1 / 11

analisis biaya dan manfaat

akuntansi biaya

Télécharger la présentation

analisis biaya dan manfaat

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Vol. 2 No.2, Juli – Desember 2014 ISSN: 2303-2235 ANALISIS BIAYA (COST) DAN MANFAAT (BENEFIT) DALAM PENENTUAN KEBIJAKAN KREDIT DAN PIUTANG DAGANG Miswanto Program Studi Manajemen STIE YKPN Yogyakarta ABSTRACT In conducting credit sales, account receivables that generated be made appropriate policy cause trade-off between the cost and benefits. Usually, if there are additional benefits of the policy will be accompanied the additional cost. Policy credits and account receivables will be declared good for the company if the costs incurred are lower than the benefits gained. Due to these problems, this article provides a quantitative analysis of the cost and benefits that considered by the company in making policy credits and account receivables. The analysis of costs and benefits are considered in policy credit and account receivables related to the relaxing of credit standards, the credit period, the policy of of cash discount, and last, accounts receivable policy that allows for bad-debt losses. Keywords: accounts receivable, costs, benefits, credit, period, discount, and losses. PENDAHULUAN Selain secara tunai, penjualan barang dan atau jasa dapat dilakukan secara kredit. Kebanyakan perusahaan dalam memasarkan barang dan atau jasa memasuki pasar persaingan yang sangat ketat. Ketatnya persaingan tersebut sering mengarah pada saling berlomba memanjakan layanan ke konsumen dan pelanggan. Selain menjual barang atau jasa yang berkualitas dan harga yang dapat bersaing, upaya memanjakannya juga dengan mereka melakukan penjualan secara kredit, yaitu ketika terjadi transaksi jual beli barang atau jasa, pembeli tidak langsung melakukan pembayaran, melainkan dilakukan di waktu (hari, minggu, bulan, tahun) kemudian. Selain pertimbangan adanya persaingan yang sangat ketat, penjualan kredit dilakukan oleh perusahaan karena: 1) daya beli masyarat yang kurang baik, 2) kelaziman, dan 3) penawaran barang atau jasa secara umum melebihi daripada permintaannya. Daya beli kurang karena uang yang tersedia pada calon pembeli tidak memadai untuk melakukan transaksi tunai, dan karena itu mereka akan mampu beli jika membelinya secara kredit. Kelaziman terjadi apabila para pembeli yang ada adalah pedagang atau distributor, yaitu umumnya mereka membeli barang atau jasa secara kredit. Kondisi penawaran melebihi permintaanya menjadikan pensuplai barang atau jasa menjual secara kredit agar calon pembeli lebih tertarik untuk membelinya. penerimaan kas langsung ke perusahaan dan penjualan kredit menimbulkan piutang pada pelanggan (customer), dan umumnya berupa piutang dagang. Piutang dagang adalah kredit yang diberikan perusahaan kepada para pelanggannya, yang biasanya didasarkan atas kepercayaan dan tidak menggunakan perjanjian formal. Dalam pemberian piutang dagang, perusahaan dapat memetik manfaat (benefit) yaitu penjualan barang atau jasa meningkat. Para pembeli dan pelanggan akan lebih tertarik kalau ditawari barang secara kredit, apalagi tidak dibebani bunga, maka piutang dagang dapat meningkatkan penjualan, dan pada akhirnya peningkatkan laba. Di sisi lain, adanya piutang dagang dapat menimbulkan biaya (cost), misalnya berupa: biaya kesempatan (opportunity cost), piutang tidak tertagih, dan potongan tunai Penjualan tunai mengakibatkan adanya dagang yang akan ditimbulkan harus dibuat kebijakan yang tepat karena setiap ada piutang dagang akan menimbulkan dua hal yang saling berlawanan (trade-off) yaitu biaya dan manfaat, atau sering disebut trade-off antara risk dan return (Weston and Copeland, 1986; Horne and Wachowicz, 2001) Biasanya, apabila ada tambahan Dalam melakukan penjualan kredit, piutang IARN (iarn.detikjogja.com) 41

