1 / 24

Tanggungjawab dan Etika Keilmuan

Tanggungjawab dan Etika Keilmuan. Disampaikan oleh: SUTRISNO HADI PURNOMO. I. Arti dan Tanggungjawab Keilmuan. Istilah tanggung jawab, secara etimologis menunjuk pada dua sikap dasar ilmu dan ilmuwan, yaitu; tanggung dan jawab.

yitta
Télécharger la présentation

Tanggungjawab dan Etika Keilmuan

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Tanggungjawab dan Etika Keilmuan Disampaikan oleh: SUTRISNO HADI PURNOMO

  2. I. Arti dan Tanggungjawab Keilmuan Istilah tanggung jawab, secara etimologis menunjuk pada dua sikap dasar ilmu dan ilmuwan, yaitu; tanggung dan jawab. Ilmu dan ilmuwan, termasuk lembaga keilmuan, wajib menanggung dan wajib menjawab setiap hal yang diakibatkan oleh ilmu itu sendiri maupun permasalahan-permasalahan yang disebabkan olehnya. Aspek tanggung jawab sebagai sikap dasar keilmuan, dengan ini, telah menjadi satu dalam kehidupan keilmuan itu sendiri dan sulit dipisahkan. Tanggung jawab keilmuan, tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pengetahuan maupun keilmuan dari waktu ke waktu.

  3. Berbicara mengenai tanggung jawab keilmuan, adalah sesuatu hal yang secara tidak langsung mengenai tanggung jawab manusia, dalam hal ini, ilmuwan yang; mencari, mempraktikkan, dan menerapkan, atau menggunakan ilmu atau pengetahuan tersebut dalam kehidupan. Ilmu dan ilmuwan, sebagai seorang anak manusia, karenanya, wajib menanggung setiap akibat apa pun yang disebabkan oleh ilmu itu sendiri, baik dari sisi teoretisnya maupun sisi praktiknya. I. Arti dan Tanggungjawab Keilmuan

  4. Ilmu dan ilmuwan juga wajib menjawab dalam arti merespons dan memecahkan setiap masalah yang diakibatkan oleh ilmu maupun yang bukan disebabkan oleh ilmu itu sendiri. Tanggung jawab keilmuan, dalam ini, bukan merupakan beban, tetapi merupakan ciri martabat keilmuan dan ilmuwan itu sendiri. Konsekuensinya, semakin tinggi ilmu maka semakin tinggi dan besar tanggung jawab yang diemban oleh ilmu, ilmuwan dan lembaga keilmuan itu sendiri. Kadang-kadang, tanggung jawab keilmuan tidak disebabkan oleh ilmu itu sendiri, misalnya; dalam hal menyelesaikan setiap persoalan kemanusiaan, seperti; bencana alam, keadaan alam yang kritis, konflik sosial, dan sebagainya. I. Arti dan Tanggungjawab Keilmuan

  5. Tanggung jawab keilmuan bukan saja dalam arti yang normative, misalnya berkaitan dengan aspek moral yang bersifat legalistik saja, tetapi mencakup aspek yang lebih luas. Misalnya, tanggung jawab keilmuan dalam menyelasaikan berbagai bentuk akibat perubahan sosial yang berdampak terhadap tatanan moral masyarakat. Jadi, tanggungjawab keilmuan juga memilki arti, mendudukkan manusia pada kedudukan martabat dirinya, sehingga di satu sisi tidak diperalat oleh ilmu dan ilmuwan demi mencapai prestise dan supremasi ilmu. I. Arti dan Tanggungjawab Keilmuan

  6. Di sisi lain, tanggung jawab keilmuan mesti di dasarkan pada keputusan bebas manusia, sehingga melalui tanggung jawab keilmuan maka ilmu, ilmuwan, manusia serta masyarakat dibebaskan atau dijernihkan dari berbagai pengaruh emosional, sikap curiga, dendam, buruk sangka, dan berbagai sikap irasional. Konsekuensinya, tanggung jawab keilmuan harus terus mengalir dari dalam lautan luas tindakan manusia (ilmuwan) yang bertanggung jawab. I. Arti dan Tanggungjawab Keilmuan

