1 / 47

THE MODELLING PROCESS PROSES PEMODELAN SISTEM

THE MODELLING PROCESS PROSES PEMODELAN SISTEM. PEMODELAN SISTEM

candra
Télécharger la présentation

THE MODELLING PROCESS PROSES PEMODELAN SISTEM

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. THE MODELLING PROCESS PROSES PEMODELAN SISTEM

  2. PEMODELAN SISTEM System modelling is a technique to express, visualise, analyse and transform the architecture of a system. Here, a system may consist of software components, hardware components, or both and the connections between these components. A system model is then a skeletal model of the system. System modelling is intended to assist in developing and maintaining large systems with emphasis on the construction phase. The idea is to encapsulate complex or changeable aspects of a design inside separate components with well-defined interfaces indicating how each component interacts with its environment. Complete systems are then developed by composing these components. System modelling can increase reliability and reduce development cost by making it easier to build systems, to reuse previous built components within new systems, to change systems to suit changing requirements such as functional enhancement and platform changes, and to understand systems. In this way, a system model can satisfy different requirements such as documenting the system, providing a notation for tools such as consistency checkers and can also be used in the design stage of system development. Thus, system modelling is used to ensure that a developing piece of software evolves in a consistent manner and that the task of integrating software components is simplified.

  3. PROSES PEMODELAN INTRODUCTION SISTEM - MODEL - PROSES Bounding - Word Model Alternatives: Separate - Combination DEFINITION Relevansi : Indikator - variabel - subsistem Proses : Linkages - Impacts Hubungan : Linear - Non-linear - interaksi Decision table: HYPOTHESES Data : Plotting - outliers Analisis : Test - Estimation Choice : MODELLING Verifikasi: Subyektif - reasonable Uji Kritis: Eksperiment - Analisis/Simulasi Sensitivity: Uncertainty - Resources - - Interaksi VALIDATION Communication Conclusions INTEGRATION

  4. Decision Support System, Business Strategy Model, Marketing & Product Planning Model Econometrics, RISK Management Model, Demand Forecasting Model

  5. Proses Pemodelan SISTEM: Approach Simulasi Sistem Analisis Sistem Model vs. Pemodelan Mathematical models: An exact science, Its Practical Application: 1. A high degree of intuition 2. Practical experiences 3. Imagination 4. “Flair” 5. Problem define & bounding www.hitchins.net/Systems_Approach.html

  6. DEFINITION & BOUNDING IDENTIFIKASI dan PEMBATASAN Masalah penelitian 1. Alokasi sumberdaya penelitian 2. Aktivitas penelitian yang relevan 3. Kelancaran pencapaian tujuan Proses pembatasan masalah: 1. Bersifat iteratif, tidak mungkin “sekali jadi” 2. Make a start in the right direction 3. Sustain initiative and momentum System bounding: SPACE - TIME - SUB-SYSTEMS Sample vs. Population The whole systems vs. sets of sub-systems The Systems Approach was developed around the middle of the 20th Century, and proved an immediate, resounding success. Essentially, the approach considered a system-of-interest (SOI) to be open, dynamic, to exist in an environment, to interact with - and adapt to - other systems in that environment, and to form part of a larger, wider system. The systems could be of any kind, but are generally characterized as functional, i.e, the systems, subsystems, containing systems, etc., all perform functions and exhibit behavior

  7. COMPLEXITY AND MODELS The real system sangat kompleks The hypotheses to be tested MODEL Sub-systems Trade-off: complexity vs. simplicity Proses Pengujian Model Hipotetik Dalam operation research, yang dimaksudkan dengan model adalah representasi sederhana dari sesuatu yang nyata. Dengan pengertian ini menunjukkan bahwa model selalu tidak sempurna. Model matematik adalah representasi ideal dari sistem nyata yang dijabarkan / dinyatakan dalam bentuk simbol dan pernyataan matematik. Dengan kata lain model matematik merepresentasikan sebuah sistem dalam bentuk hubungan kuantitatif dan logika, berupa suatu persamaan matematik. Pada model matematik replika/tiruan dari feomena/peristiwa alam dideskripsikan melalui satu set persamaan matematik. Kecocokan model terhadap fenomena alam yang dideskripsikan tergantung dari ketepatan formulasi persamaan matematiknya.