  2. Indonesia Accounting Research Journal | Vol. 2 No. 1, Januari – Juni 2014 manfaat dari suatu kebijakan piutang dagang akan disertai pula adanya tambahan biaya. Kebijakan kredit dan piutang dagang akan dinyatakan baik bagi perusahaan apabila biaya yang ditimbulkan lebih rendah daripada manfaat yang diperoleh. Sebaliknya kebijakan piutang akan tidak baik bagi perusahaan apabila biaya yang ditimbulkan melebihi manfaat yang akan diperoleh. Sehubungan dengan adanya masalah tersebut, dalam artikel ini, penulis akan membahas analisis kuantitatif biaya dan manfaat yang sekiranya dapat menjadi pertimbangan perusahaan dalam membuat kebijakan kredit dan piutang dagang. Urut-urutan pembahasannya, pertama, faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam kebijakan kredit dan piutang dagang. Kedua, pemberian contoh kasus analisis biaya dan manfaat terhadap kebijakan pelonggaran standar kredit. Ketiga, pemberian contoh kasus analisis biaya dan manfaat terhadap pelonggaran periode kredit. Keempat, pemberian contoh kasus analisis biaya dan manfaat terhadap pemberian potongan tunai/kas. Kelima (terakhir), pemberian contoh kasus analisis biaya dan manfaat terhadap kemungkinan adanya piutang yang tidak tertagih. penjualan kredit. Apabila standar kreditnya dilonggarkan, yang berarti kualitas calon pembeli dilonggarkan, akan berdampak penjualandan dan laba meningkat, tetapi periode pengumpulan piutang lebih lambat dan adanya kemungkinan timbul piutang tidak tertagih. Kualitas pembeli tersebut adalah terkait dengan analisis kemampuan melunasi kewajiban dari calon pembeli atau pelanggan yang akan diberi kredit. dan 5C, yang mana kerangka tersebut adalah diambil dari pemberian kredit di perbankan. 3R adalah return, repayment capacity, dan risk-bearing. Return berkaitan dengan hasil yang diperoleh dari pembelian kredit yang diminta, apakah kredit tersebut dapat menghasilkan return (pendapatan) yang memadai untuk melunasi utang. Repayment capacity berkaitan dengan kemampuan calon pembeli barang mengembalikan utangnya di saat jatuh tempo. Risk-bearing ability berkaitan dengan kemampuan pembeli barang atau jasa menanggung risiko kegagalan atau ketidakpastian yang berkaitan dengan penggunaan barang atau jasa yang dibeli secara kredit tersebut (Hanafi, 2006). Dalam pemberian kredit, ada kerangka 3R FAKTOR DALAM PIUTANG DAGANG Dalam pengadaan piutang, perusahaan harus menyediakan dana yang diinvestasikan pada piutang tersebut. Selain dipengaruhi oleh keadaan perekonomian, penentuan harga jual, dan kualitas produk, tingkat investasi dalam piutang dagang dipengaruhi kebijakan kredit. Kebijakan kredit adalah merupakan perihal yang dapat dipengaruhi atau dapat dikontrol oleh manajer keuangan. Dengan demikian, manajer keuangan perlu memperhatikan faktor-faktor yang sekiranya dapat dipertimbangkan dalam membuat kebijakan kredit yang terkait dengan piutang dagang. Faktor-faktor tersebut adalah 1) standar kredit, 2) panjang periode kredit, 3) potongan tunai/kas, dan 4) program pengumpulan piutang (Horne and Wachowicz, 2001). Keempat faktor tersebut akan berpengaruh tehadap 1) periode pengumpulan piutang dan 2) kerugian piutang tidak tertagih. Hubungan antara keempat faktor, periode pengumpulan, dan kerugian piutang tidak tertagih dapat di lihat pada Gambar 1. YANG KEBIJAKAN DIPERTIMBANGKAN KREDIT collateral, dan condition (Weston and Copeland, 1986; Brealey et al, 1991).Character menunjukkan kemampuan pembeli kredit yang terkait dengan sifat dan watak untuk memenuhi kewajibannya. Capacity adalah kemampuan pembeli kredit untuk melunasi kewajiban utangnya, melalui pengelolaan usahanya dengan efektif dan efisien. Capital adalah posisi keuangan pembeli kredit secara keseluruhan. Collateral adalah aset yang dijaminkan untuk pembelian kreditnya. Condition adalah sejauh mana kondisi perekonomian kemampuan mengembalian utangnya (Hanafi, 2006). Pelonggaran standar kredit memang akan meningkatkan penjualan, akan tetapi menimbulkan peningkatan risiko, karena: a) penerimaan piutang yang berisiko tinggi dapat meningkatkan risiko piutang tidak tertagih, dan b) realisasi waktu periode kredit menjadi lebih meningkatkan saldo piutang dan mengurangi perputaran piutang, yang akhirnya menimbulkan biaya kesempatan yang semakin tinggi. 5C adalah character, capacity, capital, DAN akan mempengaruhi panjang dan dapat lamanya periode kredit yang diberikan kepada calon pembeli. Periode kredit sering juga disebut term of Faktor kedua, panjang periode kredit adalah kualitas pembeli yang akan diberi kredit melalui Faktor pertama: standar kredit terkait dengan 42 IARN (iarn.detikjogja.com)

