan, dll)

  8. Polycyclic system di Tropis: • Philippine selective logging system • Indonesian selective logging system • N-queensland selective logging system • CELOS-system of Surinam • § The basic idea dari semua system adalah cukup tersedianya tegakan tinggal setelah eksploitasi, dengan menebang pohon-pohon yang bernilai ekonomis, dan sustainable timber harvest in future.

  9. Philippine selective logging system • Karena variasi iklim dari setiap wilayah maka cc menyesuaikan (30-35-40 tahun) • Penandaan batas areal yang akan dieksploitasi (perencanaan) untuk memudahkan pelaksanaan eksploitasi dan pengontrolan. • Pembuatan sampling area untuk memperhitungkan jumlah tegakan tinggal. Dengan 5 % sampling survey. Minimum diameter pohon yang ditinggalkan: 70% kelas diameter 20-60 cm dan 40% kelas diameter 70 cm. Dalam metode ini tegakan tinggal dengan menyeleksi dari 70 jenis dipterocarp yang ada. • Eksploitasi dilakukan pada : semua tegakan kelas 80 cm dbh ( 75 cm) dan 60 % dari tegakan kelas 70 cm (65-75 cm) • Inventarisasi semua tegakan tinggal yang bernilai ekonomis  15 cm dbh. • T.S.I (Timber Stand Improvement) dimulai 6-10 tahun setelah eksploitasi

  10. North Queensland selective logging system • Min diameter 58 cm • E+ 3 or 4 liberation • The cutting cycle 15-20 years

  11. Celos-system of Surinam • Cutting cycle 20 years • No minimum diameter • Harvest should be limited to 20 m3/ha every 20 years, whereas there should be an economic growing stock available of 40 m3/ha.

More Related