1 / 74

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN. Drs. H. Nur Syahid, MPdI. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer Desakralisasi Ilmu Pengetahuan Pro-Kontra Islamisasi Ilmu Pengetahuan Aksi dari Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Sebuah proses yang panjang. Desakralisasi Ilmu Pengetahuan. Seyyed Hossein Nasr.

sun
Télécharger la présentation

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN Drs. H. Nur Syahid, MPdI

  2. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer Desakralisasi Ilmu Pengetahuan Pro-Kontra Islamisasi Ilmu Pengetahuan Aksi dari Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Sebuah proses yang panjang

  3. Desakralisasi Ilmu Pengetahuan Seyyed Hossein Nasr Syed Muhammad Naquib al-Attas Ismail Raji al-Faruqi

  4. Seyyed Hossein Nasr (1933) • Kritik terhadap Sains Modern yang sekular: • Pandangan sekular tentang alam semesta yang melihat tidak ada jejak Tuhan di dalam keteraturan alam. Alam bukan lagi sebagai ayat-ayat Alah tetapi entitas yang berdiri sendiri. • 2. Alam yang digambarkan secara mekanistis bagaikan mesin dan jam. Alam menjadi sesuatu yang bisa ditentukan dan diprediksikan secara mutlak-yang menggiring kepada munculnya masyarakat industri modern dan kapitalisme. • 3. Rasionalisme dan empirisisme. • 4. Warisan dualisme Descartes yang mengandaikan sebelumnya pemisahan antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui. • 5. Eksploitasi alam sebagai sumber kekuatan dan dominasi. • (Ibrahim Kalin, The philosophy of Seyyed Hossein Nasr, 453).

  5. Desakralisasi Ilmu Pengetahuan • -Desakralisasi filsafat • Desakralisasi kosmos • Desakralisasi sains • Desakralisasi bahasa • Desakralisasi agama

  6. Ismail Raji al-Faruqi (1921-1986) Akar dari kemunduran umat Islam dalam berbagai dimensi karena dualisme sistem pendidikan. Dalam pandangannya mengatasi dualisme sistem pendidikan inilah yang merupakan tugas terbesar kaum Muslimin pada abad ke-15 H. Pada satu sisi, sistem pendidikan Islam mengalami penyempitan dalam pemaknannya dalam berbagai dimensi, sedangkan pada sisi yang lain, pendidikan sekular sangat mewarnai pemikiran kaum Muslimin.

  7. Syed Muhammad Naquib al-Attas (1931) Tantangan terbesar yang dihadapi kaum Muslimin adalah ilmu pengetahuan modern yang tidak netral telah merasuk ke dalam praduga-praduga agama, budaya dan filosofis, yang sebenarnya berasal dari refleksi kesadaran dan pengalaman manusia Barat. Jadi, ilmu pengetahuan modern harus diislamkan.

  8. DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN Syed Muhammad Naquib al-Attas: Westernisasi ilmu telah mengangkat keraguan dan dugaan ke tahap metodologi ‘ilmiah ’ dan menjadikannya sebagai alat epistemologi yang sah dalam keilmuan. Westernisasi ilmu bukan dibangun di atas Wahyu dan kepercayaan agama, tetapi dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, berubah terus menerus.

  9. DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN Syed Muhammad Naquib al-Attas: Ilmu pengetahuan Barat-modern dibangun di atas visi intelektual dan psikologis budaya dan peradaban Barat. (1) Akal diandalkan untuk membimbing kehidupan manusia; (2) bersikap dualistik terhadap realitas dan kebenaran; (3) menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekular; (4) membela doktrin humanisme; dan (5) menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominant dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan.

  10. DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN Syed Muhammad Naquib al-Attas: Wahyu merupakan sumber ilmu tentang realitas dan kebenaran akhir berkenaan dengan makhluk ciptaan dan Pencipta. Wahyu merupakan dasar kepada kerangka metafisis untuk mengupas filsafat sains sebagai sebuah sistem yang menggambarkan realitas dan kebenaran dari sudat pandang rasionalisme dan empirisisme.