  8. WORD MODEL Masalah penelitian dideskripsikan secara verbal, dengan meng-gunakan kata (istilah) yang relevan dan simple Simbolisasi kata-kata atau istilah Setiap simbol (simbol matematik) harus dapat diberi deskripsi penjelasan maknanya secara jelas Pengembangan Model simbolik Hubungan-hubungan verbal dipresentasikan dengan simbol-simbol yang relevan

  9. GENERATION OF SOLUTION Alternatif “solusi” jawaban permasalahan , berapa banyak? Pada awalnya diidentifikasi sebanyak mungkin alternatif jawaban yang mungkin Penggabungan beberapa alternatif jawaban yang mungkin digabungkan

  10. HYPOTHESES Tiga macam hipotesis: 1. Hypotheses of relevance: mengidentifikasi & mendefinisikan faktor, variabel, parameter, atau komponen sistem yang relevan dg permasalahan 2. Hypotheses of processes: merangkaikan faktor-faktor atau komponen-komponen sistem yg relevan dengan proses / perilaku sistem dan mengidentifikasi dampaknya thd sistem 3. Hypotheses of relationship: hubungan antar faktor, dan representasi hubungan tersebut dengan formula-formula matematika yg relevan, linear, non linear, interaktif. Penjelasan / justifikasi Hipotesis Justifikasi secara teoritis Justifikasi berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah ada

  11. MODEL CONSTRUCTION Konstruksi Model Manipulasi matematis Data dikumpulkan dan diperiksa dg seksama untuk menguji penyimpangannya terhadap hipotesis. Grafik dibuat dan digambarkan untuk menganalisis hubungan yang ada dan bagaimana sifat / bentuk hubungan itu Uji statistik dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikasinya Proses seleksi / uji alternatif yang ada

  12. VERIFICATION & VALIDATION VERIFIKASI MODEL 1. Menguji apakah “general behavior of a MODEL” mampu mencerminkan “the real system” 2. Apakah mekanisme atau proses yang di “model” sesuai dengan yang terjadi dalam sistem 3. Verifikasi: subjective assessment of the success of the modelling 4. Inkonsistensi antara perilaku model dengan real-system harus dapat diberikan penjelasannya VALIDASI MODEL 1. Sampai seberapa jauh output dari model sesuai dengan perilaku sistem yang sesungguhnya 2. Uji prosedur pemodelan 3. Uji statistik untuk mengetahui “adequacy of the model” 4. Proses Pemodelan Proses pembangunan sebuah model matematik dapat dibagi dalam beberapa tahap berikut. Permasalahan Konseptualisasi Estimasi parameter Validasi Aplikasi

  13. SENSITIVITY ANALYSIS Perubahan input variabel dan perubahan parameter menghasilkan variasi kinerja model (diukur dari solusi model) ……… analisis sensitivitas Variabel atau parameter yang sensitif bagi hasil model harus dicermati lebih lanjut untuk menelaah apakah proses-proses yg terjadi dalam sistem telah di “model” dengan benar Validasi MODEL

  14. PLANNING & INTEGRATION PLANNING Integrasi berbagai macam aktivitas, formulasi masalah, hipotesis, pengumpulan data, penyusunan alternatif rencana dan implementasi rencana. Kegagalan integrasi ini berdampak pada hilangnya komunikasi : 1. Antara data eksperimentasi dan model development 2. Antara simulasi model dengan implementasi model 3. Antara hasil prediksi model dengan implementasi model 4. Antara management practices dengan pengembangan hipotesis yang baru 5. Implementasi hasil uji coba dengan hipotesis yg baru DEVELOPMENT of MODEL 1. Kualitas data dan pemahaman terhadap fenomena sebab- akibat (proses yang di model) umumnya POOR 2. Analisis sistem dan pengumpulan data harus dilengkapi dengan mekanisme umpan-balik 3. Pelatihan dalam analisis sistem sangat diperlukan 4. Model sistem hanya dapat diperbaiki dengan jalan mengatasi kelemahannya 5. Tim analisis sistem seyogyanya interdisiplin 6. Setelah melalui tahap identifikasi sistem, model kemudian divalidasi. Dimaksudkan untuk memeriksa apakah model mereproduksikan pengamatan-pengamatan yang tidak digunakan pada tahap identifikasi. Hasil dari tahap validasi bisa jadi sangat tidak memuaskan. Jika demikian kembali lagi ke tahap konseptualisasi guna modifikasi struktur model. Model yang telah melalui tahap validasi, kemudian digunakan untuk mempertimbangkan kemungkinan penyelesaian yang menjadi titik awal dari usaha pemodelan.