  7. Tanggung jawab keilmuan menyangkut, baik masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Kenyataan tersebut telah banyak berpengaruh terhadap gangguan keseimbangan kosmos (alam) seperti; pembasmian kimiawi dari hama tanaman, sistem pengairan, keseimbangan jumlah penduduk, dan sebaginya. Hal itu juga menyangkut gangguan terhadap tatanan sosial dan keseimbangan sosial. Artinya, ilmu lah yang telah mengemukakan bahwa tatanan alam dan masyarakat harus diubah dan dikembangkan maka ilmu pula lah yang bertanggung jawab menjaganya agar dapat diubah dan dikembangkan dalam sebuah tatanan yang baik. I. Arti dan Tanggungjawab Keilmuan

  8. Tanggung jawab keilmuan mana didasarkan pada kesadaran bahwa ilmu selalu merupakan sesuatu yang sifatnya masih belum rampung. Artinya, upaya keilmuan tidak dapat meniadakan tanggung jawabnya yang lama, tetapi selalu menampilkannya dalam kesegaran tanggung jawab yang selalu baru. Jadi, ilmuan harus terbuka pada tanggung jawabnya yang baru walaupun hal itu tidak pernah dialami oleh pendahulunya. I. Arti dan Tanggungjawab Keilmuan

  9. Salah satu ciri pokok dari tanggung jawab keilmuan itu adalah sifat keterbatasan. Tanggung jawab keilmuan memiliki sifat keterbatasan, dalam arti bahwa, tanggung jawab itu sendiri tidak diadakan sendiri oleh ilmu dan ilmuwan sebagai manusia, tetapi merupakan pemberian kodrat. Sebagaimana manusia tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, tetapi menerimanya sebagai pemberian kodrat maka demikian pula halnya ia tidak dapat menciptakan tanggung jawab. Manusia hanya menerima dirinya dan tanggung jawabnya, serta menjalaninya sebagai sebuah panggilan kodrati dan tunduk padanya. II. Sifat Keterbatasan Tanggungjawab Keilmuan

  10. Konsekuensinya, ilmuwan sebagai manusia tidak bertanggung jawab atas tanggung jawab keilmuannya, sebab manusia tidak dapat dimintai pertanggung jawaban atas kenyataan mengapa ia bertanggung jawab, sebab hal itu merupakan tugas yang diterima dan dijalani atas dasar pemberian kodratnya. Manusia tidak bertanggung jawab pada tanggung jawab, tetapi ia menerima tanggung jawab itu sebagaimana adanya, dan menjalaninya dengan segala keterbatasannnya. II. Sifat Keterbatasan Tanggungjawab Keilmuan

  11. Ilmuwan sebagai manusia, menjalani tanggung jawab keilmuannya dengan segala keterbatasannya, baik secara natural, kodrati, maupun dari keterbatasan keilmuannya sendiri. Pandangan tersebut hendak menegaskan, betapa pentingnya bagi seorang ilmuwan memiliki suatu "kepekaan besar" untuk membaca dan menjalankan tanggung jawab keilmuannya itu secara baik, dan tidak boleh memandang dirinya serba bisa, serba hebat, dan serba benar. II. Sifat Keterbatasan Tanggungjawab Keilmuan

  12. Tanggung jawab sosial. Ilmu bukan saja bersifat sosial, tetapi membutuhkan tanggungjawab sosial, karena melalui suasana sosial itu ilmu dapat bertumbuh subur secara efektif dan bertambah luas. Ilmuwan dengan kemampuan pengetahuannya yang cukup, dapat memberi argumentasi, kajian kritis, dan membangun opini masyarakat mengenai permasalahan kehidupan yang dihadapi. Misalnya, penganggulangan kemiskinan, penyakit, atau masalah nilai-nilai sosial dalam pembangunan sehingga masyarakat tidak tercabut dari akar kehidupan sosialnya yang khas. III. Bentuk-bentuk Tanggungjawab Keilmuan