  11. DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN Syed Muhammad Naquib al-Attas: “Tanpa Wahyu, ilmu sains dianggap satu-satunya pengetahuan yang otentik (science is the sole authentic knowledge) dan ilmu pengetahuan hanya dikaitkan dengan fenomena. Akibatnya, kesimpulan kepada fenomena akan selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Tanpa Wahyu, realitas yang dipahami hanya terbatas kepada alam nyata ini yang dianggap satu-satunya realitas.”

  12. Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer: S. M. N. Al-Attas Ilmu-ilmu modern harus diperiksa dengan teliti. Ini mencakup metode, konsep, praduga, simbol, dari ilmu modern; beserta aspek-aspek empiris dan rasional, dan yang berdampak kepada nilai dan etika; penafsiran historisitas ilmu tersebut, bangunan teori ilmunya, praduganya berkaitan dengan dunia, dan rasionalitas proses-proses ilmiah, teori ilmu tersebut tentang alam semesta, klasifikasinya, batasannya, hubung kaitnya dengan ilmu-ilmu lainnya serta hubungannya dengan sosial harus diperiksa dengan teliti.

  13. KONTRA ISLAMISASI ILMU FAZLUR MUHSIN ABDUS ABDUL BASSAM RAHMAN MAHDI SALAM KARIM TIBI SORUSH

  14. Kontra atas Islamisasi Ilmu Konsep Ilmu menurut Fazlur Rahman: Ilmu pengetahuan tidak bisa diislamkan karena tidak ada yang buruk di dalam ilmu pengetahuan. Masalahnya hanya dalam menyalahgunakan. Ilmu pengetahuan memiliki dua kualitas, seperti “senjata bermata dua” yang harus digunakan dengan hati-hati dan bertanggung-jawab sekaligus sangat penting menggunakannya secara benar ketika memperolehnya

  15. Kontra Islamisasi Ilmu Pengetahuan Konsep ilmu dalam pandangan Fazlur Rahman adalah relatif. “It is obviously not necessary that a certain interpretation once accepted must continue to be accepted; there is always both room and necessity for new interpretations, and this is, in truth, an ongoing process.” (Islam and Modernity, 145).

  16. Kontra atas Islamisasi Ilmu Abdus Salam: “Hanya ada satu sains universal, problem-problemnya dan bentuk-bentuknya adalah internasional dan tidak ada sesuatu seperti sains Islam sebagaimana tidak ada sains Hindu, sains Yahudi atau sains Kristen.” (There is only one universal science, its problems and modalities are international and there is no such thing as Islamic science just as there is no Hindu science, no Jewish science, nor Christian science)

  17. Kontra atas Islamisasi Ilmu Bassam Tibi: Islamisasi ilmu pengetahuan juga dianggap sebagai pribumisasi (indigenization). Islamisasi ilmu adalah tanggapan dunia ketiga kepada klaim universalitas ilmu pengetahuan Barat. Islamisasi adalah penegasan kembali lokalitas menentang ilmu pengetahuan global yang menginvasi.

  18. KontraatasIslamisasiIlmu Abdul Karim Sorush: Islamisasi ilmu pengetahuan adalah tidak logis atau tidak mungkin (the impossibility or illogicality of Islamization of knowledge). Alasannya, Realitas bukan Islami atau bukan pula tidak Islami. Kebenaran untuk hal tersebut bukan Islami atau bukan pula tidak Islami. Oleh sebab itu, Sains sebagai proposisi yang benar, bukan Islami atau bukan pula tidak Islami. Para filosof Muslim terdahulu tidak pernah menggunakan istilah filsafat Islam. Istilah tersebut adalah label yang diberikan oleh Barat (a western coinage).