  15. MODEL SIMULASI Dua pendekatan dasar dalam menyelesaikan model-model perencanaan yaitu simulasi dan optimasi. Bisa jadi simulasi adalah metode yang paling luas penggunaannya dalam mengevaluasi berbagai alternatif sistem sumberdaya air. Teknik ini mengandalkan cara coba-banding (trial-and-error) untuk memperoleh hasil yang mendekati optimal. Model matematik yang telah melalui proses kalibrasi dan verifikasi dengan memuaskan, sudah memenuhi syarat sehingga dapat digunakan untuk simulasi. Sudjarwadi (1989), model simulasi mempunyai maksud untuk mereproduksi watak esensial dari sistem yang dipelajari. Teknik simulasi dapat dibayangkan dengan percobaan(eksperimen), sebagai penyelesaian masalah untuk mempelajari sistem yang kompleks yang tidak dapat dianalisis secara langsung dengan cara analitik. Teknik simulasi merupakan metode kuantitatif yang menggambarkan perilaku suatu sistem. Digunakan untuk memperkirakan keluaran (output) dari masukan (input) sistem yang telah ditentukan. Dalam situasi dimana perumusan secara matematik menghadapi banyak rintangan, maka simulasi merupakan cara yang paling sesuai untuk memperoleh jawaban yang relevan. Untuk itu beberapa pertimbangan berikut ini mungkin tepat dalam penggunaan analisis simulasi. 1. Simulasi memungkinkan untuk belajar serta bereksperimen terhadap interaksi yang kompleks dari sistem. 2. Melalui simulasi dapat dipelajari efek perubahan lingkungan,organisasi maupun informasi terhadap operasi sistem, dengan membuat perubahan pada model sistem serta mengamati efek perubahannya terhadap perilaku sistem 3. Pengamatan yang mendetail terhadap sistem yang disimulasikan, memberikan pemahaman yang semakin baik mengenai sistem tersebut. 4. Pengalaman merancang model simulasi mungkin lebih berharga daripada simulasi itu sendiri. Pengetahuan yang diperoleh dalam merancang suatu studi simulasi, sering mendorong untuk mensimulasikan perubahan yang terjadi pada sistem. Melalui simulasi efek dari perubahan tersebut dapat diuji, sebelum menerapkannya pada sistem nyata. 5. Simulasi dari sistem yang kompleks dapat memberikan pemahaman yang mendalam terhadap variabel-variabel yang dominan dalam sistem, serta bagaimana variabel-variabel ini berinteraksi. 6. Simulasi dapat berfungsi sebagai sarana uji coba untuk menilai kebijakan baru ataupun pengambilan keputusan dalam operasi sistem, sebelum memutuskan untuk menerapkannya pada sistem nyata.

  16. METODE OPTIMASI • Metode optimasi dalam hubungan matematik biasanya menyangkut pengertian memaksimalkan atau meminimalkan. • Setiap problem optimasi memiliki dua bagian penting yaitu fungsi tujuan (objective function) serta serangkaian kendala (constraints). • Fungsi tujuan menjelaskan kriteria yang ingin dicapai oleh sistem. Sedangkan kendala menjelaskan proses atau sistem yang sedang didisain atau dianalisis. • Dalam suatu problem optimasi diusahakan untuk memaksimalkan ataupun meminimalkan suatu besaran spesifik sebagai “tujuan” (objective), yang tergantung dari input sejumlah variabel keputusan. • Keputusan yang optimal berupa serangkaian nilai variabel keputusan yang memberikan respons optimal terhadap fungsi tujuan serta masih memenuhi kendala. • Berdasarkan sifat dari fungsi tujuan dan kendala maka problem optimasi dapat diklasifikasikan sebagai : • a) linier vs non linier, b) deterministik vs probabilistik, c) statik vs dinamik, d) kontinu vs diskrit, e) parameter lump vs parameter distribusi. • Penggunaan metode optimasi tergantung dari : • tipe fungsi tujuan, • tipe kendala, • jumlah variabel keputusan.

  17. HUBUNGAN ANTARA UNSUR-UNSUR BAURAN PEMASARAN DENGAN PENCIPTAAN EKUITAS MERK (NILAI TAMBAH) Yudho Baskoro Mahasiswa Program Magister Manajemen, PPSUB metriscient.com/bequity.htm

  18. Ekuitas merek adalah nilai tambah (incremental utility) suatu produk yang diberikan melalui nama mereknya seperti misalnya Coke, Kodak, Levi’s dan Nike (Yoo et al., 2000). Ekuitas merek dapat diukur dengan mengurangi utilitas atribut fisik produk dari total utilitas suatu merek. Sebagai aset yang penting bagi perusahaan, ekuitas merek dapat meningkatkan cash flow bagi bisnis (Simon dan Sullivan, 1993). Aaker ( 1991): Dari sisi perilaku, ekuitas merek penting untuk memberikan diferensiasi yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif berdasarkan persaingan non harga Brand Valuation Brand value is as important an aspect of a firm's value as the value of it's tangible assets and cash-flows. Brand value has several different dimensions and components. Brand Assets are indirect drivers of brand value because they help maintain the brand's competitive position, premium and consumer perception, which in turn help the brand drive excess cash-flow over and above what the tangible assets and services of the firm would be expected to generate.

