1 / 156

Marine Cargo Insurance

Marine Cargo Insurance. Dasar Hukum Marine Cargo . 1.      Dasar Hukum Pengangkutan.

kale
Télécharger la présentation

Marine Cargo Insurance

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Marine Cargo Insurance

  2. Dasar Hukum Marine Cargo

  3. 1.      Dasar Hukum Pengangkutan • Dalam pelaksanaan pengangkutan barang masing-masing perusahaan mengeluarkan bukti kontrak pengangkutan atas barang-barang muatan yang diangkutnya. Bukti kontrak pengangkutan (Contract of Affreightment) menggambarkan kewajiban dan tanggung jawab perusahaan pengangkutan terhadap barang muatan yang diangkutnya bilamana terjadi kerugian atas barang-barang yang diangkutnya, demikian pula tentang hukum mana yang dipakai untuk menyelesaikan kerugian tersebut. • Praktek pengiriman barang-barang dengan mengunakan angkutan laut pada umumnya menggunakan Bill of Lading sebagai bukti kontrak pengangkutannya, Airway Bill untuk pengangkutan barang-barang dengan angkutan udara, surat jalan barang bilamana pengangkutan dengan angkutan jalan raya dan FIATA B/L (International Freight Forwarer’s Association) bila menggunakan multi modal combined transport.

  4. 1.1 Dasar Hukum Pengangkutan Laut • Pengangkutan laut di Indonesia dilaksanakan oleh perusahaan pelayaran baik yang beroperasi dalam negeri (interinsuler) maupun yang beroperasi di luar negeri (ocean going). Masing-masing perusahaan mengeluarkan Bill of Lading dan mencantumkan ketentuan hukum yang dipakai sebagai dasar hukum Bill of Lading tersebut.

  5. 1.1.1. Pelayaran Interinsuler • Perusahaan pelayaran yang beroperasi di dalam negeri (interinsuler) memakai pasal 470 KUHD sebagai hukum tertinggi yang berlaku untuk Bill of Lading yang dikeluarkannya. • Bilamana disimak maksud yang tersirat dalam pasal 470 KUHD tersebut adalah : • Ayat 1 : Pengangkut tidak dapat membatasi tanggung jawabnya bilamana kapalnya tidak laik laut dan laik muatan • Ayat 2 : Pengangkut boleh membatasi tanggung jawabnya bilamana ia dapat membuktikan bahwa kapalnya telah laik laut dan laik muatan. • Dari ketentuan dua ayat tersebut di atas terlihat bahwa B/L perusahaan pelayaran harus mengikuti ketentuan yang digariskan diatas, yakni bahwa : kapal yang mengangkut barang itu harus laik laut dan laik muatan. Bilamana pengangkut pelayaran dapat membuktikan bahwa kapalnya telah laik laut dan laik muatan maka si pengangkut dapat membatasi tanggung jawabnya (limitation of liability) sebagaimana diatur dalam Bill of Lading serta ketentuan pasal-pasal KUHD yang lain.

  6. 1.1.2. Pelayaran Samudera (Ocean Going) • Pelayaran samudera nasional Indonesia yang tergabung dalam Indonesia Shipowner Association (INSA) yang beroperasi keluar negeri (worldwide) menunjuk pada ketentuan International Convention of Certain Rules Relating to Bill of Lading, The Hague Rules, Brussels, 1924 sebagai dasar hukum (Basic of Contract) dari Bill of Lading yang dipergunakan. • Kewajiban pengangkut yang digariskan dalam International Convention ini diatur dalam artikel III ayat 1 dan 2 dari The Hague Rules, Brussels, 1924 yang berbunyi sebagai berikut : • Article III ayat 1 : • The carrier shall be bound before or at the beginning of the voyage to exercise due diligence to : • -        To make a ship seaworthy • -        Properly man, equip and supply the ship • -        Make the hold, refrigerating and coolchambers and all the other part of the ship which goods are carried, fit and save for their reception cariage and preservation.

  7. Pengangkut berkewajiban sebelum dan pada waktu memulai pelayaran untuk melaksanakan dengan sewajarnya : • -        Menjadikan kapal laik laut • -   Mengawaki (anak buah) kapal, menyediakan perlengkapan dan perbekalan yang cukup. • -      Mempersiapkan ruangan-ruangan muatan, kamar pendingin dan kamar beku dan semua bagian daripada kapal, dimana barang-barang yang dipadatkan harus sesuai dan aman untuk barang-barang yang diangkutnya. • Dari ketentuan kewajiban pengangkut diatas ini terlihat bahwa disamping kapal laik laut juga dipersyaratkan mengenai crew kapal, perbekalan, dan perlengkapan kapal serta ruangan-ruangan tempat barang dipadatkan harus mempunyai fasilitas sesuai dengan sifat muatan yang diangkut. Bertitik tolak dari persyaratan di atas, perlu diselami tentang hubungan kapal laik berlayar di laut dengan crew kapal termasuk perbekalan dan perlengkapannya.