  19. Kontra atas Islamisasi Ilmu Abdul Karim Sorush: (1) metode metafisis, empiris atau logis adalah independent dari Islam atau agama apa pun. Metode tidak bisa diislamkan; (2) Jawaban-jawaban yang benar tidak bisa diislamkan. Kebenaran adalah kebenaran dan kebenaran tidak bisa diislamkan; (3) Pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah yang diajukan adalah mencari kebenaran, sekalipun diajukan oleh Non-Muslim; (4) Metode yang merupakan presupposisi dalam sains tidak bisa diislamkan.

  20. Sains Sakral Kebenaran ada dalam semua tradisi Konsep Manusia Intelek dan Rasio

  21. Hikmah Abadi • menolak pandangan hidup filsafat modern yang relatifistik, positivistik dan rasionalistik. • menegaskan titik-temu agama-agama.

  22. Menegaskan Titik-Temu Agama-Agama (Hikmah Abadi) René Guénon Primordial Tradition Religio Perennis Religion of the Heart Sophia Perennis/ al-Hikmah al-Khalidah/ Sanatana Dharma Frithjof Schuon Scientia Sacra Seyyed Hossein Nasr

  23. René Guénon: • Ilmu yang utama adalah ilmu tentang spiritual. Ilmu yang lain harus dicapai juga, namun ilmu tersebut hanya akan bermakna dan bermanfaat jika dikaitkan dengan ilmu spiritual. • Substansi dari ilmu spiritual bersumber dari supranatural dan transendent. Ilmu tersebut adalah universal. Oleh sebab itu, ilmu tersebut tidak dibatasi oleh suatu kelompok agama tertentu. Ia adalah milik bersama semua Tradisi Primordial. • Perbedaan teknis yang terjadi merupakan jalan dan cara yang berbeda untuk merealisasikan Kebenaran. Perbedaan tersebut sah-sah saja karena setiap agama memiliki kontribusinya yang unik untuk memahami Realitas Akhir.

  24. Tokoh Utama Filsafat Perennial • Rene Guénon: • Semua agama memiliki kebenaran dan bersatu pada level kebenaran • Whoever understands the unity of traditions…, is necessarily… unconvertible to anything. • There is in it nothing that implies the superiority of one traditional form –in itself- over another, but merely what one could call reasons of spiritual convenience.

  25. Seyyed Hossein Nasr: Makna Islam Islam merujuk kepada dua makna. Pertama, Islam yang bermakna kepada agama yang diwahyukan melalui al-Qur’an. Kedua, Islam dalam makna yang lebih umum, yaitu bermakna agama saja. (In a particular sense Islam refers to the religion revealed through the Quran but in a more general sense it refers to religion as such). « Muslim » mengandung tiga level makna yang berbeda. Pertama siapa saja yang menerima wahyu Tuhan adalah seorang ‘Muslim ‘ dalam makna yang paling universal, terlepas apakah dia itu seorang Mulim, Kristen, Yahudi, Majusi ataupun Hindu. Kedua, ‘Muslim’ bermakna seluruh makhluk di alam semesta yang menerima Hukum Tuhan yang di dunia Barat dikenal dengan ‘hukum alam’. Ketiga, ‘Muslim’ bermakna yang merujuk kepada para wali dan inilah makna yang paling tinggi.

  26. Seyyed Hossein Nasr Agama-Agama Samawi “Tuhan tidak mengirim kebenaran-kebenaran yang berbeda kepada para Nabi-Nya yang banyak tetapi ungkapan-ungkapan dan bentuk-bentuk yang berbeda dari kebenaran mendasar tentang Tauhid. Nabi Ibrahim as merupakan simbol kesatuan tradisi Yahudi, Kristen dan Islam, dimana anggota-anggota komunitas Ibrahim (Abrahamic community) berasal. Yahudi, Kristen dan Islam berasal dari tradisi Ibrahim (Abrahamic tradition). Yahudi dianggap sebagai tradisi pertama tradisi Ibrahim.” “Islam merupakan manifestasi ketiga dari tradisi Ibrahim.” (…the third great manifestation of the Abrahamic tradition, after Judaism and Christianity).

