250 likes | 641 Vues
MERANCANG LITURGI : KOOPERASI, KOORDINASI, DELEGASI. C. H. Suryanugraha, OSC Institut Liturgi Sang Kristus Indonesia (ILSKI), Bandung.
E N D
MERANCANG LITURGI :KOOPERASI, KOORDINASI, DELEGASI C. H. Suryanugraha, OSC Institut Liturgi Sang Kristus Indonesia (ILSKI), Bandung
Konstitusi Liturgi Sacrosanctum Concilium/SC 42: “Dalam Gerejanya Uskup tidak dapat selalu atau di mana-mana memimpin sendiri segenap kawanannya. Maka haruslah ia membentuk kelompok-kelompok orang beriman, di antaranya yang terpenting yakni paroki-paroki, yang di setiap tempat dikelola di bawah seorang pastur yang mewakili Uskup. Sebab dalam arti tertentu paroki menghadirkan Gereja semesta yang kelihatan. Maka dari itu hendaknya kehidupan liturgi paroki serta hubungannya dengan Uskup dipupuk dalam hati dan praktik jemaat beriman serta para rohaniwan. Hendaknya diusahakan, supaya jiwa persekutuan dalam paroki berkembang, terutama dalam perayaan Misa Umat pada hari Minggu” (bdk. Inter Oecumenici/IO, 19).
SC 28: “Pada perayaan-perayaan liturgi setiap anggota, entah pelayan (pemimpin) entah Umat, hendaknya dalam menunaikan tugas hanya menjalankan, dan melakukan seutuhnya, apa yang menjadi perannya menurut hakikat perayaan serta kaidah-kaidah liturgi." Juga para petugas liturgi lainnya, hendaknya menunaikan tugas dengan saleh, tulus dan saksama. Maka mereka perlu dibina untuk membawakan peran mereka dengan tepat dan rapi (SC 29).
Animasi liturgi dibutuhkan untuk menjawab situasi perayaan liturgi masa kini. Makna: “animasi” dari animare(Latin), artinya memberi sukma/jiwa, atau memberi ekspresi, gerak, daya hidup. Cara: menggali potensi-potensi jemaat yang sudah ada dan memunculkan kemungkinan-kemungkinan yang mendukung. Tujuan: agar jemaat dapat mengalami dan menarikan sukma liturgi, membuat liturgi itu hidup bagi orang-orang yang hidup (umat beriman).
Perhatikan: [1] jemaat adalah pelaku dan penghayat tindakan liturgi itu sendiri; [2] keanekaan peran petugas liturgi. Jelas, animasi liturgi sangat peduli dengan situasi dan kondisi jemaat: tua-muda, miskin-kaya, homogen-heterogen, banyak-sedikit, dsb. IO 8: “Maka dari itu, para uskup dan pembantu-pembantu seimamat mereka hendaknya makin menghargai karya-karya pastoral yang berpusat pada liturgi. Dengan demikian, kaum beriman pun akan menikmati hidup ilahi secara berlimpah berkat partisipasi penuh mereka dalam liturgi; dan dengan menjadi “ragi Kristus” serta “garam dunia” mereka akan mewartakan serta menyalurkan hidup ilahi itu kepada sesamanya.”
Hal-hal dasariah yang harus selalu dipegang dalam proses animasi: [a]liturgi adalah suatu tindakan; [b] liturgi adalah suatu tindakan simbolis;[c] liturgi adalah suatu tindakan bersama dan resmi. Kebutuhan akan animasi liturgi berlandaskan tiga dasar pemahaman ini. SC 7: “Maka, memang sewajarnya juga liturgi dipandang bagaikan pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus; di situ pengudusan manusia dilambangkan dengan tanda-tanda lahir serta dilaksanakan dengan cara yang khas bagi masing-masing; di situ pula dilaksanakan ibadat umum yang seutuhnya oleh Tubuh Mistik Yesus Kristus, yakni Kepala beserta para anggota-Nya.”
