1 / 100

PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. SUBJEK PAJAK. Orang Pribadi Warisan yang Belum Terbagi Badan Bentuk Usaha Tetap. SUBJEK PAJAK ORANG PRIBADI.

dalton
Télécharger la présentation

PAJAK PENGHASILAN

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

  2. SUBJEK PAJAK • Orang Pribadi • Warisan yang Belum Terbagi • Badan • Bentuk Usaha Tetap

  3. SUBJEK PAJAK ORANG PRIBADI • Tanpa batasan tempat tinggal atau tempat kedudukan • Pengusaha  Perusahaan Perorangan • Karyawan • Profesional / Tenaga Ahli  Pekerjaan Bebas (dokter, akuntan, pengacara, konsultan, arsitek, notaris, penilai, aktuaris)

  4. WARISAN YANG BELUM DIBAGI • Merupakan satu kesatuan, menggantikan yang berhak (ahli waris) • Tetap harus membayar pajak meskipun warisan belum dibagi kepada yang berhak.

  5. SUBJEK PAJAK BADAN • Sekumpulan orang dan atau kumpulan modal sebagai satu kesatuan, baik melakukan usaha atau tidak melakukan usaha • PT, CV, firma, koperasi, dana pensiun, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, lembaga

  6. BENTUK USAHA TETAP • Bentuk usaha yang digunakan oleh subyek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia • Berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, ruang untuk promosi/penjualan, pertambangan, pengeboran, pertanian, proyek konstruksi, pemberian jasa, orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, agen atau pegawai asuransi, komputer untuk e-commerce

  7. JENIS SUBJEK PAJAK • SPDN : Subjek Pajak Dalam Negeri • SPLN : Subjek Pajak Luar Negeri

  8. Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi (OP) yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau OP yang berada di Indonesia dan berniat tinggal di Indonesia; Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

  9. KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF DALAM NEGERI MULAI • Pada waktu OP dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia • Pada waktu Badan didirikan atau bertempat kedudukan Indonesia • Pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi

  10. KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF DALAM NEGERI BERAKHIR • Pada saat OP meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya • Pada saat Badan dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia • Pada saat warisan selesai dibagi

  11. Subjek Pajak Luar Negeri Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal/ berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan Badan yang tidak didirikan/berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

  12. BUKAN SUBJEK PAJAK BADAN PERWAKILAN NEGARA ASING PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK, KONSULAT, ATAU PEJABAT-PEJABAT ASING, DAN ORANG-ORANG YANG DIPERBANTUKAN DENGAN SYARAT BUKAN WARGA NEGARA INDONESIA DAN TIDAK MENJALANKAN KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DI INDONESIA ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN OLEH MENTERI KEUANGAN DENGAN SYARAT: PEJABAT-PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN DENGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN DENGAN SYARAT BUKAN WARGA NEGARA INDONESIA DAN TIDAK MENJALANKAN KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DI INDONESIA

  13. PENENTUAN PENGHASILAN SEBAGAI OBJEK PAJAK

  14. WAJIB PAJAK • Mempunyai kewajiban pajak subjektif dan objektif • Termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak (withholding agents)

  15. OBJEK PPH : PENGHASILAN • setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, • baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, • yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, • dengan nama dan dalam bentuk apa pun

  16. PENGELOMPOKAN PENGHASILAN PENGHASILAN DALAM HUBUNGAN KERJA DAN PEKERJAAN BEBAS PENGHASILAN DARI USAHA DAN KEGIATAN PENGHASILAN DARI MODAL PENGHASILAN LAIN (HADIAH & PEMBEBASAN UTANG)

  17. PPH & LAPORAN LABA RUGI • Besarnya PPh atas laba dihitung tersendiri menurut ketentuan fiskal, bukan dari laporan laba rugi yang disusun menurut ketentuan akuntansi • Laporan laba rugi komersial disusun menurut standar akuntansi keuangan • Laporan laba rugi fiskal disusun menurut peraturan perpajakan (pajak penghasilan) • Proses penyusunan laporan laba rugi fiskal melalui koreksi fiskal atas laporan laba rugi komersial

  18. AKUNTANSI Kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari penanaman modal Meliputi revenues dan gain PAJAK Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi dan atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak ybs dengan nama dan dalam bentuk apapun Ada Obyek Pajak dan Bukan Obyek Pajak PENGHASILAN

  19. AKUNTANSI Revenue Expenditure (Expenses) Loss PAJAK Deductible Expenses (Pengurang Penghasilan) Nondeductible Expenses (Bukan Pengurang Penghasilan) EXPENSES & LOSS

  20. LAPORAN LABA RUGI LAPORAN LABA RUGI FISKAL LAPORAN LABA RUGI KOMERSIAL KOREKSI FISKAL TAXABLE INCOME (PENDAPATAN KENA PAJAK) PRETAX FINANCIAL INCOME (LABA SEBELUM PAJAK PENGHASILAN) PAJAK PENGHASILAN PAJAK PENGHASILAN LABA SETELAH PAJAK