  3. Miswanto sales (Brealey et al, 1991). Apabila periode kredit ditentukan 30 hari (n=30) menunjukkan bahwa pembeli diberi kelonggaran membayar sampai dengan hari ke 30. Apabila dibuat kebijakan periode kredit diperlonggar menyebabkan penjualan dan laba meningkat. Peningkatan laba tersebut disebabkan banyak calon pembeli yang akan tertarik membeli. Pelonggaran tersebut akan meringankan calon pembeli di dalam membayar utangnya. Di samping adanya manfaat, pelonggaran periode kredit menyebabkan periode pengumpulan piutang juga lebih lama. Hal ini dapat menyebabkan investasi pada piutang meningkat, dan pada akhirnya biaya kesempatan juga meningkat. demikian, jumlah uang yang diterima dalam waktu yang lebih cepat, ada peluang uang tersebut segera dimanfaatkan sehingga kesempatan untuk mendapat manfaat keuntungan lebih cepat. piutang adalah program yang dibuat perusahaan untuk penagihan piutang. Program pengumpulan piutang merupakan prosedur untuk pengumpulan dan pemonitoran piutang (Brealey et al, 1991). Cara melakukan penagihan piutang dapat dilakukan dengan membuat surat penagihan, menagih melalui emai, telpon, dan ketemu langsung. Program ini sejalan dengan konsep manajemen kas yang berkaitan dengan pengumpulan kas. Apabila perusahaan dapat menciptakan pengumpulan piutang yang baik, maka dapat membantu manajemen kas yang berupaya kas masuk diperoleh secepat mungkin. Piutang yang masih ada di pelanggan menunjukkan dana yang tidak produktif atau nganggur. Apabila, piutang segera tertagih atau terkumpul, maka kas dari hasil penagihan piutang segera dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk keperluan yang lebih produktif. Program pengumpulan piutang harus dilaksanakan hati-hati. Meskipun mempunyai dampak piutang segera terkumpul, apabila program tersebut tidak dilakukan dengan hati-hati menyebabkan para pelanggan marah, tersinggung, dan merasa tidak dipercaya (Brigham dan Ehrhardt, 2005) Faktor keempat, program pengumpulan adalah pemberian potongan kas apabila pembeli membayar lebih cepat dari periode kredit yang ditentukan. Misalnya ada kebijakan dengan termin kredit 2/10 net 30. Net 30 menunjukkan periode kredit 30, dan 2/10 menunjukkan apabila membayarnya paling lambat pada hari ke 10, pembeli akan mendapat potongan kas sebesar 10 persen, dan membayar penuh jika membayarnya melewati hari ke 10. Pemberian potongan tunai ini akan menarik para pembeli untuk membayar pada periode potongan agar dapat menikmati potongan kas. Apabila pelanggannya perusahaan yang memberikan potong tunai banyak yang tertarik, jumlah uang yang diterima perusahaan menjadi berkurang daripada yang semestinya. Namun Faktor ketiga, potongan tunai atau kas program Gambar 1: Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Kebijakan Piutang Dagang (Horne dan Wachowicz, 2008) IARN (iarn.detikjogja.com) 43