Subjek, ciri, dan modalitas pelayanan animasi: [1] tercatat dalam sejarah liturgi bahwa peran animator memang diperlukan (uskup, imam, diakon, para petugas awam); [2] pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas (sebelum perayaan, selama perayaan, peran selebran/presiden); [3] pembentukan kelompok animasi (para animator perlu kepekaan dan pengetahuan akan sejarah dan kehidupan manusia untuk bisa membaca kebutuhan pastoral; perlu masa khusus untuk persiapan); [4] disposisi dan sikap-sikap yang dituntut dari setiap animator (sadar bahwa peran dan tugas animator tidak menempatkannya lebih tinggi daripada umat beriman lainnya; animator perlu memahami keanekaan dan keterbatasan jemaat; perlu mempunyai fantasi dan imajinasi untuk menciptakan suasana kebersamaan yang hidup, tahu teknik dan mekanismenya!).
Di paroki memang perlu dibentuk seksi liturgi atau suatu kelompok animasi liturgi yang khusus memikirkan dan mempersiapkan perayaan-perayaan liturginya. Tugas utamanya adalah menciptakan suasana atau kondisi agar seluruh jemaat dapat ambil bagian dalam perayaan liturgi secara sadar, aktif, dan berdaya guna. Kelompok ini terdiri dari seorang ahli liturgi (atau orang yang cukup kompeten dalam liturgi, atau pastur parokinya sendiri), wakil-wakil umat (musikus dan para petugas liturgi lainnya).
Tiga cara kerja yang dipakai adalah kooperasi (kerjasama), koordinasi (penyelarasan), delegasi (pembagian tugas). Untuk merancang atau mempersiapkan suatu perayaan liturgi diperlukan waktu khusus dan mencukupi, setidaknya sudah berkumpul satu masa liturgi di depannya (misalnya: untuk merancang perayaan Paskah, sudah dimulai sejak awal Masa Prapaskah).
Yang paling penting, harus ada komunikasi yang baik di antara animator/ anggota kelompok kerja itu. Perencanaan memang sungguh perlu.
Beberapa prinsip untuk merancang dan menyelenggarakan liturgi yang baik: [a] memandang Allah sebagai pusat; [b] mencari kesederhanaan yang anggun; [c] merawat tradisi; [d] setia pada Gereja universal; [e] memperhatikan kebutuhan pastoral
Tiga pemikiran dasar yang perlu juga diingat: [a] doa tidak hanya dengan kata-kata; [b] mempersiapkan liturgi berarti mempersiapkan diri sendiri; [c] semua persiapan liturgi mulai dengan masa liturgi dan tata bacaan.
Masih ada prinsip-prinsip dan praktik perencanaan lain yang lebih konkret, yakni: [a] bacaan-bacaan Kitab Suci sebagai sumber dan inspirasi utama; [b] jemaat dan kesempatan khusus (ciri jemaat, tingkat perayaan); [c] keseimbangan dan proporsi (sesuai penekanan makna ritus-ritusnya); [d] tempat perayaan dalam masa liturgi; [e] penyelarasan simbol-simbol tradisional; [f] seleksi teks-teks liturgi; [g] adaptasi kata-kata pengantar dan ajakan- ajakan; [h] musik liturgi.
Kaidah-kaidah pembaruan liturgi yang berdasarkan hakikat edukatif dan pastoral liturgi:[1]harmoni: sifat upacara yang sederhana namun luhur, singkat, jelas, tanpa pengulangan-pengulangan yang tak berguna; sesuai dengan daya tangkap jemaat, tak perlu banyak penjelasan (SC 34); [2]biblis-kateketis: memakai bacaan Kitab Suci; rubrikasi yang jelas; katekese liturgis lewat ajakan-ajakan di tempat/waktu yang tepat selaras dengan teks liturgisnya; pengembangan liturgi Sabda pada malam (vigili) menjelang hari raya agung dan masa khusus lainnya (SC 35); [3]bahasa: penggunaan bahasa Latin dipertahankan, namun bahasa pribumi lebih digalakkan (SC 36).