  13. Ilmu dan ilmuwan bertanggung jawab dalam hal memberikan prediksi atau ramalan serta peringatan dini mengenai permasalahan yang akan dihadapi masyarakat, baik yang nyata (manifest) maupun tersembunyi (laten) atau yang bersifat gejala. Ilmu dan ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial, bukan sekedar karena ilmuan adalah anggota masyarakat dan terlibat langsung dalam kepentingan sosial kemasyarakatan, tetapi ilmu secara hakiki memiliki fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. III. Bentuk-bentuk Tanggungjawab Keilmuan

  14. 2. Tanggung jawab keteladanan. Ilmu dan ilmuwan bukan saja mengandaikan kebenaran keilmuan sebatas sebuah jalan pemikiran dengan pesona logikanya, namun juga bertanggung jawab menunjukkan atau mempraktikkan kebenaran keilmuannya di dalam kehidupan sosialnya yang luas dan mendalam. Ilmu bukan hanya menyajikan sebuah kebenaran informasi, namun memberikan keteladanan hidup yang ditunjukkan oleh ilmuwannya. III. Bentuk-bentuk Tanggungjawab Keilmuan

  15. Kelebihan ilmuwan adalah bahwa ia dapat berpikir secara cermat dan teratur sehingga dengan kemampuan inilah, ia sekaligus memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki dan meluruskan pikiran masyarakat yang sesat dan keliru menganai permasalahan yang dihadapi. Dengannya, masyarakat tidak terjebak dalam lingkaran setan kepicikan yang membenarkan aneka prasangka, sesat pikir, atau keliru pikir yang cenderung menumbuhkan atau melanggengkan sikap saling curiga dan dendam. III. Bentuk-bentuk Tanggungjawab Keilmuan

  16. 3. Sikap tanpa pamrih Sikap tanpa pamrih, berhubungan dengan kepentingan hati nurani manusia dalam tugas keilmuan. Maksudnya, sikap tanpa pamrih menunjuk pada keteguhan bathin atau hati, yang tanpa tegoda dengan imbalan apa pun, untuk memperjuangkan kebenaran keilmuan, baik dalam rangka kepentingan teori maupun praktis. Sikap tanpa pamrih dalam keilmuan juga penting dalam rangka menjernihkan masalah-masalah di sekitar pandangan hidup manusia. Artinya, bentuk tanggung jawab keilmuan dalam hal sikap tanpa pamrih tidak hanya berhubungan dengan kepentingan ideologis keilmuan, tetapi juga tanggung jawab praktis III. Bentuk-bentuk Tanggungjawab Keilmuan

  17. Sikap tanpa pamrih dalam keilmuan dibutuhkan sebagai jaminan agar penggunaan ilmu, sedapat mungkin, menguntungkan kehidupan manusia secara memadai, dan tidak sekedar untuk mencapai target tertentu yang menyimpan dari kepentingan manusia secara utuh. Keadaan makin sulit, bila kelompok-kelompok tertentu memanfaatkan ilmu untuk menjaga dan memelihara kepentingannya sendiri, sehingga mengabaikan nilai kebenaran keilmuan demi kemanusiaan dan kemasyarakatan. III. Bentuk-bentuk Tanggungjawab Keilmuan

  18. Sikap tanpa pamrih dalam keilmuan dibutuhkan dibutuhkan sebagai jaminan agar penggunaan ilmu, sedapat mungkin, menguntungkan kehidupan manusia secara memadai. Keadaan akan sulit, bila kelompok-kelompok tertentu memanfaatkan ilmu untuk menjaga dan memelihara kepentingannya, sehingga mengabaikan nilai kebenaran keilmuan demi kemanusiaan dan kemasyarakatan. Sikap tanpa pamrih dalam keilmuan penting pula dalam rangka mengatasi ketidakdewasaan manusia. Sikap yang memungkinkan manusia makin belajar mengenal dan menguasai dirinya sendiri (pikirannya, emosinya, keinginannya, dan sebagainya) dan juga realitasnya. III. Bentuk-bentuk Tanggungjawab Keilmuan