  4. Indonesia Accounting Research Journal | Vol. 2 No. 1, Januari – Juni 2014 kredit diperkirakan akan menghasilkan periode pengumpulan rata-rata 2 (dua) bulan untuk pelanggan baru. Pelanggan yang sudah ada diharapkan tidak mengubah kebiasaannya yakni tetap membayar dalam periode waktu rara-rata 1 (satu) bulan. Pelonggaran standar kredit diharapkan meningkatkan volume penjualan 30%, yaitu menjadi Rp39.000.000.000 per tahun (naik Rp9.000.000.000 atau 9.000.000 unit). Biaya kesempatan (opportunity cost) karena peningkatan jumlah investasi pada piutang dagang adalah 10%. Berdasar data yang dicontohkan tersebut di atas, biaya dan manfaat dari kebijakan pelonggaran standar kredit tersebut dapat dianalisis atau dihitung. Hasil analisis perhitungan biaya dan manfaat adanya pelonggaran standar kredit secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. PELONGGARAN STANDAR KREDIT Dalam penentuan kebijakan kredit dan piutang dagang, perusahaan harus memperhatikan adanya trade-off antara biaya dan manfaat, yang berupa biaya kesempatan dan profitabilitas. Biaya kesempatan adalah berupa return sebelum pajak yang minimum harus dicapai (yang disyaratkan). Apabila dana yang diinvestasikan pada piutang dagang diinvestasikan di tempat lain dengan mendapatkan keuntungan 10% berarti biaya kesempatan pada investasi di piutang dagang sebesar 10%. Pelonggaran standar kredit akan meningkatkan penjualan dan laba dari penerimaan piutang yang berisiko tinggi (Weston and Copeland, 1986; Horne dan Wachowicz, 2008). Menurut Brigham dan Ehrhardt (2005), standar kredit diturunkan atau dilonggarkan akan meningkatkan penjualan, tetapi juga akan meningkatkan kerugian piutang tidak tertagih. Keputusan yang diambil dalam rencana pelonggaran standar kredit tergantung pada profitabilitas dari tambahan penjualan yang diharapkan dan biaya kesempatan yang timbul dari tambahan investasi dalam piutang dagang. Apabila profitabilitas dari tambahan penjualan yang diharapkan lebih tinggi daripada biaya kesempatan yang timbul dari tambahan investasi dalam piutang dagang, perusahaan dapat memutuskan untuk melakukan pelonggaran standar kredit, dan berlaku sebaliknya. Keputusan yang optimal adalah pelonggaran standar kredit dapat diteruskan sampai dengan profitabilitas dari tambahan penjualan yang diharapkan minimal sama dengan biaya kesempatan (opportunity cost) yang timbul dari tambahan investasi piutang dagang yang diperlukan untuk menghasilkan tambahan penjualan. pelonggaran standar kredit berupa return sebelum pajak yang disyaratkan dari tambahan investasi pada piutang dagang yaitu sebesar Rp90 juta. Manfaat yang diperoleh dari pelonggaran standar kredit adalah berupa profitabilitas dari tambahan penjualan yaitu sebesar Rp3.600.000.0000. Berdasar analisis biaya dan manfaat, keputusan yang diambil adalah perusahaan akan melakukan pelonggaran standar kredit karena profitabilitas tambahan penjualan lebih tinggi daripada return yang disyaratkan dari tambahan piutang dagang. Namun perlu di ketahui bahwa analisis ini belum mempertimbangkan kemungkinan timbulnya piutang tidak tertagih yang terjadi karena adanya persetujuan terhadap kredit yang lebih berisiko. Pada Tabel 1, biaya yang ditimbulkan dari PELONGGARAN PERIODE KREDIT Termin kredit menunjukkan panjangnya jangka waktu periode kredit dan potongan tunai yang diberikan apabila dilakukan pembayaran lebih awal oleh pelanggan (Marsh, 1995). Periode kredit adalah total jangka waktu kredit bagi pelanggan untuk membayar utangnya (Weston and Copeland, 1986; Horne dan Wachowicz, 2008; Brigham dan Ehrhardt, 2005). Misalnya, suatu perusahaan memberikan termin kredit 2/10, n/30. Termin 2/10 berarti potongan tunai sebesar 2% dari jumlah piutang bruto, yang akan diberikan apabila pelanggan membayar tagihan dalam waktu 10 hari sejak tanggal faktur. Termin n/30 berarti apabila potongan tunai tidak dimanfaatkan, pelanggan membayar penuh paling lambat pada waktu jatuh tempo yaitu 30 hari sejak tanggal faktur. produknya dengan harga jual Rp1.000 per unit. Biaya variabel per unit sebesar Rp600 (termasuk biaya departemen kredit) sehingga rasio biaya variabel terhadap harga sebesar 60%. Laba kontribusi per unit adalah Rp400, berasal dari Rp1.000 - Rp600, sehingga rasio laba kontribusi sebesar 40%, yaitu dari Rp400 dibagi dengan Rp1.000. Perusahaan saat ini berproduksi jauh di bawah kapasitas normal, sehingga kenaikkan penjualan diasumsikan tidak akan menambah total biaya tetap. Volume penjualan saat ini adalah Rp30.000.000.000 atau 30.000.000 unit per tahun. Sebagai contoh, perusahaan menjual Apabila perusahaan melakukan pelonggaran 44 IARN (iarn.detikjogja.com)

