1 / 94

Empat Kebenaran Mulia Jalan Ariya Berunsur Delapan

Empat Kebenaran Mulia Jalan Ariya Berunsur Delapan. Dhammacakkappavattana Sutta. The first discourse of the Buddha, to the Five Ascetics at the Isipatana Deer Park at Sarnath.

saxton
Télécharger la présentation

Empat Kebenaran Mulia Jalan Ariya Berunsur Delapan

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Empat Kebenaran MuliaJalan Ariya Berunsur Delapan

  2. Dhammacakkappavattana Sutta The first discourse of the Buddha, to the Five Ascetics at the Isipatana Deer Park at Sarnath. Dhamma – the Teachings of the Buddha, or the truths leading the way out of dukkha. Cakka – wheel. Pavattana – setting in motion. “Setting the Wheel of the Dhamma in Motion” discourse.

  3. Dhammacakkappavattana Sutta Kotbah pertama Buddha, kepada Lima Pertapa di Taman Rusa Isipatana di Sarnath. Dhamma – the Teachings of the Buddha, or the truths leading the way out of dukkha. Cakka – wheel. Pavattana – setting in motion. “Setting the Wheel of the Dhamma in Motion” discourse.

  4. Dhammacakkappavattana Sutta Kotbah pertama Buddha, kepada Lima Pertapa di Taman Rusa Isipatana di Sarnath. Dhamma – Ajaran Buddha atau kebenaran menuju lenyapnya dukkha. Cakka – wheel. Pavattana – setting in motion. “Setting the Wheel of the Dhamma in Motion” discourse.

  5. Dhammacakkappavattana Sutta Kotbah pertama Buddha, kepada Lima Pertapa di Taman Rusa Isipatana di Sarnath. Dhamma – Ajaran Buddha atau kebenaran menuju lenyapnya dukkha. Cakka – roda. Pavattana – setting in motion. “Setting the Wheel of the Dhamma in Motion” discourse.

  6. Dhammacakkappavattana Sutta Kotbah pertama Buddha, kepada Lima Pertapa di Taman Rusa Isipatana di Sarnath. Dhamma – Ajaran Buddha atau kebenaran menuju lenyapnya dukkha. Cakka – roda. Pavattana – berlangsungnya perputaran. “Setting the Wheel of the Dhamma in Motion” discourse.

  7. Dhammacakkappavattana Sutta Kotbah pertama Buddha, kepada Lima Pertapa di Taman Rusa Isipatana di Sarnath. Dhamma – Ajaran Buddha atau kebenaran menuju lenyapnya dukkha. Cakka – roda. Pavattana – berlangsungnya perputaran. Kotbah tentang “Rerputarnya Roda Dhamma”.

  8. Simbol Swastika Swastika adalah persilangan sama sisi dengan lengan yang dibengkokkan pada segi yang tepat, semuanya pada arah yang sama, menuju kanan ataupun kiri. The swastika is a symbol of prosperity and good fortune and was widely found in ancient civilizations throughout the world in Asia, Europe and also South America.

  9. Simbol Swastika Swastika adalah persilangan sama sisi dengan lengan yang dibengkokkan pada segi yang tepat, semuanya pada arah yang sama, menuju kanan ataupun kiri. Swastika adalah simbol dari kemakmuran dan keberuntungan baik dan banyak ditemukan di peradaban kuno di sepanjang dunia di Asia, Eropa dan juga Amerika Selatan.

  10. Simbol Swastika Ia mewakili matahari, api, atau kehidupan dalam banyak kebudayaan kuno walaupun berbagai agama yang berbeda menggunakannya untuk berbagai arti yang berbeda. In Buddhism, it denotes the Dhamma, universal harmony, the balance of opposites and spiritual attainment. The Nazis used it to denote the racial purity of the Aryan ‘master’ race which they thought themselves to be.

