1 / 18

Refleksi Ilmu

Refleksi Ilmu. Filsafat ilmu  cabang Ilmu Filsafat yang membahas refleksi ilmu pengetahuan. Upaya refleksi diarahkan pada ciri dan cara kerja ilmu pengetahuan. Ciri ilmu pengetahuan ditandai dengan adanya unsur sistematis, logis, dan intersubjektif.

Télécharger la présentation

Refleksi Ilmu

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Refleksi Ilmu • Filsafat ilmu  cabang Ilmu Filsafat yang membahas refleksi ilmu pengetahuan. • Upaya refleksi diarahkan pada ciri dan cara kerja ilmu pengetahuan. • Ciri ilmu pengetahuan ditandai dengan adanya unsur sistematis, logis, dan intersubjektif. • Cara kerja ilmu pengetahuan diarahkan pada upaya pembenaran metodologis dan paradigma ilmu • Ciri dan cara kerja ilmu pengetahuan menandai kemandirian sebuah ilmu.

  2. SYARAT ILMU • pengetahuan serta cara kerja ilmiah" haruslah ditandai dengan tiga ciri pengenalnya, yaitu : • dasar pembenaran atas pemahaman, baik bersifat apriori maupun bersifat empiris, sehingga orang dapat melakukan verifikasi terhadap pembenaran tersebut • bersifat sistematis, artinya sistem dalam susunan pengetahuan dan cara memperolehnya terdapat hubungan-hubungan yang teratur dan logis, sehingga sistem itu merupakan sistem yang utuh dan terpadu • bersifat intersubjektif, artinya kepastian ilmu pengetahuan tidak melulu didasarkan pada intuisi dan pemahaman si subjek, tetapi dijamin oleh sistem ilmu pengetahuan itu sendiri.

  3. Aspek Internal Refleksi Ilmu • Pengkajian itu akan menimbulkan dua aspek, yaitu aspek internal dan aspek eksternal. • Aspek internal lebih diarahkan pada kegiatan ilmiah yang bersifat metodologis atau metodologi keilmuan. Di dalam aspek internal inilah pembe­naran atas kegiatan atau cara kerja ilmiah sangat ditekankan. • Di dalam aspek internal pembenaran atas kegiatan atau cara kerja ilmiah sangat ditekankan. Dalam upaya pembenaran (context of justification), beberapa hal yang menyangkut masalah epistemologis—seperti struktur, kesahihan, kebenaran, kepastian dalam pengetahuan, serta landasan teoritis— atau pun paradigma yang digunakan dalam kegiatan ilmiah menjadi pusat kajian utama. • Kajian penelitian ilmiah menjadi sangat mandiri dalam proses pembenarannya apabila memperhatikan upaya pembenaran atau context of justification

  4. Aspek Eksternal Refleksi Ilmu • Aspek eksternal lebih mengarah pada sejarah penemuan atau pun hasil percobaan-percobaan dalam ilmu pengetahuan, seperti ilmu kedokteran, ilmu alam, ilmu falak, ilmu teknik, dan ilmu empiris lainnya. • Dalam rangka sejarah penemuannya (context of discovery) secara de facto hasil-hasil atau pun penemuan-penemuan ilmu empiris (teknologi) diterima dan digunakan oleh manusia sesuai dengan kebutuhan dan penemuan itu berkembang secara historis serta sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. • Sejarah ilmu pengetahuan ditandai dengan munculnya penemuan-penemuan yang berkaitan dengan kegiatan ilmu pengetahuan, baik di masa lalu maupun masa kini.

  5. Fokus Filsafat Ilmu • Filsafat Ilmu Pengetahuan lebih menyoroti bagaimana hakikat kegiatan ilmiah itu sebenarnya: di balik (beyond) suatu penemuan atau teknologi baru sebenarnya ada apa?; • yang mendasari seorang ilmuwan mampu menghasilkan suatu penemuan atau penelitian sehingga mampu menciptakan suatu teori baru ataukah ia mencoba mengem-bangkan dan membangun (rekonstruksi) teori yang telah ada ataukah ia mencoba "membongkar” atau mendekonstruksi teori-teori lama untuk diperbaharui? terfokus pada aspek de jure suatu ilmu pengetahuan.