  5. Miswanto Tabel 1 Analisis Biaya dan Manfaat dalam Pelonggaran Standar Kredit Perputaran piutang dagang dari pelanggan baru = 1 tahun / periode pengumpulan piutang dagang pelanggan baru= = 12 bulan / 2 bulan= 6 kali Tambahan piutang dagang dari pelanggan baru = Tambahan penjualan / perputaran piutang pelanggan baru = Rp9.000.000.000 / 6 kali= Rp1.500.000.000 Tambahan investasi dari tambahan piutang dagang = Rasio biaya variabel x Tambahan piutang dagang = 60% x Rp1.500.000.000= Rp900.000.000 Return sebelum pajak yang disyaratkan dari tambahan investasi dalam piutang dagang = Persentase biaya kesempatan x Tambahan investasi dalam piutang dagang = 10% x Rp900.000.000= Rp90.000.000 Profitabilitas tambahan penjualan = Rasio laba kontribusi x Tambahan penjualan = 40% x Rp9.000.000.000= Rp3.600.000.000 kredit dengan memperpanjang periode kredit dengan harapan dapat menaikkan volume penjualan. Peningkaan volume penjualan tersebut disebabkan para pelanggan akan tertarik melakukan pembelian karena membayar perlunasan utangnya lebih ringan dengan periode kredit yang lebih longgar. Dalam hal ini, terjadi trade-off antara manfaat yang berupa profitabilitas dari tambahan penjualan dan biaya yang berupa return yang disyaratkan dari tambahan investasi dalam piutang dagang. Perusahaan dapat melakukan pelonggaran ada berubah dari 1 bulan menjadi 2 bulan. Pelonggaran periode kredit menaikkan volume penjualan sebesar Rp4.200.000.000 dan pelanggan baru ini juga membayar rata-rata dalam waktu 2 (duan) bulan. Untuk menyederhanakan masalah dalam contoh ini tidak ada pelanggan yang memanfaatkan potongan kas dan tidak ada risiko berupa piutang tidak tertagih. Berdasar data yang dicontohkan tersebut di atas, biaya dan manfaat dari kebijakan pelonggaran periode kredit tersebut dapat dianalisis atau dihitung. Hasil analisis perhitungan biaya dan manfaat adanya pelonggaran periode kredit selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4. Total tambahan investasi dalam piutang dagang terdiri dari 2 bagian yaitu tambahan investasi dalam piutang dagang yang berasal dari pelanggan lama (Tabel 2) dan dari pelanggan baru (Tabel 3). Tabel 4 adalah gabungan dari Bagian 1 dari Tabel 2 dan Bagian 2 dari Tabel 3. produknya dengan harga jual Rp1.000 per unit. Biaya variabel per unit sebesar Rp700 (termasuk biaya departemen kredit) sehingga rasio biaya variabel sebesar 70%. Laba kontribusi per unit adalah Rp300, berasal dari Rp1.000 - Rp700, sehingga rasio laba kontribusi sebesar 30%. Perusahaan saat ini berproduksi jauh di bawah kapasitas normal, sehingga kenaikkan penjualan diasumsikan tidak akan menambah total biaya tetap. Volume penjualan saat ini adalah Rp30.000.000.000 atau 30.000.000 unit per tahun. Sebagai contoh, perusahaan menjual periode kredit dari termin 2/10, n/30 menjadi termin 2/10, n/60 mengakibatkan periode pengumpulan piutang dagang rata-rata dari pelanggan yang sudah Apabila perusahaan melakukan pelonggaran IARN (iarn.detikjogja.com) 45

  6. Indonesia Accounting Research Journal | Vol. 2 No. 1, Januari – Juni 2014 Tabel 2: Bagian I, Tambahan Investasi dalam Piutang Dagang karena Semakin Lambatnya (n/30 menjadi n/60) Pengumpulan Piutang Dagang dari Pelanggan Lama Penjualan mula-mula Rp30.000.000.000 Perputaran piutang dari pelanggan lama sebelum terjadi pelonggaran periode kredit = 1 tahun / periode pengumpulan piutang dagang pelanggan lama = 12 bulan / 1 bulan= 12 kali Tingkat piutang dagang dari pelanggan lama sebelum terjadi pelonggaran periode kredit = Penjualan kredit tahunan / perputaran piutang pelanggan lama = Rp30.000.000.000 / 12 kali= Rp2.500.000.000 Perputaran piutang dari pelanggan lama setelah terjadi pelonggaran periode kredit = 1 tahun / periode pengumpulan piutang dagang pelanggan lama = 12 bulan / 2 bulan= 6 kali Tingkat piutang dagang dari penjualan mula-mula setelah terjadi pelonggaran periode kredit = Penjualan kredit tahunan / perputaran piutang pelanggan lama = Rp30.000.000.000 / 6 kali= Rp5.000.000.000 Tambahan piutang dagang dari penjualan mula-mula setelah terjadi pelonggaran periode kredit = Rp5.000.000.000 - Rp2.500.000.000= Rp2.500.000.000 Tambahan investasi dari tambahan piutang dagang berasal dari penjualan mula-mula setelah terjadi pelonggaran periode kredit = Rasio biaya variabel x Tambahan piutang dagang dari penjualan mula-mula setelah terjadi pelonggaran periode kredit = 70% x Rp2.500.000.000= Rp1.750.000.000 Tabel 3 Bagian II, Tambahan Investasi dalam Piutang Dagang Dari Pelanggan Baru Perputaran piutang dari pelanggan baru = 1 tahun / periode pengumpulan piutang dagang pelanggan baru = 12 bulan / 2 bulan= 6 kali Tambahan piutang dagang dari pelanggan baru = Tambahan penjualan / perputaran piutang pelanggan baru = Rp4.200.000.000 / 6 kali= Rp700.000.000 Tambahan investasi dari tambahan piutang dagang dari tambahan penjualan = Rasio biaya variabel x Tambahan piutang dagang dari tambahan penjualan = 70% x Rp700.000.000= Rp490.000.000 46 IARN (iarn.detikjogja.com)