  11. Simbol Swastika Ia mewakili matahari, api, atau kehidupan dalam banyak kebudayaan kuno walaupun berbagai agama yang berbeda menggunakannya untuk berbagai arti yang berbeda. Dalam ajaran Buddha, ia merupakan Dhamma, keharmonisan universal, keseimbangan dari hal yang berlawanan dan pencapaian spiritual. The Nazis used it to denote the racial purity of the Aryan ‘master’ race which they thought themselves to be.

  12. Simbol Swastika Ia mewakili matahari, api, atau kehidupan dalam banyak kebudayaan kuno walaupun berbagai agama yang berbeda menggunakannya untuk berbagai arti yang berbeda. Dalam ajaran Buddha, ia merupakan Dhamma, keharmonisan universal, keseimbangan dari hal yang berlawanan dan pencapaian spiritual. Bangsa Nazi menggunakannya sebagai tanda kesucian ras dari ras “penguasa” Aryan menurut perkiraan mereka sendiri.

  13. Dhammacakkappavattana Sutta Buddha menasehati kita untuk menghindari dua ekstrim dari penyiksaan diri dan kesenangan diri. Ini disebabkan kedua ekstrim ini adalah hina, rendah dan tidak menguntungkan. Instead, He advised us to follow the Middle Path between these two extremes, which lead to knowledge, vision, peace and Self-Awakening.

  14. Dhammacakkappavattana Sutta Buddha menasehati kita untuk menghindari dua ekstrim dari penyiksaan diri dan kesenangan diri. Ini disebabkan kedua ekstrim ini adalah hina, rendah dan tidak menguntungkan. Sebaliknya, Beliau menasehati kita untuk mengikuti Jalan Tengah di antara kedua ekstrim ini, yang menuntun pada pengetahuan, visi, kedamaian dan pencerahan.

  15. Dhammacakkappavattana Sutta Ajaran Buddha dengan demikian juga dikenal sebagai “Jalan Tengah”. The Buddha stated the Middle Way as Jalan Ariya Berunsur Delapan. He then identified Empat Kebenaran Mulia which is to be realized upon following Jalan Ariya Berunsur Delapan.

  16. Dhammacakkappavattana Sutta Ajaran Buddha dengan demikian juga dikenal sebagai “Jalan Tengah”. Buddha menyatakan Jalan Tengah adalah Jalan Ariya Berunsur Delapan. He then identified Empat Kebenaran Mulia which is to be realized upon following Jalan Ariya Berunsur Delapan.

  17. Dhammacakkappavattana Sutta Ajaran Buddha dengan demikian juga dikenal sebagai “Jalan Tengah”. Buddha menyatakan Jalan Tengah adalah Jalan Ariya Berunsur Delapan. Beliau kemudian menjelaskan tentang Empat Kebenaran Mulia yang direalisasikan dengan pelaksanaan Jalan Ariya Berunsur Delapan.

  18. Empat Kebenaran Mulia All beings are subject to Dukkha.   Dukkha arises from desire and craving.   Dukkha can be overcome by the elimination of desire and craving.   There is a way out of dukkha,  which is Jalan Ariya Berunsur Delapan.

  19. Empat Kebenaran Mulia Semua makhluk adalah sasaran dari dukkha.   Dukkha arises from desire and craving.   Dukkha can be overcome by the elimination of desire and craving.   There is a way out of dukkha,  which is Jalan Ariya Berunsur Delapan.

  20. Empat Kebenaran Mulia Semua makhluk adalah sasaran dari dukkha.   Dukkha timbul dari hasrat dan nafsu keinginan.   Dukkha can be overcome by the elimination of desire and craving.   There is a way out of dukkha,  which is Jalan Ariya Berunsur Delapan.

  21. Empat Kebenaran Mulia Semua makhluk adalah sasaran dari dukkha.   Dukkha timbul dari hasrat dan nafsu keinginan.   Dukkha dapat diatasi dengan mengakhiri hasrat dan nafsu keinginan.   There is a way out of dukkha,  which is Jalan Ariya Berunsur Delapan.

