1 / 1

Tagihan Rekening Listrik

Tagihan Rekening Listrik

lionel
Télécharger la présentation

Tagihan Rekening Listrik

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Tagihan Rekening Listrik Dari tahun ke tahun setelah berhenti sebagai wakil presiden, ketahanan Nak Hatta menghadapi hidup dengan pensiun yang kecil tetap tidak meluntur. Pernah anak saya secara berolok-olok mengatakan. “Mestinya kita taruh saja bokor di tengah rumah supaya tamu-tamu mengganti biaya pengeluran teh dan kopi yang disuguhkan kepada mereka.” Hatta marah, ia menganggap olok-olok itu tidak lucu sama sekali. Pada suatu hari Nak Hatta terkejut menerima rekening listrik yang tinggi sekali. “Bagaimana saya bisa membayar dengan pensiun saya?“, katanya, waktu biaya listrik naik. Ia melanjutkan. “Kalau tidak ingat Yuke, saya tidak berkeberatan hanya memakai lampu tempel (minyak) saja.” Itu dikatakannya dengan sungguh-sungguh tanpa olok-olok. Tetapi dalam menaggapi masalah listrik ini, Hatta bersikap luwes. Kemudian ia menulis surat kepada Gubernur DKI Ali Sadikin, mohon agar rekening listrik segera dipotong dari pensiun yang diterimanya, sebelum pensiun itu diberikan kepadanya pada setiap bulan. Gubernur membaca surat, melihat besarnya rekening listrik, dan membaca jumlah pensiun Bung Hatta yang diterimanya setiap bulan. Sebagai akibatnya, mulai saat itu biaya listrik dan air PAM ditanggung oleh Pemerintah DKI Jakarta. Sejak lama pula pemerintah lebih memprioritaskan Anggaran Belanja Negara untuk kebutuhan-kebutuhan dalam pembangunan negara, oleh karena itu dapat dimaklumi oleh Nak Hatta bahwa pemerintah tidak terlalu memperhatikan besarnya pensiun bekas pejabat. Kami sekeluarga pun dapat memaklumi hal itu dan tidak mau menuntut terlalu banyak. Namun untunglah bahwa ketika tahun 1978, waktu Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengakhiri masa jabatannya sebagai wakil presiden Republik Indonesia yang kedua, pemerintah mulai meninjau kembali besarnya pensiun wakil presiden. Dengan demikian, maka tidak lama kemudian pensiun Bung Hatta disesuaikan pula dengan jumlah yang diterima Sri Sultan. Kami sekeluarga tentu saja menyambut baik perhatian pemerintah terhadap Bung Hatta di masa tuanya itu. Ny. H.S.S.A. Rachim, Pribadi Manusia Hatta, Seri 1, Yayasan Hatta, Juli 2002

More Related