  7. Miswanto Tabel 4: Gabungan: Bagian I dan II Total tambahan investasi piutang dagang = Rp1.750.000.000 + Rp490.000.000= Rp2.240.000.000 Return yang disyaratkan dari tambahan investasi dalam piutang dagang = Persentase biaya kesempatan x Tambahan investasi dalam piutang dagang = 10% x Rp2.240.000.000= Rp240.000.000 Profitabilitas tambahan penjualan = Rasio laba kontribusi x Tambahan penjualan = 30% x Rp4.200.000.000= Rp1.260.000.000 pelonggaran periode kredit karena adanya tambahan investasi dalam piutang dagang sebesar Rp240 juta. Manfaat yang berupa profitabilitas dari adanya tambahan penjualan yang disebabkan karena ada pelonggaran periode Rp1.260.000.000. Keputusan yang diambil adalah perusahaan akan melakukan pelonggaran periode kredit, karena profitabilitas tambahan penjualan lebih tinggi daripada return yang disyaratkan dari tambahan piutang dagang Analisis ini belum mempertimbangkan kemungkinan piutang tidak tertagih yang disekiranya timbul karena adanya persetujuan terhadap kredit yang berisiko tinggi. Di Tabel 4 dapat dilihat bahwa biaya dari opportunity savings. Namun, pemberian potongan mengakibatkan berkurangnya jumlah pembayaran yang diterima dari pelanggan, yang merupakan oppotunity costs (Horne dan Wachowicz, 2008). Dengan demikian, keputusan mengenai termin potongan tunai tergantung pada perbandingan antara opportunity savings dengan opportunity costs. Apabila perubahan termin kredit mengakibatkan manfaat yang berupa opportunity savings lebih besar daripada opportunity costs, maka pemberian potongan kas dapat diterima, dan berlaku sebaliknya. kredit sebesar timbulnya perusahaan adalah Rp42.000.000 dengan termin kredit n/45, tanpa potongan tunai dan periode pengumpulan piutang dagang rata-rata adalah 2 bulan. Apabila perusahaan mengubah termin kredit dari n/45 menjadi 2/10, n/30 akan mengurangi periode pengumpulan rata-rata menjadi 1 (satu) bulan, 80% pelanggan akan memanfaatkan potongan tunai 2%. Tingkat return yang dapat diperoleh dari investasi dari pengumpulan piutang yang lebih cepat adalah 25%. Berdasar data yang dicontohkan tersebut di atas, biaya dan manfaat dari kebijakan pemberian potongan tunai tersebut dapat dianalisis atau dihitung. Hasil analisis perhitungan biaya dan manfaat adanya pemberian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Sebagai contoh, penjualan kredit tahunan PEMBERIAN POTONGAN TUNAI/KAS Potongan tunai/kas pengurangan pembayaran dari jumlah bruto penjualan, karena pembayaran dilakukan dalam periode pemberian potongan tunai (Weston and Copeland, 1986). Potongan tunai diberikan sebagai insentif bagi pelanggan pembayaran lebih awal dalam periode pemberian potongan tunai. Periode pemberian potongan tunai adalah periode waktu pembayaran oleh pelanggan, yang mendapat potongan tunai karena pembayaran lebih awal. adalah persentase karena melakukan potongan tunai adalah mempercepat pengumpulan piutang dagang sehingga mempercepat perputaran piutang, yang mengakibatkan investasi yang dibutuhan dalam piutang menjadi lebih kecil. pengumpulan piutang yang lebih cepat dapat diinvestasikan segera dengan menghasilkan return tertentu, Keuntungan pemberian potongan tunai yang disebut IARN (iarn.detikjogja.com) 47