  19. Pengembangan konsep atau riset empiris yang menghubungkan antara aktivitas pemasaran dengan pembentukan ekuitas merek tergolong masih sedikit meskipun banyak hal yang menarik (Barwise, 1993). Shocker, Srivastava dan Ruekert (1994) mengatakan bahwa : believe more attention is needed in the development of more of a system view of brands and products to include how intangibles created by the pricing, promotional, service, and distribution decisions of the brand manager combine with the product itself to create brand equity and affect buyer decision making. Consumer-based Brand Valuation Models These models rely on consumer perception to assess quantify different attitudes and behavior that ultimately result in financial benefit to the brand. These methods do not necessarily quantify the financial impact of the brand's equity. Another potential drawback is that these methods on survey data to quantify consumer perceptions and there may be a gap between stated vs. actual attitudes. Financial Brand Valuation Models Financial valuation models include cost-based approaches that basically assumes that the value of the brand is the summation of all investments in the brand including R&D, Marketing and Advertising. The disadvantage is obvious, valuation will be biased by management quality and effectiveness behind these investments. This can definitely provide a number to the shareholders when considering if an offer covers their costs or not.

  20. Rumusan Masalah: Bagaimanakah sebenarnya hubungan antara unsur-unsur bauran pemasaran dengan penciptaan suatu ekuitas merek ?. Brands are intangible and conditional assets that are dependent on tangible assets to deliver the full value of their benefits. Of course partial value may be realized without material assets through licensing. Brand Equity on the other hand, as defined by Marketing Science, is ‘the set of associations and behavior on the part of a brand’s customers, channel members and parent corporation that permits the brand to earn greater volume or greater margins than it could without the brand name'. Broadly speaking, Brand Equity is the intrinsic value customers attribute to a brand, beyond its fair market value. This metric can be calculated in several ways, especially between the disciplines of Marketing and Finance. In Finance, this metric is an intangible portion of Firm value that is typically valued during times of acquisitions/divestitures. For publicly traded firms, financial Brand Equity can be measured as the difference between Market Value of the firm (total outstanding share multiplied by share price).   On the other hand Marketing Brand Equity is measured as a weighted function of several constructs:  Brand Awareness: Brand Awareness can be measured by customer ability to recall brand related features or advertising, either aided or unaided.  Brand Resilience: This is the Brand’s ability to resist new competitors in the category by defending market share against market entrants. Brand Premium: Brand Premium is the extent to which customers will pay a premium for your product when compared to similar competing products. This can be negative if the product needs to be offered at a discount to competitors to induce purchase.  Brand Leverage: One dimension of Brand Equity is the trust customers put in the Brand by their willingness to try new products or line extensions under the brand name. Extensive usage of Brand Leverage could result in Brand Dilution, especially if the new products or line extensions fall below customer expectations. Market Leverage: Market leverage of a brand is its ability to gain market access via distribution channels.  Brand Equity can be considered as a weighted average of each of these metrics. Weights for each Brand Equity can be derived from expert judgment or by quantitative methods, for example by regressing long-term market-share time-series (approximated by moving average estimates) against time-series of each of these metrics collected from a sufficiently large and random sample of respondents.

  21. KERANGKA KONSEPTUAL • Kerangka kerja konseptual yang digunakan dalam penelitian ini merupakan perluasan dari model Aaker. • Aaker (1991) menunjukkan bahwa • ekuitas merek menciptakan nilai baik bagi konsumen maupun perusahaan, • nilai bagi konsumen akan meningkatkan nilai bagi perusahaan, dan • ekuitas merek terdiri dari multidimensi. • Model Aaker diperluas dengan dua cara, • menempatkan konstruk yang terpisah antara ekuitas merek, dimensi ekuitas merek, dan nilai bagi konsumen dan perusahaan. Konstruk ekuitas merek menunjukkan bagaimana dimensi individual berhubungan dengan ekuitas merek. Karena ekuitas merek adalah nilai dari nama merek, maka konstruk bisa tinggi atau rendah. Dengan menyusun konstruk ekuitas merek secara terpisah akan membantu dalam memahami dimensi yang memberikan kontribusi pada ekuitas merek. • menambahkan antasedent dari ekuitas merek yaitu bauran pemasaran yang diasumsikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dimensi ekuitas merek.