  27. Seyyed Hossein Nasr mensejajarkan Islam dengan agama Yahudi dan Kristen sebagai satu kelompok agama yang bersumber kepada kepercayaan agama Ibrahim, yang ketiga-tiganya berasal dari Allah melalui Nabi Musa as, ‘Isa as dan Muhammad saw. Padahal, hanya ada satu agama yang berasal dari agama Ibrahim, yaitu agama Islam, yang dulunya dikenal dengan Din al-Fitrah. Jadi, Islam bukanlah agama yang terakhir (the ‘last religion’), setelah agama Yahudi dan Kristen. Namun, Islam adalah satu-satunya agama samawi yang asli yang diturunkan kepada manusia untuk setiap masa dan tempat. Islam adalah satu-satunya agama wahyu. Islam adalah satu-satunya agama samawi yang dibawa oleh semua nabi-nabi terdahulu, baik nabi Ibrahim, Musa ataupun ‘Isa. Dengan datangnya Muhammad saw, agama samawi ini akhirnya disahkan Allah sebagai agama-Nya dengan nama Islam. Agama Yahudi dan Kristen bukanlah termasuk agama samawi. Keduanya adalah agama budaya.

  28. وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُون Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (Al-Anbiya 21: 25).

  29. كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيم Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi Keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang Telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, Karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Al-Baqarah 2: 213).

  30. Allah berfirman yang artinya: Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang Telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Al-Nahl: 16: 36) وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

  31. Allah berfirman: Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian. terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu. (Al-Maidah 48) وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

  32. وأنّ هذا صراطى مستقيما فاتّبعوه ولا تتّبعوا السبل فتفرّق بكم عن سبيله • Allah mengingatkan "Bahwa ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya" (Q.s. al-An'am: 153).

  33. Allah berfirman: وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata.“ (Al-Saff: 6)

  34. Jalaluddin Rahmat: Dalam pandangan Muthathhari, yang dimaksud dengan Islam adalah kepasrahan kepada al-Haqq, Kebenaran atau Allah, dan bukan agama terakhir yang dibawa Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, siapa saja yang berserah diri pada Kebenaran, yang ia temukan dalam perjalanan hidupnya, kemudian ia memberikan komitmen total kepadanya, ia telah menganut din yang benar. Tidak jadi soal apakah kebenaran yang diyakininya itu Islam atapun agama lainnya.

  35. Al-Baydawi, Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil: لا دين مرضي عند الله سوى الإسلام ، وهو التوحيد والتدرع بالشرع الذي جاء به محمد صلى الله عليه وسلم Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’an al-Azim, وقوله: { إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ } إخبار من الله تعالى بأنه لا دين عنده يقبله من أحد سوى الإسلام، وهو اتباع الرسل فيما بعثهم الله به في كل حين، حتى ختموا بمحمد صلى الله عليه وسلم، الذي سد جميع الطرق إليه إلا من جهة محمد صلى الله عليه وسلم، فمن لقي الله بعد بعثته محمدًا صلى الله عليه وسلم بدِين على غير شريعته، فليس بمتقبل.

  36. Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya al-Tafsir al-Kabir menyatakan bahwa kata Islam memiliki makna syara‘ yaitu keimanan. Fakhruddin al-Razi mendasarkan pada ayat 19 dan 85 dari surat al-Imran. Pertama, ayat 19 dari surat Ali Imran bermakna agama yang diterima Allah hanyalah Islam. Seandainya keimanan bukan Islam, niscaya keimanan tidak akan menjadi agama yang diterima oleh Allah, dan itu adalah salah. Kedua, ayat 85 dari surat Ali Imran. Sekiranya iman bukan Islam, pastilah keimanan bukan menjadi agama yang diterima Allah ta’ala. Jika disebutkan ayat al-Hujurat ayat 14: قالت الأعراب ءامنّا قل لم تؤمنوا ولكن قولوا أسلمنا “Orang-orang Arab Badui berkata: Kami telah beriman. Katakanlah kepada mereka, Kamu belum beriman, tetapi katakanlah kami telah tunduk,” untuk menunjukkan bahwa Islam bukanlah iman, maka sebenarnya maksud ayat tersebut adalah kamu belum tunduk di dalam jiwa dan batin akan tetapi katakanlah kami telah tunduk secara lahiriah (lam tuslimu fi al-qalb wa al-batin, wa lakin qulu aslamna fi al-zahir).