  8. Indonesia Accounting Research Journal | Vol. 2 No. 1, Januari – Juni 2014 Tabel 5: Analisis Biaya dan Manfaat dalam Pemberian Potongan Tunai Perputaran piutang dagang sebelum perubahan termin kredit = 1 tahun / periode pengumpulan rata-rata sebelum perubahan termin kredit = 12 bulan / 2 bulan= 6 kali Saldo piutang dagang rata-rata = Penjualan kredit / perputaran piutang dagang sebelum perubahan termin kredit = Rp42.000.000 / 6 = Rp7.000.000 Perputaran piutang dagang setelah perubahan termin kredit = 1 tahun / periode pengumpulan rata-rata setelah perubahan termin kredit = 12 bulan / 1 bulan = 12 kali Saldo piutang dagang rata-rata = Penjualan kredit / perputaran piutang dagang sebelum perubahan termin kredit = Rp42.000.000 / 12 = Rp3.500.000 Jumlah piutang dagang yang dapat dipercepat pengumpulannya = Rp7.000.000 - Rp3.500.000= Rp3.500.000 Return dari investasi dana karena pengumpulan yang lebih cepat (opportunity savings) = 25% x Rp3.500.000 = Rp875.000 Biaya kesempatan (opportunity costs) karena pemberian potongan tunai= 2% x 80% x Rp42.000.000 = Rp672.000 ditimbulkan karena adanya pemberian potongan tunai sebesar Rp672.000 dan manfaat yang berupa return dari investasi dana yang berasal dari pengumpulan piutang yang lebih cepat sebesar Rp875.000. Keputusan yang diambil adalah melakukan pemberian potongan tunai yang semula termin kreditnya n/45 menjadi 2/10, n/30 karena menghasilkan opportunity savings yang lebih besar daripada opportunity costnya. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa biaya yang kerugian piutang tidak tertagih, tetapi harus memperhatikan semua biaya yang mungkin timbul dari pelonggaran standar kredit yang diberikan. yang memuat informasi mengenai keadaan standar kredit dengan dua rangkaian alternatif perubahan kebijakan kredit dengan melakukan pelonggaran standar kredit: Sebagai contoh, berikut ini adalah Tabel 6 KERUGIAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH (DEFAULT RISK)) Default risk meliputi kerugian dari piutang dagang tidak tertagih yang mungkin terjadi, karena pelonggaran standar kredit dan pelambatan waktu pengumpulan. Dengan demikian, biaya yang timbul dari pelonggaran standar kredit tidak hanya dari biaya kesempatan karena bertambahnya investasi dalam piutang dagang, tetapi juga dari piutang tidak tertagih yang mungkin terjadi (Horne dan Wachowicz, 2008). Standar kredit yang optimum bukanlah standar kredit yang mampu meminimisasi 48 IARN (iarn.detikjogja.com)

  9. Miswanto Tabel 6 Contoh Kebijakan Pelonggaran Standar Kredit yang Menimbulkan Piutang Tidak Tertagih Keterangan Kebijakan saat ini Kebijakan I Kebijakan II Jumlah penjualan kredit Rp2.400.000 Rp3.000.000 Rp3.300.000 Tambahan penjualan Rp 600.000 Rp 300.000 Kerugian piutang tidak tertagih 2% 10% 18% Priode pengumpulan piutang dagang rata-rata 1 bulan 2 bulan 3 bulan Harga jual produk Rp1.000 per unit dan biaya variabel Rp800 per unit. Piutang yang tidak tertagih pada: a) kebijakan saat ini sebesar 2% dari penjualan kredit Rp2.400.000, b) kebijakan I sebesar 10% dari tambahan penjualan kredit yang sebesar Rp600.000, dan c) kebijakan II sebesar 18% dari tambahan penjualan kredit yang Kontribusi marjin sebesar 20%, yang diperoleh dari Rp(1.000-800) dibagi dengan Rp1.000. Biaya atau return sebelum pajak yang disyaratkan pada tambahan investasi sebesar 20%. Perusahaan saat ini berproduksi jauh di bawah kapasitas normal, sehingga kenaikkan penjualan diasumsikan tidak akan menambah total biaya tetap. Berdasar data yang dicontohkan tersebut di atas, biaya dan manfaat dari perubahan kebijakan yang memperhatikan adanya kerugian piutang tidak tertagih tersebut dapat dianalisis atau dihitung. Investasi pada tambahan piutang sebesar Rp80.000, yang diperoleh dari biaya variabel dibagi harga jual, kemudian dikalikan dengan tambahan penjualan. Biaya yang berasal dari return sebelum pajak yang disayaratkan pada investasi di tambahan piutang sebesar Rp16.000, yang diperoleh dari 20% dari investasi pada tambahan piutang yang sebesar Rp80.000. Biaya keseluruhan sebesar Rp76.000, adalah jumlah dari kerugian piutang `tidak tertagih ditambah return sebelum pajak yang disyaratkan. Terakhir pada kebijakan I, profitabilitas tambahan neto sebesar Rp44.000 yang diperoleh dari profitabilitas dari tambahan penjualan dikurangi dengan biaya keseluruhan. perhitungan biaya dan manfaat selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. sebesar Rp300.000. Hasil analisis memberikan profitabitas neto positif yaitu sebesar Rp44.000, sedangkan kebijakan II memberikan profitabilitas neto negatif yaitu sebesar – Rp6.000. Di antara kebijakan I dan II, kebijakan I yang dipilih, karena kebijakan I memberikan manfaat marjinal positif yang berarti manfaat lebih besar daripada biayanya. Kebijakan II memberikan manfaat marjinal negatif yang menunjukkan bahwa manfaat lebih kecil daripada biayanya. Pada Tabel 7 dapat dlihat bahwa kebijakan I penjualan sebesar Rp600.000, diperoleh dari Rp3.000.000 –Rp2.400.000. Profitabilitas dari tambahan penjualan sebesar Rp120.000, diperoleh dari 20% x Rp600.000. Kerugian piutang tidak tertagih sebesar Rp60.000 didapatkan dari 10% x Rp600.000. Tambahan piutang sebesar Rp100.000 yang diperoleh dari tambahan penjualan dibagi perputaran piutang, yaitu dari Rp600.000 dibagi 6. Hasil analisis pada kebijakan I, tambahan IARN (iarn.detikjogja.com) 49