  22. Empat Kebenaran Mulia Semua makhluk adalah sasaran dari dukkha.   Dukkha timbul dari hasrat dan nafsu keinginan.   Dukkha dapat diatasi dengan mengakhiri hasrat dan nafsu keinginan.   Ada cara mengakhiri dukkha, Jalan Ariya Berunsur Delapan.

  23. Empat Kebenaran Mulia Semua makhluk adalah sasaran dari dukkha.   Dukkha is usually translated as suffering but it actually encompasses a wide range of negative feelings including stress, dissatisfaction and physical suffering.  Dukkha exists as all beings are subject to illness, separation from loved ones, not getting their desires, aging and death.    

  24. Empat Kebenaran Mulia Semua makhluk adalah sasaran dari dukkha.   Dukkha biasanya diterjemahkan sebagai penderitaan, tetapi sesungguhnya ia meliputi jangkauan luas dari perasaan negatif termasuk tekanan, ketidak-puasan dan penderitaan jasmani..  Dukkha exists as all beings are subject to illness, separation from loved ones, not getting their desires, aging and death.    

  25. Empat Kebenaran Mulia Semua makhluk adalah sasaran dari dukkha.   Dukkha biasanya diterjemahkan sebagai penderitaan, tetapi sesungguhnya ia meliputi jangkauan luas dari perasaan negatif termasuk tekanan, ketidak-puasan dan penderitaan jasmani..  Dukkha timbul sebab semua makhluk merupakan sasaran dari penyakit, berpisah dengan yang dicintai, tidak mendapatkan apa yang diinginkan, penuaan dan kematian.    

  26. Empat Kebenaran Mulia Dukkha timbul dari hasrat dan nafsu keinginan.   All beings crave pleasant sensations, and also desire to avoid unpleasant sensations.  These sensations can be physical or psychological, and dukkha arises when these desires and cravings are not met.

  27. Empat Kebenaran Mulia Dukkha timbul dari hasrat dan nafsu keinginan.   Semua makhluk menginginkan sensasi yang menyenangkan, dan juga berhasrat menghindari sensasi yang tidak menyenangkan.  These sensations can be physical or psychological, and dukkha arises when these desires and cravings are not met.

  28. Empat Kebenaran Mulia Dukkha timbul dari hasrat dan nafsu keinginan.   Semua makhluk menginginkan sensasi yang menyenangkan, dan juga berhasrat menghindari sensasi yang tidak menyenangkan.  Sensasi-sensasi ini dapat berupa jasmani ataupun mental, dan dukkha timbul ketika hasrat dan keinginan tidak dapat dipenuhi.

  29. Empat Kebenaran Mulia Dukkha dapat diatasi dengan mengakhiri hasrat dan nafsu keinginan.   Nibbana is the state of peace where all greed, hatred and delusion, and thereby dukkha, have been eradicated.  

  30. Empat Kebenaran Mulia Dukkha dapat diatasi dengan mengakhiri hasrat dan nafsu keinginan Nibbana adalah suatu keadaan tenang dimana semua ketamakan, kebencian dan kebodohan, demikian dukkha, telah diakhiri.  

  31. Empat Kebenaran Mulia Ada cara mengakhiri dukkha, Jalan Ariya Berunsur Delapan. Dukkha can be reduced, weakened and finally eradicated and Nibbana thereby attained, by following this path as taught by the Buddha.

  32. Empat Kebenaran Mulia Ada cara mengakhiri dukkha, Jalan Ariya Berunsur Delapan. Dukkha dapat dikurangi, dilemahkan dan akhirnya dilenyapkan dan Nibbana dicapai dengan mengikuti jalan yang telah diajari oleh Buddha.