  37. Muhammad al-Tahir ibn Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir, dalam Surat Ali Imran 19: والإسلام علم بالغلبة على مجموع الدِّين الذي جاء به محمد صلى الله عليه وسلم (nama sesuatu yang sudah terang menjadi totalitas agama yang dibawa oleh Muhammad saw).

  38. Gagasan menyamakan kebenaran agama juga dibangun di atas sebuah asumsi bahwa agama-agama memiliki ”Tuhan yang sama.” Gagasan kesamaan Tuhan adalah keliru karena sebenarnya masing-masing agama memiliki konsep Tuhan yang ekslusif atau berbeda satu sama lain. Jadi, gagasan titik-temu agama-agama pada level esoteris pun terdapat perbedaan mendasar antara Islam dengan agama-agama lain. Sekedar memercayai adanya Tuhan tidaklah cukup dalam Islam. Iblis juga memercayai adanya Tuhan. Jadi, memercayai Tuhan akan salah, jika tidak tunduk kepada-Nya dengan cara, metode, jalan dan bentuk yang dipersetujui oleh-Nya seperti yang ditunjukkan oleh para rasul yang telah di utus-Nya. Jika hanya mengakui-Nya namun mengingkari cara, metode, jalan dan bentuk yang dipersetujui-Nya, maka seseorang itu akan disebut kafir karena ia tidak benar-benar berserah diri kepada-Nya. Iblis yang mempercayai Tuhan yang satu, mengakui-Nya sebagai pencipta alam semesta, masih juga di sebut kafir disebabkan pengingkaran kepada perintah-Nya. Jadi, memahami dan mengakui Tuhan harus dengan mengikuti perintah, bentuk cara, jalan-Nya.

  39. Sains Sakral • Rasio dan Intelek Dimensi esoteris dan eksoteris yang inheren dalam agama berasal dari dan diketahui melalui lntelek. Meister Eckhart, akar intelek adalah Ilahi, karena intelek adalah increatus et increabilis. Secara psikologis, ego manusia terkait dengan badan (body), otak (brain) dan hati (heart). Jika badan diasosiasikan dengan eksistensi fisik, otak dengan fikiran (mind), maka hati (heart) dengan Intelek. Jika dikaitkan dengan realitas, maka Intelek dapat diasosiasikan dengan Esensi Tuhan (Yang Satu) dan langit (alam yang menjadi model dasar) sedangkan fikiran dan badan meliputi dunia fisik, terrestrial. Intelek sangat penting karena otak dan badan di bawah kendali, dan berasal dari Intelek.

  40. Intelek adalah pusat manusia (the centre of human being), yang bersemayam di dalam hati. Kualifikasi intelektual harus didampingi dengan kualifikasi moral. Jika tidak, maka secara spiritual, Intelek tidak akan berfungsi. Hubungan antara ‘intelektualitas’ dan ‘spiritualitas’ adalah bagaikan hubungan antara pusat dan pinggiran. Intelektualitas menjadi spiritualitas ketika manusia sepenuhnya, bukan Intelektualitasnya saja, hidup di dalam kebenaran.

  41. Intelek lebih tinggi dari rasio karena jika rasio itu menyimpulkan sesuatu berdasarkan kepada data, maka mental berfungsi karena eksistensi intelek. Rasio hanyalah media untuk menunjukkan jalan kepada orang buta, bukan untuk melihat. Sedangkan Intelek, dengan bantuan rasio, terungkap dengan sendirinya secara pasti. Selain itu, Intelek dapat menggunakan rasio untuk mendukung aktualisasinya.

  42. Di dunia fisik, Intelek terbagi menjadi fikiran (mind) dan badan (body). Namun, hanya di dunia fisik Intelek terbagi. Di alam langit yang menjadi model dasar, atau di dalam Ide Plato, fikiran dan badan merupakan makna yang tidak dibedakan: Fikiran adalah eksistensi dan eksistensi adalah fikiran.

