1 / 19

ANALISIS DERET WAKTU

ANALISIS DERET WAKTU. Abdul Kudus, SSi ., MSi ., PhD. Selasa, 15.00 – 17.30 di R313. Korelogram. Hasil utama dari perintah acf sebenarnya adalah plot dari r k versus k , yang disebut korelogram. > acf(waveht). Jika  k = 0, distribusi sampling dari r k akan mendekati.

olwen
Télécharger la présentation

ANALISIS DERET WAKTU

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. ANALISIS DERET WAKTU Abdul Kudus, SSi., MSi., PhD. Selasa, 15.00 – 17.30 di R313

  2. Korelogram Hasil utama dari perintah acf sebenarnya adalah plot dari rk versus k, yang disebut korelogram. > acf(waveht) Jika k = 0, distribusi sampling dari rk akan mendekati Sehingga konfiden interval 95%-nya: yaitu Jadi jika terdapat nilai rk yang di luar batas, maka artinya nilai autokorelasinya signifikan (k  0)

  3. Makna bentuk korelogram: Jika berbentuk fungsi cosinus, maka deret waktunya mempunyai model autoregressif berderajat 2, AR(2). Jika berbentuk peluruhan lambat  trend Jika berbentuk peluruhan eksponensial  AR(1) Catatan: Penggunaan utama dari korelogram adalah utk melihat autokorelasi, SETELAH trend dan variasi musiman-nya dibuang (tinggal komponen random saja).

  4. Contoh: Data Penumpang Pesawat Terbang • musimannya dibuang • trend-nya dibuang > data(AirPassengers) > AP <- AirPassengers > AP.decom <- decompose(AP, "multiplicative") > plot(ts(AP.decom$random[7:138]))

  5. > acf(AP.decom$random[7:138]) ACF berpola cosinus, menunjukkan model AR(2)

  6. Contoh: Data Font Reservoir Ini adalah data debit air masuk ke bendungan utk periode Jan 1909 sampai Des 1980. > www <- "http://www.massey.ac.nz/~pscowper/ts/Fontdsdt.dat" > Fontdsdt.dat <- read.table(www, header=T) > attach(Fontdsdt.dat) > plot(ts(adflow), ylab = 'adflow') Data adflow ini sebenarnya hanya data residu yang diperoleh setelah musiman dan trend-nya dibuang.

  7. > acf(adflow, xlab = 'lag (months)', main="") Korelogramnya sbb: signifikan pada lag 1 ACF yang berpola peluruhan eksponensial menunjukkan model AR(1)

  8. Kovarians dari Jumlah Variabel Acak Misal x1,x2, ..., xn dan y1,y2, ..., yn adalah variabel acak, maka Ini menunjukkan bhw kovarians dari dua jumlah variabel acak adalah jumlah dari semua kemungkinan kovarians pasangan variabel acak.

  9. Strategi Peramalan Tujuan Bisnis bergantung kepada ramalan penjualan utk: perencanaan produksi keputusan melakukan pemasaran panduan utk melakukan pengembangan Metode yang paling efisien utk meramal satu variabel adalah: mencari variabel terkait yang mengarahkan variabel tsb dengan jeda satu atau lebih . Semakin erat kaitan kedua variabel tsb dan semakin panjang jeda waktunya, maka semakin baik strateginya. menggunakan informasi ttg penjualan barang yang sama di masa lalu. melakukan ekstrapolasi berdasarkan trend saat ini.

  10. Variabel yang Mengarahkan dan Variabel yang Berkaitan Biro Statistik Australia mengumumkan data: Hunian yang disetujui utk dibangun tiap bulan Nilai (juta AU$) hunian yg berhasil dibangun (beberapa minggu setelahnya) Kemudian data tsb di-agregat-kan menjadi data kuartalan, yakni sejak Maret 1996 sampai September 2006. > www <- "http://www.massey.ac.nz/~pscowper/ts/ApprovActiv.dat" > Build.dat <- read.table(www, header=T) ; attach(Build.dat) > App.ts <- ts(Approvals, start = c(1996,1), freq=4) > Act.ts <- ts(Activity, start = c(1996,1), freq=4) > ts.plot(App.ts, Act.ts, lty = c(1,3))

  11. Jumlah hunian yg disetujui nilai hunian Terlihat bahwa pola “garis hitam” mengarahkan “garis putus-putus”, dengan lag 1 kuartal. Fungsi korelasi-silang (cross-correlation function, ccf) dapat menjelaskan hubungan ini.

  12. Korelasi-silang Misal ada variabel x dan y yg bersifat stasioner dalam rata-rata dan varians. Kedua variabel tsb mempunyai autokorelasi dan juga saling berkorelasi satu sama lain dengan lag yang berbeda. Fungsi kovarians silang (cross covariance function, ccvf) Variabel x mendahului y sebesar k lag. Fungsi korelasi-silang (cross-correlation function, ccf) ccvf sampel: ccf sampel:

  13. Korelasi-silang antara Jumlah Hunian dan Nilai Hunian > acf(ts.union(App.ts, Act.ts)) Perintah ts.union akan menggabungkan data deret waktu yang punya frekuensi yg sama. Jika diberi perintah acf, maka akan menghasilkan plot acf dan ccf.