  21. KOREKSI FISKAL • Rekonsiliasi fiskal adalah usaha mencocokkan perbedaan yang terdapat dalam laporan laba rugi komersial dan laporan laba rugi fiskal. • Ada dua jenis koreksi fiskal • Koreksi positif yang menyebabkan Penghasilan Kena Pajak membesar • Koreksi negatif yang menyebabkan Penghasilan Kena Pajak mengecil

  22. LAPORAN LABA RUGI

  23. PENYEBAB PERBEDAAN • PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL Contoh : PPh atas Bunga Deposito, PPh atas Sewa Tanah & Bangunan • BEDA TETAP (PERMANENT DIFFERENCE) Contoh : Sumbangan, Upah dalam bentuk natura • BEDA WAKTU (TEMPORARY DIFFERENCE) Contoh : Penyusutan

  24. MEKANISME PAJAK PENGHASILAN

  25. MEKANISME PAJAK PENGHASILAN

  26. MEKANISME PAJAK PENGHASILAN SETORAN KE PEMERINTAH ADALAH PPH TERUTANG TAHUNAN DIKURANGI UANG MUKA PPH BULANAN

  27. OBJEK PAJAK PENGHASILAN (1)Pasal 4 Ayat 1 penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan laba usaha keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta

  28. OBJEK PAJAK PENGHASILAN (2) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

  29. OBJEK PAJAK PENGHASILAN (3) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; penerimaan atau perolehan pembayaran berkala keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

  30. OBJEK PAJAK PENGHASILAN (4) keuntungan selisih kurs mata uang asing; selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; premi asuransi; iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

  31. OBJEK PAJAK PENGHASILAN (5) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; penghasilan dari usaha berbasis syariah; imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan surplus Bank Indonesia.

  32. PPH FINAL • Penghasilan dikenakan PPh saat diperoleh • Penghasilan tersebut tidak perlu dilaporkan atau dihitung kembali pada akhir tahun • PPh tersebut sifatnya Final  tidak dapat dikreditkan terhadap PPh Terutang di akhir tahun • Contoh: bunga deposito, hadiah undian, sewa tanah dan bangunan, dan lain-lain

  33. OBJEK PAJAK PENGHASILANFINAL penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; penghasilan berupa hadiah undian; penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan penghasilan tertentu lainnya

  34. Tarif PPh Final (1) – Pasal 4 Ayat 2

  35. Tarif PPh Final (2)

  36. Tarif PPh Final (3)

  37. BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN Pasal 4 ayat 3 bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. harta hibahan yang diterima oleh: keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

  38. BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (2) Warisan harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)

  39. BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (3) pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

  40. BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (4) iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; penghasilan yang diterima atau modal ventura

  41. BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (5) beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

  42. BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (6) bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

  43. PENGURANG PENGHASILAN BRUTO • Objek PPh : Laba Usaha (Penghasilan Netto) menurut ketentuan fiskal  LABA FISKAL • Penghasilan Netto = Penghasilan Bruto yang Merupakan Objek Pajak – Beban yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto

  44. PENENTUAN PENGURANG PENGHASILAN BRUTO

  45. DEDUCTIBLE EXPENSES biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: biaya pembelian bahan; biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi; biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; biaya administrasi; dan

  46. DEDUCTIBLE EXPENSES penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; kerugian selisih kurs mata uang asing; biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

  47. DEDUCTIBLE EXPENSES piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; syarat sebagaimana dimaksud pada HURUF C tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil

  48. DEDUCTIBLE EXPENSES sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan

  49. DEDUCTIBLE EXPENSES : ENTERTAINMENT HARUS DIDUKUNG DENGAN DOKUMENTASI MEMADAI DAN DAFTAR NOMINATIF YANG MEMUAT INFORMASI: Nomor urut Tanggal diberikan Nama/tempat entertainment diberikan Alamat entertainment Jenis entertainment Jumlah Relasi, nama, posisi,nama perusahaan dan jenis usaha

  50. DEDUCTIBLE EXPENSES :HANDPHONE dan KENDARAAN PERUSAHAAN(KEP. DJP No. KEP-220/PJ./2002, tanggal 18 April 2002) Handphone Cost diakui 50%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok I Abonemen, Pulsa (voucher isi ulang), dan Perbaikan dibebankan 50% pada tahun pengeluaran Bus/Minibus untuk Antar Jemput Karyawan Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 100%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok II Pemeliharaan rutindibebankan seluruhnya pada tahun pengeluaran Sedan/Sejenisnya untuk Pegawai dengan Jabatan/Pekerjaan Tertentu Cost (termasuk perbaikan besar)diakui 50%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok II Pemeliharaan rutindibebankan 50% pada tahun pengeluaran

More Related