  6. Manfaat Filsafat Ilmu • Pertama, kemampuan mengamati fenomena di sekelilingnya dengan cermat dan akan berguna bagi penelitiannya (pengamatan/observasi) terhadap berbagai gejala atau peristiwa, menemukan data, merumuskan hipotesis, dan pembuktian teori. • Kedua, kemampuan analisis secara kritis, baik secara sintesis, dialeksis, komparatif, maupun dialogis. • Ketiga, dapat melihat, meramalkan, atau memprediksi hubungan antara gejala satu segala lainnya secara logis dan hubungan antara gejala satu dan gejala lainnya secara logis dan sistematis. • Keempat, mampu memecahkan berbagai masalah atau problem, baik yang berkaitan dengan dunia ilmiah maupun yang problem, baik yang berkaitan dengan dunia ilmiah maupun yang berkaitan dengan dunia pengetahuan lainnya (dunia kerja) secara tuntas dan cermat atas dasar pertimbangan rasional atau logis. • Kelima, mampu mengembangkan penalaran serta mampu melahirkan kreativitas dalam kegiatan ilmiah (seperti menciptakan dan mengembangkan teori serta teknologi yang tepat bagi masyarakat.

  7. Revolusi Ilmu • cara berpikir yang semula metafisis (menitikberatkan pada keberadaan sesuatu hal secara transenden) bergeser ke cara berpikir yang bersifat mekanistis-matematis. • Pengenalan empiris yang semata-mata hanya dilihat secara fenomenologis serta merta diubah dengan semangat keingintahuan: bahwa alam atau dunia nyata dengan segala isinya sebenarnya dapat diikuti dengan perubahan yang bergerak secara teratur dan dapat dihitung secara matematis. • Cara berpikir demikian menunjang keingintahuan yang lebih besar dan mendorong orang menyempurnakan pemikiran semacam itu.

  8. Pecarian pegetahuan berawal dari pengamatan terhadap benda-benda atau pun sesuatu yang memiliki sifat-sifat khusus. • Dari pengamatan yang khusus itulah ia mencoba menarik sebuah kesimpulan yang bersifat umum. • Penalaran induktif diberlakukan pada benda atau sesuatu yang dianggap konkret. • benda konkret atau benda yang sifatnya fisik disimpulkan memiliki bentuk dan materi. • Prinsip bentuk dan materi dari benda tidak hanya bersifat nyata atau konkret, tetapi juga memiliki sifat dan prinsip metafisis, artinya materi adalah prinsip yang "terbuka" untuk menerima suatu bentuk tertentu.

  9. Aristoteles itu menyadarkan orang bahwa pengamatan terhadap benda konkret secara cemat dapat membuahkan berbagai analisis tentang kriteria tertentu, seperti adanya bentuk, materi, penggolongan, atau klasifikasi terhadap benda tertentu; • Temuan ini dimanfaatkan dunia ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu empiris (seperti biologi, zoology, botani, fisika, dan antropologi)

  10. Descartes merintis upaya sistem filsafat berlandaskan pada manusia yang berpikir, dan dalam berpikir itu manusia memiliki kesadaran (rasio). • Melalui pemikirannya manusia mengeluarkan suatu gagasan tentang upaya kegiatan ilmiah. • suatu pemikiran ilmiah hendaknya ditunjang oleh metode yang pasti. • Metode Descartes dinamakan "metode skeptis", yaitu metode yang diawali dengan meragukan semua yang dilihatnya, bahkan meragukan segala-galanya. • Semboyan yang diungkapkannya, Cogito Ergo Sum 'saya berpikir maka saya ada', memiliki dampak penting dalam dunia ilmu pengetahuan, yaitu perintisan cara berpikir yang logis dan munculnya sistem pemikiran yang menitikberatkan pada kesadaran atau akal budi manusia. • Gagasan tersebut kelak akan dikenal sebagai rasionalisme (suatu aliran atau gagasan yang bertitik tolak pada kemampuan rasio, akal budi).

  11. Pengetahuan yang "benar" adalah pengetahuan yang menghasilkan sesuatu yang mencari keuntungan, yang memperbesar kemampuan dan kekuasaan manusia. Semboyannya adalah "Knowledge is Power". • Cara kerja ilmu empiris berbeda dengan ilmu yang lain (ilmu klasik yang lebih mementingkan cara kerja logika deduktif model Aristoteles dan berkembang sampai abad Pertengahan). • Bacon menandaskan bahwa ilmu-ilmu empiris tidak menggunakan cara kerja deduktif, tetapi menggunakan atau bertitik tolak pada pengamatan partikular dan untuk kemudian mencari kesimpulan yang seluas-luasnya, bahkan melampaui luas premis yang partikular. • Cara berpikir demikian disebut Bacon sebagai induksi atau logika induksi.

  12. Hume mengatakan bahwa logika induksi Bacon melanggar kaidah logika. • Hume berpendapat bahwa bahwa kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada premis partikular. • Menurut Hume, ada dua macam penalaran pada pengetahuan, yaitu pengetahuan empiris yang berdasarkan pengamatan tanpa melampaui data pengamatan atau penalaran induksi dan pengetahuan matematika dan logika yang mendasarkan pada penalaran deduksi yang didukung secara kuantitas atau matematis.

