1 / 24

Jangan Katakan, “Selamat Tinggal Kesepakatan Damai RI-GAM di Helsinki”.

Jangan Katakan, “Selamat Tinggal Kesepakatan Damai RI-GAM di Helsinki”. Refleksi Menyambut 1 Tahun MoU Helsinki dan 16 Hari Pasca Pengesahan RUU Pemerintahan Aceh. Disampaikan Dalam Diskusi Terbuka Di Aula Fekon Unsyiah, 27 Juli 2006.

briar
Télécharger la présentation

Jangan Katakan, “Selamat Tinggal Kesepakatan Damai RI-GAM di Helsinki”.

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Jangan Katakan,“Selamat Tinggal Kesepakatan Damai RI-GAM di Helsinki”. Refleksi Menyambut 1 Tahun MoU Helsinki dan 16 Hari Pasca Pengesahan RUU Pemerintahan Aceh Disampaikan Dalam Diskusi Terbuka Di Aula Fekon Unsyiah, 27 Juli 2006

  2. “Pemerintah RI dan GAM Tidak Akan Mengambil Tindakan Yang Tidak Konsisten Dengan Rumusan atau Semangat Nota Kesepahaman ini” • Inilah kalimat kunci dalam MoU Helsinki yang patut diperhatikan oleh kedua belah pihak untuk menyatakan sikap politik yang jelas dalam upaya mendukung perdamaian abadi di Aceh

  3. Beberapa Hal Yang Masih Mengganjal, antara lain : • Pembebasan Tahanan Politik (Butir 3.1.1 dan 3.1.2); • Reintegrasi (butir 3.2); • Keterwakilan GAM di BRR (butir 1.3.9); • RUU Pemerintahan Aceh (butir 1);

  4. RUU PA dan Masa Depan Perdamaian di Aceh • RUU Pemerintahan Aceh yang telah disahkan DPR-RI pada 11 Juli lalu di Jakarta, semestinya bukanlah sekedar produk hukum, melainkan terkait erat dengan komitmen RI-GAM untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua (resolusi konflik).(Lihat Alinea Pertama Muqaddimah MoU Helsinki)

  5. Substansi RUU PA Tidak Sesuai MoU Helsinki dan Mundur dari Beberapa UU • Jika dianalisis lebih dalam, beberapa substansi dan point penting dalam RUU Pemerintahan Aceh yang telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPR-RI tersebut banyak bertentangan dengan MoU Helsinki, termasuk ada beberapa point (pasal, ayat, huruf) yang saling bertentangan (inkonsistensi), bahkan ada yang mundur dari substansi UU 18/2001, UU 32/2004 dan UU 26/2000

  6. PANDUAN RINGKAS MEMBACA KRITIS RUU PEMERINTAHAN ACEH TERHADAP MoU HELSINKI • MoU HELSINKI • ATURAN LAIN : • UUD AMANDEMENT • UU 18/2001 OTSUS ACEH • UU 32/2004 PEMDA • UU 26/2000 PENGADILAN HAM • DLL TEKS UU PA 1. ASPIRASI RAKYAT ACHEH 2. SOSIAL 3. POLITIK 4. EKONOMI 5. SEJARAH 6. BUDAYA 7. DLL KONTEKS ACHEH COMPARASI (PERBANDINGAN) RELEVANSI (KESESUAIAN/ KECOCOKAN) COMPARASI (PERBANDINGAN) KONTEKS INDONESIA KONTEKS INTERNASIONAL

  7. 1. Konsiderans (Menimbang) Tidak dicantumkannya MoU Helsinki sebagai landasan politis dan filosofis dalam rangka mewujudkan perdamaian abadi dan penyelesaian konflik Aceh.

  8. 2. Pasal 4 :Kawasan Khusus Pemerintah (Pusat) masih mengintervensi kewenangan Pemerintah Aceh dalam pembentukan kawasan khusus di Aceh Bertentangan dengan MoU Helsinki butir 1.1.2 huruf a

  9. 3. Pasal 7 Ayat (2) :Pemerintah (Pusat) Memiliki Kewenangan Lain Selain 6 Hal Pemerintah (Pusat) , Selain memiliki 6 kewenangannya, yaitu :urusan politik luar negeri, pertahanan(luar), keamanan (nasional), yustisi, moneter, fiskal nasional, dan urusan tertentu dalam bidang agama, juga menambah kewenangan urusan pemerintahan yang bersifat nasionalBertentangan dengan MoU Helsinki butir 1.1.2 huruf a

  10. 4. Pasal 8 Ayat (1) : Rencana persetujuan internasional yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh yang dibuat oleh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA Bertentangan dengan MoU Helsinki butir 1.1.2. huruf b

  11. 5. Pasal 8 Ayat (2) : Rencana pembentukan perundang-undangan Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA  Bertentangan dengan MoU Helsinki butir 1.1.2. huruf c

  12. 6. Pasal 8 Ayat (3) : Kebijakan administratif yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh yang akan dibuat oleh Pemerintah Dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur Bertentangan dengan MoU Helsinki butir 1.1.2. huruf c

  13. 7.Pasal 11 : Pemerintah (Pusat) Mengintervensi Kewenangan Pemerintah Aceh dalam Urusan Pemerintahan Pemerintah menetapkan norma, standar, dan prosedur serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh, kabupaten, dan kota.