  22. Nilai Bagi Perusahaan Bauran Pemasaran Dimensi Ekuitas Merek Ekuitas Merek Nilai Bagi Konsumen Kerangka Kerja Konseptual Ekuitas Merek freshpeel.com/.../

  23. Definisi Operasional Variabel Unsur-unsur Bauran Pemasaran Harga, adalah biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk mendapatkan suatu produk, diukur secara subyektif berdasarkan apa yang dirasakan di dalam benak konsumen. Pengeluaran Periklanan, adalah besarnya pengeluaran iklan yang dikeluarkan oleh produsen yang diukur berdasarkan persepsi subyektif konsumen untuk produk yang bermerek. Promosi Harga, adalah promosi penjualan terutama promosi harga yaitu pengurangan harga jangka pendek seperti potongan harga, obral, cuci gudang dan usaha promosi harga lain yang sejenis. Promosi harga diukur dari frekuensi relatif price deals (kesepakatan harga) yang dilakukan produk bermerek dan dirasakan oleh konsumen. Citra Toko, adalah kesan yang diterima konsumen dari toko yang menjual produk, diukur berdasarkan kualitas yang dirasakan dari pengecer dimana produk yang bermerek tersedia. Intensitas Distribusi, adalah banyaknya toko-toko yang menjual produk untuk memenuhi kebutuhan pasar. Diukur dari seberapa banyak toko pengecer menjual produk bermerek berdasarkan persepsi konsumen. Ketersediaan produk didasarkan dari intensitas distribusi yang dirasakan oleh konsumen.

  24. Dimensi Ekuitas Merek • Persepsi Kualitas adalah penilaian subyektif konsumen mengenai superioritas sebuah produk, pengalaman pribadi terhadap produk, kebutuhan yang unik, dan situasi konsumsi yang bisa mempengaruhi penilaian subyektif konsumen terhadap kualitas. Dimensi ini diukur dari penilaian subyektif konsumen tentang kualitas merek produk yang lebih pada kualitas secara keseluruhan dari merek produk dibandingkan unsur kualitas secara individu. • Loyalitas Merek adalah komitmen yang mendalam untuk membeli kembali atau berlangganan produk atau jasa yang lebih disukai secara konsisten di masa datang. • Kesadaran/ Asosiasi Merek adalah segala sesuatu yang dihubungkan dengan daya ingatan konsumen terhadap suatu merek. Konstrukini merupakan bentuk mix dari kesadaran dan asosiasi merek. • Asosiasi merek akan menjadi lebih kuat ketika konsumen banyak mendapatkan pengalaman dari produk atau dari komunikasi periklanan yang sering diterima dibandingkan produk lain yang lebih sedikit. • Overall Brand Equity/ OBE (Ekuitas Merek Secara Menyeluruh) • OBE konsisten dengan definisi ekuitas merek didasarkan pada dua pertimbangan. • Pertama, responden diminta untuk membandingkan sebuah produk yang focal branded dengan saingannya yang unbranded. • Ke dua, pada setiap item, ditekankan bahwa semua karakteristik merek selain nama merek sama antara focal brand dengan unbranded. Informasi yang berbeda dan yang tersedia pada responden hanyalah nama merek.

  25. Pemilihan Produk Stimuli • Produk stimuli dibedakan dalam lima kategori produk dengan tiga batasan yaitu: • produk bervariasi dalam berbagai aspek seperti misalnya harga, frekuensi pembelian dan situasi serta lamanya pembelian, hal ini akan memperluas ruang lingkup dan generalisasi temuan • porsi nilai yang besar yang dimiliki oleh produk-produk ini secara eksplisit menunjukkan perbedaan ekuitas merek diantara produk stimuli tersebut. • responden mungkin akrab dengan dengan kategori tersebut. Jika responden tahu atau memiliki pengalaman dengan produk, mereka akan bisa memberikan respon kuesioner dengan valid dan reliabel. • Berdasarkan batasan di atas dan hasil survai maka kategori produk tersebut adalah: • Jam Tangan : Casio, Alba, Seiko • Sepatu Sport: Nike, Adidas, Eagle • Televisi: Sony, Sharp, Polytron • Celana Jeans: Lea, Levi’s, Tira • Sepeda Motor : Honda, Yamaha, Sanex.

  26. Ada dua tipe usaha manajerial pemasaran yang bisa dianalisis dari manajemen merek dengan perspektif jangka panjang, yaitu: • Aktifitas yang membangun merek (brand-building activity) dan • Aktifitas yang merusak merek (brand-harming activity). • Promosi harga yang terlalu sering dilakukan adalah contoh brand-harming activity, sedangkan pengeluaran promosi dan penetapan harga yang tinggi sampai pada batas tertentu serta pendistribusian melalui pengecer dengan citra toko yang baik adalah contoh brand-building activity. • Pembahasan hasil penelitian dan implikasi strategi dari setiap unsur bauran pemasaran yang diuji adalah sebagai berikut:

  27. Harga. Harga digunakan sebagai alat posisioning utama untuk membedakan suatu produk. Sesuai dengan konsep value pricing, menurunkan harga akan meningkatkan nilai suatu produk, menciptakan suatu persepsi hemat (Dodds et al., 1991; Zeithaml, 1988). Bagaimanapun, ekuitas merek bisa turun apabila konsumen secara kuat menghubungkan harga dengan kualitas produk dan menggunakan harga sebagai indikator suatu kualitas. Konsumen bisa merasakan bahwa suatu harga yang lebih rendah dilakukan dengan memangkas biaya dan kualitas produk untuk mempertahankan profit margin. Jika memungkinkan manajer seharusnya menghindari seringnya melakukan pemotongan harga atau penggunaan strategi harga rendah yang konsisten, karena tindakan itu bisa menurunkan persepsi kualitas dan citra suatu produk. Sementara kita mempertahankan tingkat harga, manajer bisa menanamkan modal pada perkembangan teknologi, efisiensi manajerial dan pelayanan konsumen untuk mendorong nilai produk. Mengkombinasikan tingkat harga yang sama atau lebih tinggi dengan kemampuan produk yang lebih maju mungkin merupakan strategi harga yang lebih menarik dilihat dari perspektif ekuitas merek.

  28. Citra toko. Manajer memang seharusnya mendistribusikan produk melalui toko yang memiliki citra yang baik, karena konsumen beranggapan kualitas suatu produk muncul dari citra dan reputasi suatu toko. Sama halnya dengan harga, reputasi pengecer merupakan sinyal penting kualitas suatu produk (Dawar and Parker, 1994; Grewal, Krishnan, Baker, dan Borin, 1988). Selain itu word of mouth serta aktivitas promosi toko juga mampu mendorong munculnya suatu asosiasi merek. Karena itu memilih toko pengecer bercitra baik akan membangun ekuitas merek yang kuat.

  29. Intensitas distribusi. Distribusi yang intensif bukanlah selalu berarti menjual melalui toko dengan citra yang jelek. Bagaimanapun membuat produk tersedia lebih banyak di toko akan memberikan kenyamanan, hemat waktu, jasa yang lebih cepat, dan aksesibilitas yang pada akhirnya akan meningkatkan kepuasan pelanggan. Tetapi peranan intensitas distribusi mungkin tidak valid karena faktor kesesuaian antara intensitas distribusi dengan tipe produk. Distribusi intensif sesuai untuk produk convenience, sementara distribusi selektif sesuai untuk shopping atau specialty good ( Cravens, 1999; Yoo et al., 2000) . Kontra argumen ini nampak pada penelitian ini dimana intensitas distribusi meskipun berkorelasi positif dengan persepsi kualitas, tetapi sebaliknya menghasilkan korelasi yang negatif dengan loyalitas merek. Intensitas distribusi yang tinggi bisa meningkatkan ekuitas merek bagi semua tipe produk, tetapi pengaruhnya tergantung dari tipe dan tingkat kemewahan suatu produk.

  30. Periklanan. Hirarki model pengaruh menunjukkan bahwa konsumen cenderung percaya terhadap pernyataan iklan dan membayangkan sepertinya kinerja produk sama halnya dengan yang diiklankan (Richin, 1995). Karena itu ketika konsumen sering terpapar oleh suatu iklan, hal itu akan membangun bukan saja kesadaran dan asosiasi merek yang tinggi, tetapi juga membentuk persepsi yang lebih positif terhadap kualitas merek yang pada akhirnya juga akan meningkatkan ekuitas merek. Salah satu alasan utama penurunan loyalitas konsumen adalah menurunnya biaya promosi. Menguatkan merek dengan menghubungkan antara kepercayaan dan sikap konsumen, periklanan akan memberikan kontribusi yang kuat terhadap loyalitas merek (Shimp, 1997). Pembentukan citra merek cukup rumit karena melibatkan banyak pengalaman, kenyataan, serta pengungkapan informasi merek itu sendiri, karena itu untuk membangunnya membutuhkan waktu yang lama. Periklanan merupakan cara yang biasa digunakan untuk membangun, membentuk dan memanajemeni suatu citra. Manajer dalam melakukan investasi periklanan seharusnya dengan suatu tujuan yang jelas, yaitu untuk meningkatkan ekuitas merek.