  33. Empat Kebenaran Mulia Ajaran Buddha kadang-kadang dikritik terlalu pesimis karena kelihatannya ia lebih fokus dengan penderitaan daripada kebahagiaan dan kegembiraan.  However, all conditions of happiness and joy are impermanent because all beings are subject to sickness, old age and death, and as a result, all beings are undeniably subject to dukkha. 

  34. Empat Kebenaran Mulia Ajaran Buddha kadang-kadang dikritik terlalu pesimis karena kelihatannya ia lebih fokus dengan penderitaan daripada kebahagiaan dan kegembiraan.  Namun, semua kondisi dari kebahagiaan dan kegembiraan adalah tidak kekal karena semua makhluk adalah sasaran dari penyakit, usia tua dan kematian, dan sebagai hasilnya, semua makhluk, secara tidak terelakkan merupakan sasaran dari dukkha. 

  35. Empat Kebenaran Mulia Sebaliknya, ajaran Buddha sebenarnya realitas karena Buddha telah mengajari kita bagaimana untuk mengatasi atau mengurangi dukkha, dan bagaimana untuk mencapai kebahagiaan abadi dari Nibbana.  By following Jalan Ariya Berunsur Delapan taught by the Buddha, Nibbana can be experienced even in this present lifetime.

  36. Empat Kebenaran Mulia Sebaliknya, ajaran Buddha sebenarnya realitas karena Buddha telah mengajari kita bagaimana untuk mengatasi atau mengurangi dukkha, dan bagaimana untuk mencapai kebahagiaan abadi dari Nibbana.  Dengan mengikuti Jalan Ariya Berunsur Delapan yang diajarkan Buddha, Nibbana dapat dialami bahkan dalam kehidupan sekarang.

  37. Nibbana Tanpa sebelumnya telah mempraktekkan ajaran Buddha dan berada di jalan yang diajarkan Buddha, Nibbana merupakan konsep yang sulit untuk digenggam atau dipahami.  It is like trying to explain colours to the blind, or sound to the deaf.  Conventional language cannot adequately describe Nibbana.  It has to be experienced to be understood.  

  38. Nibbana Tanpa sebelumnya telah mempraktekkan ajaran Buddha dan berada di jalan yang diajarkan Buddha, Nibbana merupakan konsep yang sulit untuk digenggam atau dipahami.  Seperti halnya upaya dalam menjelaskan jenis warna kepada orang buta, atau bunyi kepada orang tuli. Bahasa konvensional tidak cukup menjelaskan Nibbana. Nibbana harus dialami untuk pemahamannya.   

  39. Nibbana Namun, secara singkat, Nibbana adalah keseluruhan lenyapnya nafsu keinginan dan penderitaan. It is achieved by one who has eradicated all aspects of greed, hatred and delusion.  It is a state of permanent bliss and happiness from which there is no more rebirth.  

  40. Nibbana Namun, secara singkat, Nibbana adalah keseluruhan lenyapnya nafsu keinginan dan penderitaan. Nibbana dicapai oleh seseorang yang telah melenyapkan segala aspek dari ketamakan, kebencian dan kebodohan.  It is a state of permanent bliss and happiness from which there is no more rebirth.  

  41. Nibbana Namun, secara singkat, Nibbana adalah keseluruhan lenyapnya nafsu keinginan dan penderitaan. Nibbana dicapai oleh seseorang yang telah melenyapkan segala aspek dari ketamakan, kebencian dan kebodohan.  Nibbana adalah keadaan dari kebahagiaan yang abadi dan kebahagiaan yang darinya tiada lagi kelahiran ulang.  

  42. Jalan Ariya Berunsur Delapan Ucapan Benar Perbuatan Benar Penghidupan Benar Usaha Benar Perhatian Benar Konsentrasi Benar Pemahaman Benar Pikiran Benar

  43. Jalan Ariya Berunsur Delapan Ucapan Benar Perbuatan Benar Penghidupan Benar Usaha Benar Perhatian Benar Konsentrasi Benar Pemahaman Benar Pikiran Benar

More Related