  13. Pemikiran filsafat Kant disebut sebagai "kritisisme", yaitu gagasan pemikiran yang harus dimulai dengan terlebih dahulu menyelidiki batas-batas dan kemampuan rasio manusia. • Pemikirannya tentang filsafat dianggap sebagai pembaharuan dalam perkembangan filsafat. la mengupayakan semacam "revolusi kopernikan", yaitu perubahan dalam menangkap pengetahuan: pengetahuan manusia muncul karena berpusat pada subjek dan bukan pada objek. • Subjek menangkap pengetahuan dimulai dengan taraf inderawi, sehingga terjadi pengenalan inderawi yang berada pada ruang dan waktu. • Adapun taraf kedua adalah taraf akal budi (verstantt), yang meng-olah data inderawi secara apriori dengan kategori-kategori tertentu seperti kualitas, kuantitas, modalitas, dan relasi.

  14. Sumbangan pemikiran Kant dalam ilmu pengetahuan adalah usahanya mendamaikan unsur rasionalisme (apriori) dengan unsur empirisme (aposteriori). • Unsur apriori lebih mementingkan proses akal budi manusa, sedang unsur empirisme atau aposteriori lebih merujuk pada pengenalan atau pengetahuan karena adanya penga-laman inderawi manusia. • Menurut Kant, dalam ilmu pengetahuan, penalaran induksi dapat dimasukkan ke dalam unsur teoretis. • Proses penalaran induksi hanya terjadi apabila subjek (peneliti) mengatur dan menerima, sedang penerimaan kesan-kesan inderawi (objek penelitian) melalui proses kategori-kategori akal budi.

  15. Auguste Comte (1798-1857), seorang filsuf positivisme membedakan tahapan-tahapan pengetahuan menjadi tiga tahap. • Tahap pertama adalah tahap teologis, yang muncul adalah agama; • Tahap kedua adalah tahap metafisis yang didukung oleh filsafat dan metafisika; • Tahap ketiga adalah tahap positif, yakni suatu taraf ilmu-ilmu positif (ilmu-ilmu empiris) muncul karena sifatnya yang definitif dan didukung oleh data positif dan dapat diukur secara kuantitatif atau matematis. • Pengetahuan positif digolongkan menjadi enam macam ilmu, yaitu matematika, ilmu falak, fisika, kimia, ilmu hayat, dan sosiologi (fisika sosial).

  16. Perkembangan Filsafat Ilmu Pengetahuan pada abad ke-20 se-makin pesat percabangannya. • Lingkaran Wina atau Vienna Circle (dalam bahasa Inggris) atau Wiener Kreis (dalam bahasa Jerman) dengan pandangan "neopositivisme" atau "positivisme logis" pada tahun 1924 di kota "Wina. • Thomas Kuhn (1922-...) dengan karyanya Struktur Revolusi Ilmiah (1962); • Paul Feyerabend (1924-...) dengan pendekatan "anarkistik" dalam karyanya Against Method (1975); • Imre Lakatos (1922-1974) dengan program riser ilmiah; • Larry Laudan (1941-...) dengan karyanya Progress and its Problems (1977) yang mencoba mengetengahkan rekonsrruksi rasional aras kemajuan ilmiah seperti yang telah dikemukakan oleh Kuhn dan Lakatos.

  17. Lingkaran Wina mencoba untuk menyatukan keanekaragaman ilmu pengetahuan dengan bahasa dan cara kerja ilmu-ilmu alam. • Ilmu yang terpadu dijabarkan dalam pandangan neopositivisme yang mengatakan bahwa • sumber pengalaman hanya satu, yaitu pengalaman yang berasal dari data inderawi; • adanya dalil logika dan matematika yang berguna untuk mengolah data inderawi; • adanya demorkasi atau garis batas antara meaning full ‘pertanyaan bermakna’ • meaningless ‘pertanyaan yang tidak bermakna ; dan • Filsafat ilmu pengetahuan dipandang oleh kelompok Wina sebagai the logic of sceinece “logika ilmu”.

  18. filsafat ilmu pengetahuan harus disusun berdasarkan analogi logika formal, yang artinya lebih mengarah pada forma ‘bentuk’ proposi dan argumen-argumen logis, sehingga dengan demikian bentuk-bentuk logis pertanyaan ilmiah lebih menonjol dalam logika ilmu. • di dalam logika ilmu (neo positivisme), yang dipentingkan adalah context of justification ‘konteks pengujian dan pembenaran’ ilmu pengetahuan yang bersangkutan. • Mereka lebih berkepentingan dengan pengujian secara logis pernyataan-pernyataan ilmiah yang digunakan dalam suatu penelitian daripada context of discovery 'konteks penemuan' atau pun perkembangan suatu ilmu.

More Related