  31. Promosi Harga. Promosi harga yang sering dilakukan seperti pengurangan harga jangka pendek dan potongan harga bisa menyebabkan konsumen berpersepsi rendah terhadap kualitas produk. Karena hal itu bisa mengarahkan konsumen untuk berfikir lebih kepada transaksi (deal) yang terjadi, bukan pada utilitas yang diberikan oleh merek produk. Selain itu promosi harga juga tidak meningkatkan kekuatan dari asosiasi merek. Karena itu promosi harga harus digunakan dengan lebih hati-hati, jika tidak akan mengikis ekuitas merek. Hanya mengandalkan pada promosi harga dan tidak konsisten dengan kualitas yang tinggi serta citra bisa mengurangi ekuitas merek dalam jangka panjang, meskipun kesuksesan finansial jangka pendek bisa diraih. Penetapan strategi harga yang konsisten dengan promosi harga yang lebih hati-hati bisa menyamakan antara harga ekpektasi dan aktual, yang secara tidak langsung juga menyatakan kualitas produk yang tinggi. Selain menawarkan promosi harga, manajer seharusnya juga melakukan investasi dalam periklanan untuk membangun ekuitas merek yang lebih kuat.

  32. KESIMPULAN Intensitas distribusi yang tinggi mungkin bisa meningkatkan ekuitas merek untuk semua tipe produk, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada tipe dan tingkat kemewahan produk. Karena pada penelitian ini produk stimuli yang dimunculkan digolongkan pada shopping and specialty product, maka temuan empiris ini mendukung konsep di atas. Ekuitas merek memberikan keunggulan kompetitif yang sustainable karena mampu menciptakan suatu hambatan bersaing yang bermakna. Ekuitas merek bisa dikembangkan dengan meningkatkan persepsi kualitas, loyalitas merek, dan kesadaran/ asosiasi merek dimana nilai ini tidak bisa dibangun ataukah dirusak dalam jangka pendek, tetapi hanya bisa diciptakan dalam jangka panjang melalui suatu desain investasi pemasaran secara hati-hati. Penelitian ini menunjukkan pentingnya peranan variasi usaha pemasaran dalam membangun ekuitas merek yang kuat.

  33. ANALISIS PERILAKU PEMEGANG POLIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN JASA ASURANSI JIWA BERSAMA BUMIPUTERA 1912 Sunarto Alumnus Pascasarjana Unibraw Malang www.consumerpsychologist.com/intro.htm

  34. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah seperti terurai di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemegang polis dalam pengambilan keputusan pembelian jasa Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912? Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemegang polis dalam pengambilan keputusan pembelian jasa Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912.

  35. Perilaku Konsumen • Winardi (1991): perilaku konsumen sebagai perilaku yang terlihat dalam hal perencanaan, pembelian dan pemakaian barang-barang ekonomi serta jasa-jasa. • Swastha dan Handoko (1987): perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. • Engel (alih bahasa Indonesia Budiyanto 1994): perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. • Assael (1992): tiga komponen perilaku konsumen, yaitu: • Komponen kognitif, yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, keyakinan serta pandangan seperti hal-hal yang berhubungan tentang bagaimana orang mempersepsikan obyek perilaku. • Komponen afektif, yaitu berkaitan dengan perasaan seperti rasa senang dan rasa tidak senang terhadap obyek perilaku • Komponen konatif, yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap

  36. Model Perilaku Konsumen Kotler (1994), Assael (1992) mengembangkan teori stimuli-respon ke dalam model perilaku konsumen seperti tampak pada gambar di bawah ini: • Kotak hitam pembeli • Ciri-ciri Pembeli: • Kebudayaan • Sosial • Individu • Psikologis • Proses Keputusan Pembelian: • Masalah • Mencari informasi • Evaluasi • Keputusan Pembelian • Perilaku pasca pembelian Jawaban-jawaban pembeli : Pilihan produk Pilihan merk Pilihan penjual Panjangkan waktu pembelian Jumlah pembelian • Rangsangan dari luar • Pemasaran: • Produk • HargaTempat • Promosi • Lingkungan: • Ekonomi • Teknologi • Politik • Kebudayaan tutor2u.net/.../buying_stimulus_model.asp

  37. www.emeraldinsight.com/.../0291040902.html

  38. Kebudayaan Sosial Budaya Individu Kelompok Psikologis referensi Usia dan tahap Motivasi daur hidup Persepsi Pembeli Pekerjaan Belajar Sub budaya Keluarga Macam-macam Kepercayaan situasi ekonomi dan sikap Gaya hidup Kepribadian dan konsep diri Peranan dan status Kelas sosial Model Perilaku Konsumen Kotler