Bagaimana mulai merancang suatu perayaan liturgi, khususnya perayaan ekaristi? 1. Tekanan: • peranserta jemaat secara sadar, penuh, dan aktif (lih. SC 14, 19, 48) • pembagian tugas dan peran liturgis yang semestinya (lih. SC 28, 58) 2. Analisis: • untuk atau oleh siapa, kelompok (jemaat) apa • bagaimana situasi dan kondisinya (sosial, kultural, ekonomik) • di mana atau di tempat apa perayaan akan dilangsungkan • apa kendala-kendala yang perlu diperhatikan, diselesaikan, atau diubah; dan mengapa perlu • hal-hal baik apa yang perlu dipertahankan atau bahkan diperkembangkan • bagaimana norma atau aturan yang berlaku.
3. Langkah-langkah: 3.1. Persiapan jauh Jauh hari sebelum perayaan dilaksanakan, strategi perencanaan perlu diwujudkan tahap demi tahap: • formasi: tim animator liturgi dibentuk, lalu berkumpul dan berembug bersama ahli liturgi/pimpinan jemaat, baik juga sekaligus menyusun jadwal/rencana kerja berikutnya (time schedule) • refleksi:[a] persiapan di rumah/sebelum pertemuan: baca teks-teks Misa (dari bacaan KS dan teks liturgi, konsep homili), cari tema-tema yang relevan dan aktual, sesuaikan dengan misteri yang dirayakan dan masa liturginya; [b] acara pertemuan: refleksi bersama, sharing, dan mendiskusikan hasil renungan/pemikiran pribadi dalam kelompok animasi, dan akhirnya merumuskan atau memilih tema utama (pesan).
olah kreasi:[a] mencari kemungkinan-kemungkinan kreatif setiap unsur ritual (simbol, teks doa, musik/lagu), dengan mempertimbangkan keseimbangan (tradisi dan kreativitas) dan proporsi berdasarkan perhitungan waktu, fungsi, dan makna; [b] menugaskan seseorang atau membentuk tim-tim khusus untuk perwujudan ide-ide; [c] jika perlu, menyusun teks (untuk petugas dan jemaat) • pembagian peran dan tanggung jawabnya:[a] imam (selebran, konselebran); [b] petugas musik: kor, dirigen, organis/pemusik; [c] petugas lain: seremoniarius, akolit/misdinar, lektor, pemazmur, komentator, petugas komuni/prodiakon, petugas kolekte, petugas tatalaksana; [d] penata ruang; [e] petugas teknik/elektronika (audio-visual, fotografi) • pelengkap:[a] mengisi formulir untuk para petugas; [b] mengisi formulir untuk musik liturginya.
3.2. Persiapan dekat Beberapa hari atau minimal beberapa jam sebelum perayaan yang direncanakan dimulai, dilakukan pengamatan dan persiapan yang intensif: • mempersiapkan tempat dan segala kebutuhan untuk perayaan liturginya • mengecek kembali segala perlengkapan yang diperlukan, baik yang bersifat ritual maupun teknis semata • mengatur para petugas dan memberi penjelasan singkat atau mengingatkan seperlunya • mempersiapkan jemaat (pemberitahuan makna/aturan dan latihan doa/lagu) • berdoa bersama sebelum memulai tugas
3.3. Perayaan Hal-hal penting yang harus selalu diperhatikan dan dicamkan oleh para petugas liturgi: • setiap petugas bertanggung jawab atas peran yang dipercayakan kepadanya, tanpa mengabaikan kesatuan dan kebersamaan dalam tugas • setiap petugas berlaku sebagai pelayan dan bersama dengan jemaat lainnya melakukan ibadat di hadapan Allah • setiap petugas hendaknya selalu menyadari bahwa pelaksanaan liturgi yang baik sudah merupakan pendidikan liturgi bagi peraya (liturgos)
3.4. Evaluasi Perlu kiranya melihat kembali segala yang telah terjadi untuk diambil sebagai pelajaran; sebaiknya dibuat juga catatan tertulisnya: • tinjauan per ritus: kesan dan penilaian • kritik dan saran
Terima kasih banyak ataskesabaranAnda. CHS @ ILSKI 2006