  14. 8. Lembaga Wali Nanggroe • Lembaga Wali Nanggroe hanya sebagai lembaga kepemimpinan adat  Dapat menimbulkan tumpang tindih fungsi dan kewenangan dengan Majelis Adat Aceh (MAA) Padahal MoU Helsinki tidak membatasi fungsi dan kewenangan Lembaga Wali Nanggroe hanya untuk urusan adat

  15. 9. Istilah Daerah Aceh • Masih banyak dijumpai istilah “Daerah Aceh” dalam pasal dan ayat menyangkut pengaturan kewenangan Pemerintah Aceh. Sebetulnya yang dipakai istilah “Aceh” saja Mereduksi penamaan Pemerintah Aceh

  16. 10. Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi • Minyak dan Gas Bumi dikelola bersama Pemerintah (Pusat) dan Pemerintah Aceh; • Aturan Pelaksana dengan Peraturan Pemerintah  Ini mereduksi kewenangan Pemerintah Aceh

  17. 11. TNI dan Pertahanan Luar • Secara jelas fungsi TNI (organik) di Aceh sesuai MoU Helsinki hanya untuk urusan pertahanan luar (eksternal defence), namun dalam RUU PA tidak demikian; • Semua kejahatan sipil yang dilakukan oleh aparat militer di Aceh akan diadili pada pengadilan sipil (butir 1.4.5) , namun dalam RUU PA tidak demikian.

  18. 12. Hak Asasi Manusia (HAM) • Dalam RUU PA tidak dicantumkan kewajiban negara dalam melindungi penegakan HAM; • Dalam RUU PA : Pengadilan HAM di Aceh hanya untuk memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara pelanggaran HAM yang terjadi sesudah RUU PA diundangkan Tidak berlaku azas retroaktif Lebih mundur dari UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM yang berlaku di Indonesia

  19. 13. Pasal 249 : Fungsi Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah Pusat • Pemerintah (Pusat) masih mengintervensi kewenangan Pemerintah Aceh melalui mekanisme pembinaan dan pengawasan

  20. 14. Status Qanun • Status Qanun dalam mengatur kewenangan Aceh tidak mutlak, hampir semuannya disertai kata-kata “berpedoman pada peraturan perundang–undangan” dan dapat dibatalkan oleh Pemerintah. Lebih mundur dari ketentuan dalam UU 18/2001

  21. Mekanisme Penyempurnaan RUU Pemerintahan Aceh • Mekanisme Hukum  Uji Materil (Judicial Review) Mahkamah Konstitusi = Hanya untuk substansi yang bertentangan dengan Konstitusi RI (UUD) ; • Mekanime Politik  Complain ke AMM dan CMI  Untuk substansi dan point-point yang bertentangan dengan MoU Helsinki  yang dapat menggunakan mekanisme ini hanya Gerakan Aceh Merdeka (GAM);

  22. Respon Para Pihak : • GAM menolak substansi RUU PA yang tidak sesuai MOU Helsinki, diiringi dengan menyampaikan nota protes ke AMM dan CMI . Hal ini dimungkinkan karena ada mekanisme dispute dalam MoU Helsinki; • Ada Elemen Masyarakat Aceh yang memprotes pengesahan RUU PA yang tidak sesuai aspirasi rakyat Aceh dan MOU Helsinki, diringi dengan statemen penolakan , aksi-aksi massa dan mekanisme judicial review;

  23. Kekhawatiran : Jika menimbulkan polemik dan gejolak sosial (kondisi yang tidak kondusif) akibat ketidakpuasan terhadap pengesahan RUU PA dan Implementasi MoU Helsinki , maka dapat berdampak pada beberapa hal : • Terganggunya implementasi UU PA , terutama agenda pemilihan kepala daerah (pilkada); • Terhambatnya proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh , terutama terganggunya arus barang dan jasa; • Terhambatnya proses reintegrasi, baik karena problem kinerja Badan Reintegrasi Damai Aceh (BRA) maupun karena kondisi objektif yang melingkupinya (seperti dinamika ekonomi, sosial, politik dan budaya). Apalagi jika masyarakat Aceh semakin “terbelah” dalam menyikapi pengesahan RUU PA

  24. Teurimong Geunaseh Tiada Rekonstruksi Tanpa Perdamaian, Tiada Perdamaian Tanpa Rekonstruksi

More Related