  39. Model Perilaku Konsumen Assael

  40. Keputusan Pembelian Jasa Asuransi Jiwa Keputusan pembelian atas suatu produk/jasa tertentu seringkali dikaitkan dengan resiko yang mungkin akan terjadi karena faktor ketidakpastian. R.A. Bauer (dalam Winardi 1991): fungsi primer dari pengambilan keputusan konsumen adalah mengurangi resiko. : “..... consumer behavior involves risk in the sense that any action of a consumer will produce consequences which he cannot anticipate with anything approximating certainty, and some of which at least are likely to be unpleasant. At the very least, any one purchase competes for the consumer’s financial resources with a vast array of alternate uses of that money.......” Konsep pengurangan resiko berakar secara mendalam dalam pandangan bahwa para individu secara terus menerus menghendaki ketidakpastian sehubungan dengan tindakan memutuskan produk apa yang akan dibeli dan pada toko-toko mana saja barang-barang tertentu akan dibeli. Dalam bidang jasa asuransi bahwa keputusan pembelian jasa asuransi bertujuan untuk menghindari resiko atau memperkecil resiko dengan cara mendanai resiko itu sendiri dengan cara membayar premi. Untuk menghindari atau memperkecil resiko yang mungkin akan terjadi karena faktor ketidakpastian tersebut, maka banyak faktor yang harus dipertimbangkan oleh para pemegang polis dalam pengambilan keputusan pembelian jasa asuransi jiwa. Banyak faktor yang mempengaruhi pemegang polis dalam pengambilan keputusan pembelian jasa AJB Bumiputera 1912 antara lain adalah faktor bauran pemasaran, faktor kebudayaan, faktor sosial, faktor individu, faktor psikologis dan faktor pembayaran klaim.

  41. Kerangka Konseptual Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemegang Polis dalam Keputusan Pembelian Jasa Asuransi AJB Bumiputera 1912

  42. Xi/Y Faktor/Variabel Indikator Faktor Bauran Pemasaran X1 Produk Keragaman dan manfaat produk asuransi X2 Harga Besar dan waktu pembayaran premi X3 Penjualan Perorangan Penampilan/profesional petugas penjualan X4 Pelayanan Kecepatan, ketepatan dan keramahan pelayanan X5 Proses administrasi Kecepatan administrasi X6 Lokasi Kantor Strategis dan mudah dijangkau X7 Fasilitas Pendukung Kelengkapan dan kemudahan penggunaan sarana dan prasarana yang ada Faktor Kebudayaan X8 Budaya Nilai, norma dan agama yang dianut X9 Kelas Sosial Besarnya premi sesuai dengan kelas sosial, dalam arti pekerjaan dan pendapatan Faktor Sosial X10 Kelompok Acuan Pengaruh teman seprofesi X11 Keluarga Inti Pengaruh keluarga (suami/istri) X12 Famili Pengaruh famili (paman/bibi, saudara sepupu dsb) X13 Peranan dan Status Peningkatan peran dan status sosialFaktor Individu X14 Usia dan Tahap Siklus HidupPertimbangan usia keluarga (suami/istri) X15 Pekerjaan Status dan resiko pekerjaan X16 Keadaan ekonomi Besarnya premi tdk menambah beban ekonomi keluarga X17 Gaya hidup Peningkatan harga diri (prestise)Faktor Psikologis X18 Motivasi Kebutuhan rasa aman dari ketakutan atas ketidakpastian X19 Persepsi Pemahaman tentang bidang usaha asuransi X20 Kepercayaan dan sikap Ketepatan pilihan perusahaan asuransi X21 Pembelajaran Belajar dari pengalaman para pemegang polis Faktor Pembayaran Klaim X22 Keamanan diri Keyakinan diri akan rasa aman X23 Penekanan resiko Keyakinan diri akan penekanan resiko finansial X24 Bonafiditas Perusahaan Keyakinan diri akan kejujuran perusahaan dalam melakukan kewajibannya X25 Likuiditas perusahaan Keyakinan diri akan kemampuan perusahaan dalam melakukan kewajibannya Y Keputusan Pembelian Polis Besarnya premi rata-rata yang harus dibayar per satuan waktu

  43. Faktor-faktor yang Dipertimbangkan Pemegang Polis dalam Keputusan Pembelian Jasa AJB Bumiputera 1912

  44. Hasil Surrogate Variable Berdasarkan Loading Factor

  45. Hasil Analisis Regresi Berganda

  46. KESIMPULAN Ada 6 faktor yang mempengaruhi perilaku pemegang polis dalam pengambilan keputusan pembelian jasa AJB Bumiputera 1912. Faktor-faktor yang dimaksud adalah faktor psikologis dan proses, faktor individu dan peranan, faktor pembayaran klaim, faktor bauaran pemasaran, faktor sosial dan faktor kebudayaan dan lokasi, dengan surrogate variable secara berturut-turut adalah variabel motivasi, variabel keadaan ekonomi pemegang polis, variabel bonafiditas perusahaan, variabel penjualan perorangan, variabel keluarga inti dan variabel budaya. Dari keenam surrogate variable tersebut di atas, variabel keadaan ekonomi pemegang polis yang paling dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap keputusan pembelian jasa AJB Bumiputera 1912 bila dibandingkan dengan surrogate variable yang lain.

More Related