  14. > print(acf(ts.union(App.ts, Act.ts))) , , App.ts App.ts Act.ts 1.000 ( 0.00) 0.432 ( 0.00) 0.808 ( 0.25) 0.494 (-0.25) 0.455 ( 0.50) 0.499 (-0.50) 0.138 ( 0.75) 0.458 (-0.75) -0.057 ( 1.00) 0.410 (-1.00) -0.109 ( 1.25) 0.365 (-1.25) -0.073 ( 1.50) 0.333 (-1.50) -0.037 ( 1.75) 0.327 (-1.75) -0.050 ( 2.00) 0.342 (-2.00) -0.087 ( 2.25) 0.358 (-2.25) -0.122 ( 2.50) 0.363 (-2.50) -0.174 ( 2.75) 0.356 (-2.75) -0.219 ( 3.00) 0.298 (-3.00) -0.196 ( 3.25) 0.218 (-3.25) signifikan , , Act.ts App.ts Act.ts 0.432 ( 0.00) 1.000 ( 0.00) 0.269 ( 0.25) 0.892 ( 0.25) 0.133 ( 0.50) 0.781 ( 0.50) 0.044 ( 0.75) 0.714 ( 0.75) -0.002 ( 1.00) 0.653 ( 1.00) -0.034 ( 1.25) 0.564 ( 1.25) -0.084 ( 1.50) 0.480 ( 1.50) -0.125 ( 1.75) 0.430 ( 1.75) -0.139 ( 2.00) 0.381 ( 2.00) -0.148 ( 2.25) 0.327 ( 2.25) -0.156 ( 2.50) 0.264 ( 2.50) -0.159 ( 2.75) 0.210 ( 2.75) -0.143 ( 3.00) 0.157 ( 3.00) -0.118 ( 3.25) 0.108 ( 3.25)

  15. Seharusnya ccf dihitung dari data yang sudah stasioner. Oleh karena itu data tadi kita buang efek musiman dan trend-nya. Dalam hal ini menggunakan metode dekomposisi, maka kita hanya mengambil komponen randomnya saja. > app.ran <- decompose(App.ts)$random > app.ran.ts <- window (app.ran,start=c(1996,3),end=c(2006,1)) > act.ran <- decompose (Act.ts)$random > act.ran.ts <- window (act.ran,start=c(1996,3),end=c(2006,1))

  16. > acf (ts.union(app.ran.ts, act.ran.ts))

  17. > ccf (app.ran.ts, act.ran.ts)

  18. > print(acf(ts.union(app.ran.ts, act.ran.ts))) , , app.ran.ts app.ran.ts act.ran.ts 1.000 ( 0.00) 0.144 ( 0.00) 0.427 ( 0.25) 0.699 (-0.25) -0.324 ( 0.50) 0.497 (-0.50) -0.466 ( 0.75) -0.164 (-0.75) -0.401 ( 1.00) -0.336 (-1.00) -0.182 ( 1.25) -0.124 (-1.25) 0.196 ( 1.50) -0.031 (-1.50) 0.306 ( 1.75) -0.050 (-1.75) 0.078 ( 2.00) -0.002 (-2.00) -0.042 ( 2.25) -0.087 (-2.25) 0.078 ( 2.50) -0.042 (-2.50) 0.027 ( 2.75) 0.272 (-2.75) -0.226 ( 3.00) 0.271 (-3.00) , , act.ran.ts app.ran.ts act.ran.ts 0.144 ( 0.00) 1.000 ( 0.00) -0.380 ( 0.25) 0.240 ( 0.25) -0.409 ( 0.50) -0.431 ( 0.50) -0.247 ( 0.75) -0.419 ( 0.75) 0.084 ( 1.00) -0.037 ( 1.00) 0.346 ( 1.25) 0.211 ( 1.25) 0.056 ( 1.50) 0.126 ( 1.50) -0.187 ( 1.75) -0.190 ( 1.75) 0.060 ( 2.00) -0.284 ( 2.00) 0.142 ( 2.25) 0.094 ( 2.25) -0.080 ( 2.50) 0.378 ( 2.50) -0.225 ( 2.75) 0.187 ( 2.75) -0.115 ( 3.00) -0.365 ( 3.00)

  19. Contoh: Supply Minyak dan Gas • Supplier minyak dan gas harus membuat pesanan kepada pengeboran lepas pantai 24 jam di muka. • Konsumsi minyak dan gas tergantung dari suhu, kelembaban dan kecepatan angin (cuaca) Dengan semakin baiknya metode peramalan cuaca, maka akan memudahkan supplier dalam membuat pesanan minyak dan gas.

More Related