  10. Indonesia Accounting Research Journal | Vol. 2 No. 1, Januari – Juni 2014 Tabel 7 Analisis Biaya dan Manfaat dalam Pengevaluasian Perubahan Kebijakan Kredit yang Menimbulkan Piutang Tidak Tertagih Kebijakan I Kebijakan II Rp300.000 1. Tambahan penjualan Rp600.000 60.000 2. Profitabilitas dari tamb penjualan (20% kontr marjin x tamb penjualan) 120.000 54.000 3. Kerugian piutang tidak tertagih (tamb penj x % bad-debt) 60.000 75.000 4. Tambahan piutang (tamb penj : perputaran piutang baru) 100.000 60.000 5. Investasi pada piutang tambahan (0.8 x piutang tambahan) 80.000 12.000 6. Return sebelum pajak yang disyaratkan pada tambahan investasi (20%) 16.000 66.000 7. Tambahan kerugian piutang tidak tertagih + tamb return yang disyaratkan (baris 3 + 6) 76.000 (6.000) 8. Profitabilitas tambahan neto: (baris 2 - baris 7) 44.000 SIMPULAN kredit. Selain pertimbangan adanya persaingan yang sangat ketat, penjualan kredit dilakukan oleh perusahaan karena: 1) daya beli masyarat yang kurang baik, 2) kelaziman, dan 3) penawaran barang atau jasa secara umum permintaannya. off) antara biaya dan manfaat. Biasanya, apabila ada tambahan manfaat dari suatu kebijakan piutang dagang akan disertai pula tambahan biaya. Kebijakan kredit dan piutang dagang akan dinyatakan baik bagi perusahaan apabila biaya yang ditimbulkan lebih rendah daripada manfaat yang diperoleh Piutang dagang terjadi karena penjualan melebihi daripada artikel ini memberikan analisis kuantitatif biaya dan manfaat yang sekiranya dapat menjadi pertimbangan perusahaan dalam membuat kebijakan kredit dan piutang dagang. Adapun analisis biaya dan manfaat kaitannya dalam penentuan kebijakan kredit dan piutang adalah berkaitan dengan pelonggaran: standar kredit, pelonggaran periode dan termin kredit, potongan tunai, dan terakhir, kebijakan piutang dagang yang memungkinkan adanya piutang tidak tertagih Sehubungan dengan adanya masalah tersebut, dagang, perusahan harus mengatur kebijakan kredit dan piutang dagang Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam membuat kebijakan piutang dan kebijakan kredit adalah: 1) standar kredit, 2) periode kredit, 3) potongan tunai/kas, dan 4) progam pengumpulan piutang. Keempat faktor tersebut akan berpengaruh pada periode pengumpulan piutang dan kemungkinan adanya piutang tidak tertagih. Dalam melakukan investasi pada piutang dagang yang ditimbulkan harus dibuat kebijakan yang tepat karena setiap ada piutang dagang akan menimbulkan dua hal yang saling berlawanan (trade- Dalam melakukan penjualan kredit, piutang 50 IARN (iarn.detikjogja.com)

  11. Miswanto DAFTAR PUSTAKA Brealey, Richard A. et al. 1991. Fundamental of Corporate Finance. Singapore: Mc-Gra-Hill, Inc. Brigham, Eugene E. and Michael C. Ehrhardt. 2005. Financial Management: Theory and Practice. 11th Edition. Ohio: Thomson South-Western Hanafi, Mamduh M. 2006. Manajemen Risiko. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Horne, James C. Van and John M. Wachowicz, Jr. 2008. Fundamental of Financial Management. 13th Edition. Singapore: Prentice Hall. Marsh, Willian H. 1995. Basic Financial Management, Cincinnanti, Ohio: South-Western College. Weston, J. Fred and Thomas E. Copeland. 1986. Managerial Finance. Eighth Edition. Tokyo: The Dryden Press. IARN (iarn.detikjogja.com) 51

More Related