  19. Tanggung jawab profesional. Tugas keilmuan menghimbau pada sebuah tanggung jawab professional yang memadai. Tanggungjawab profesional keilmuan mengandaikan bahwa seorang ilmuwan harus menjadi ahli dan terampil dalam bidangnya, jadi bukan sekedar hobi. Tanggung jawab professional keilmuan mengacu pada bidang keilmuan yang digeluti sebagai panggilan tugas pokok atau profesi keilmuannya. Tanggung jawab professional menunjuk pula pada penghasilan atau upah yang diperoleh berdasarkan tingkat kepakaran (pengetahaun dan ketrampilan) yang dimiliki dalam bidang keilmuannya. III. Bentuk-bentuk Tanggungjawab Keilmuan

  20. Profesionalisme dalam keilmuan mengandaikan pula sikap keilmuan yang tidak terpengaruh oleh hubungan-hubungan primordialistik, ideologi atau oleh masalah keluarga dan pribadi. Profesionalisme keilmuan mengandaikan pula sebuah hasil keilmuan yang berlaku secara universal, artinya dapat diterima secara luas dan umum. Diperlukan keahlian (spesialisasi) dalam mengembangkan profesionalisme keilmuan. Meskipun keahlian dapat dipelajari dan dilatih, tetapi seorang belum tentu disebuah professional dalam keilmuannya. Artinya, profesionalisme keilmuan menunjuk pada kualitas pengetahuan dan kualitas kerja sebagai ilmuwan. III. Bentuk-bentuk Tanggungjawab Keilmuan

  21. Istilah etika dari bahasa Yunani etos yang berati baik, berbudaya, atau beradat. Jadi etika keilmuan mengandaikan adanya tatanan nilai-nilai kebaikan (etis) dalam keilmuan, baik dalam mengusahakan ilmu maupun dalam menerapkan ilmu bagi kepentingan manusia. Ilmuan dan keilmuan, karenanya, perlu didasarkan pada sebuah sikap kesadaran etis yang kuat. Kesadaran etis dalam keilmuan berlangsung, baik mulai dari tahap upaya pencarian dan penentuan kebenaran maupun sampai pada tahap penerapan hasilnya. IV. Etika Keilmuan

  22. Etika keilmuan merupakan sesuatu dorongan kejiwaan yang nyata-nyata mempengaruhi dan menentukan bagaimana ilmuwan mendekati dan melakukan kegiatan keilmuannya (memproses kebenaran dan menerapkan kebenaran keilmuan) secara kritis dan bertanggung jawab. Etika keilmuan, dalam hal ini, sangat berhubungan dengan semangat dan sikap bathin (kehendak bathin) para ilmuwan yang bersifat tetap dalam dirinya untuk bersikap; adil, benar, jujur, bertanggung jawab, setia, dan tahan uji dalam mengembangkan ilmu, baik untuk kepentingan keilmuan secara luas maupun untuk penerapannya dalam membangun kehidupan. IV. Etika Keilmuan

  23. Etika keilmuan, sebagai aspek mendasar dalam rangka keilmuan, menjangkau hal yang lebih jauh dan mendorong untuk menyelami semakin dalam kemungkinan-kemungkinan terakhir mengenai hakikat manusia sebagai subyek maupun obyek dalam keilmuan. Kondisi tersebut, muncul ketika ditanyakan mengenai hal kearah mana ilmu harus diterapkan? Mana penerapan keilmuan yang baik dan mana penerapan yang kurang baik? Jelas bahwa kriteria etis yang digunakan untuk itu adalah apakan penerapan tersebut dapat memajukan kesejahteraan hidup manusia atau sebaliknya membawa ancaman terhadap konsistensi hidup generasi manusia. IV. Etika Keilmuan

  24. Sejarah menunjukkan bahwa perkembangan dunia keilmuan semakin melangkah maju dengan usaha-usaha efektif untuk menyingkap adanya orientasi atau arah baru pemikiran untuk makin menyadari akan keselamatan manusia. Konsekuensinya, penting bagi seorang ilmuwan untuk memiliki kepekaan yang besar terhadap etika keilmuan untuk mengatasi konsekuensi-konsekuensi etis dalam dunia keilmuan itu sendiri. Kesadaran etis mana, di dasarkan pada kenyataan bahwa dialah orang satu-satunya yang bertanggung jawab sepenuhnya serta patut dimintai pertanggunganjawaban atas segala hal yang diakibatkan oleh kemajuan dunia keilmuan. IV. Etika Keilmuan

More Related