  43. Manusia memahami kebenaran melalui intuisi. Sebagai sebuah daya, Intelek adalah dasar bagi intuisi. Intuisi intelek membedakan antara yang ril dan ilusi, antara wujud yang wajib dan wujud yang mungkin. Implikasinya, ada realitas transenden diluar dunia bentuk.Jadi, dengan Intelek, manusia mengetahui bahwa Realitas dapat dibagi menjadi dua, Absolut dan relatif, Ril dan ilusi, Yang Harus dan mungkin, yang esoteris dan eksoteris.

  44. Sumber dari kepastian logika dan matematika dallam fikiran manusia dan hukum-hukum tersebut berkorespondensi dengan aspek-aspek realitas objektif karena bersumber dari Intelek ilahi yang refleksi di dalam dataran manusia merangkum keyakinan, koherensi dan keteraturan hukum-hukum logika dan matematika yang mana pada saat yang sama, adalah sumber dari keteraturan objektif dan harmoni yang mana aakala manusia mampu untuk mengkaji melalui hukum-hukum tersebut.Hukum-hukum logika berakar di dalam Ilahi dan memiliki realitas ontologis. Hukum-hukum logika tersebut merupakan ilmu pengetahuan prinsip yang secara tradisional diasosiakan dengan hikmah. Sayangnya, perspektif hikmah pada zaman modern dan desakralisasi ilmu bukan hanya telah mengabiakan teologi alami namun juga telah menceraikan logika dna matematika dara yang sakral dana mereka telah digunakan sebagai alat-alat utama untuk sekularisasi dan proses pengetahuan.

  45. Dalam sains sakral, iman tidak terpisah dari ilmu dan intelek tidak terpisah dari iman. (credo ut intelligam et intelligo ut credam). Rasio merupakan refleksi dan ekstensi dari Intellek. Ilmu pengetahuan pada akhirnya terkait dengan Intelek Ilahi dan Bermula dari segala yang sakral.

  46. Makna Metafisis dalam Penemuan Sains Kesadaran manusia yang non-fisis Eugene Wigner, salah seorang penemu mekanika quantum menyebut consciousness the first absolute reality and outward reality secondary reality. David Bohm, seorang fisikiawan menyatakan “implicate order.” Begitu juga pendapat para fisikiawan terkemuka seperti Erwin Schrodinger, Carl Friedrich von Weizacker, Wigner, dan lainnya. Dalam ekologi, hipotesa Gai yang memandang bahwa bumi bukan sesuatu kompleks yang mati, tetapi sebagai a living being which itself controls the condition of various elements such air, associated with life, is impregnated eith metaphysical significance. Dalam neurologi, menolak pendapat bahwa akal manusia dapat diredusri menjadi mesin yang kompleks atau tingkah laku yang diterministik.

  47. Seyyed Hossein Nasr Menolak sekularisasi dan desakralisasi ilmu pengetahuan Mengartikulasikan kembali warisan S & T Islam sebagai contoh Islamisasi S & T modern Saintis Muslim terdahulu mengadaptasikan S & T kuno dan menyesuaikanya dengan pandangan alam/hidup Islam untuk menciptakan S & T yang Islami.

  48. Seyyed Hossein Nasr: An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines: Conceptions of Nature and Methods Used for its Study by the Ikhwan al-Shafa, al-Biruni and Ibn Sina (1964) Science and Civilization in Islam (1968) Islamic Science: An Illustrated Study (1976) Knowledge and the Sacred (1981) Man and Nature (1987) The Need for a Sacred Science (1993)

  49. Seyyed Hossein Nasr Tawhid digunakan sebagai dasar untuk integrasi alam tabi’i (natural world) Alam tabi’i sebagai tanda kepada Realitas Absolut Mengimani kepada multi-eksistensi seperti alam tabi’i, alam yang tidak tampak, dll.

More Related