  8. Kapal laik laut berarti kapal tersebut layak berlayar di laut yang sudah barang tentu harus memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan keselamatan pelayaran internasional (Safety of Life at Sea 1974) yang menjadi acuan persyaratan kapal pelayaran samudera. • Bilamana kapal tersebut dalam keadaan baik sesudah ditest kebenarannya oleh biro klasifikasi (Clasification Society) yang mengawasi kapal, barulah kapal itu dapat dinyatakan mampu atau laik berlayar di laut. • Kemudian anak buah (crew) daripada kapal harus disesuaikan dengan ukuran dan luasnya jaringan operasi kapal baik dilihat dari persyaratan ijazah maupun pengalaman crew sesuai dengan peraturan crew yang berlaku di negara mana kapal didaftarkan. Perbekalan dan perlengkapan kapal seperti : kompas, radar, peta laut, sekoci, bahan bakar, bahan makanan dan air tawar yang diperlukan dalam melayani trayek pengoperasian kapal juga harus dipenuhi dengan cukup. Bilamana ketiga faktor di atas telah dipenuhi yaitu : kapal dalam keadaan baik, diawaki dengan crew berijazah dan berpengalaman serta dilengkapi dan dibekali dengan cukup sesuai dengan jaringan operasi kapal maka kapal yang bersangkutan baru dapat laik berlayar di laut dan memenuhi kategori laik laut.

  9. Perlu ditegaskan bahwasannya walau kapal dalam keadaan baik namun diawaki dengan crew yang tidak memenuhi syarat (incompetence) dan tidak dibekali/dilengkapi secukupnya sudah barang tentu akan mengalami permasalahan dalam pengoperasiannya. • Article III ayat 2 • “The carrier shall properly and carefully load, handle, stow, carry, keep, care for and discharge the goods carry” • (Pengangkut berkewajiban agar barang-barang yang diangkutnya dengan sewajarnya dimuat, dirawat, dipadatan, diangkut, dijaga, dipelihara dan dibongkar) • Makna ayat 2 article III the Hague Rules 1924 ini menggariskan bahwa kewajiban pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang diangkutnya mulai saat dimuat kedalam kapal di pelabuhan pemuatan sampai dibongkar dari kapal di pelabuhan tujuan. Bilamana kewajiban pengangkut yang digariskan diatas ini telah dipenuhi maka pengangkut berhak menggunakan kekebalannya (Immunities of the Carrier) termasuk pembatasan tanggung jawabnya (Limitation of Liability).

  10. 1.2. Dasar Hukum Pengangkutan Darat • Dalam bidang angkutan darat yang lebih dikenal dengan angkutan jalan raya, dengan menggunakan kendaraan bermotor, truck serta trailer untuk mengangkut barang-barang muatan hanya menggunakan surat jalan angkutan barang sebagai bukti kontrak pengangkutan tanpa menunjuk ketentuan hukum mana yang dipakai sebagai dasar hukumnya. • Dengan situasi yang demikian ini, maka dalam praktek perasuransian sangat sulit didapatkan pertanggung jawaban angkutan darat atas kerusakan muatan yang diangkutnya. • Peraturan tentang persyaratan alat angkut lalu lintas jalan raya telah diatur oleh undang-undang lalu lintas 1992 (nomor 14) yang mengatur tentang persyaratan alat angkut yang harus memenuhi Surat Tanda Uji Kendaraan (STUK). Demikian juga tentang persyaratan Surat Ijin Mengemudi (SIM). Makna yang tersirat dalam undang-undang lalu-lintas 1992 ini adalah agar keselamatan penumpang serta muatannya terjamin dengan menentukan sanksi kepada pelanggarnya .

  11. 1.3. Dasar Hukum Pengangkutan Udara • Persyaratan Airworthiness terhadap pesawat-pesawat udara selama ini dilakukan secara ketat karena pengangkutan udara ini lebih banyak digunakan untuk pengangkutan manusia (penumpang) demikian juga dengan persyaratan lisensi atas pilot yang menerbangkan harus memiliki jam terbang tertentu. • Perusahaan pengangkutan udara yang mengangkut barang-barang dagangan mengeluarkan Airway Bill sebagai bukti kontrak pengangkutan. Fungsi dari Airway Bill ini hakekatnya sama dengan fungsi Bill of Lading dalam angkutan laut yang secara tegas mengatakan bahwa : Penerimaan barang kelihatan dari luar utuh (In Apparent Good Order And Condition) dan si pengirim barang harus memperhatikan pembatasan tanggung jawab pengangkut (Limitation of Liability)

  12. Adanya penggarisan yang demikian sudah barang tentu erat sekali hubungannya dengan nilai barang yang diangkut karena penentuan ongkos pengangkutan prinsipnya didasarkan atas nilai barang dan ukuran barang. Bilamana si pengirim tidak memberitahukan nilai barang yang sesungguhnya, sudah pasti akan dikenai tarif umum dan jika kerugian terjadi, maka Limitation of Liability akan diterapkan.  • Perusahaan-perusahaan penerbangan internasional selama ini mengambil ketentuan Konvensi Roma dan Konvensi Warsawa sebagai dasar hukum tanggung jawabnya kepada penumpang dan barang-barang (bagasi) penumpang, sedang khusus penerbangan nasional Indonesia, tanggung jawab perusahaan penerbangan terhadap penumpang dan barang (bagasi) penumpang diatur oleh SK Menteri Perhubungan No. A 013/A4 507/MPBH tanggal 27 Agustus 1991 tentang penetapan santunan asuransi sebesar US$ 20,000 per penumpang dan Rp. 20.000,- per kg barang penumpang.

  13. 1.4. Dasar Hukum Multi Modal Transport • Dalam melaksanakan fungsinya sebagai “Door to Door Service” yang menggunakan minimal 2 (dua) jenis angkutan yang berbeda menjadi satu kontrak pengangkutan yang lebih dikenal dengan International Freight Forwarders Bill of Lading (FIATA B/L). Dasar hukum yang dipakai oleh FIATA B/L ini adalah protocol Visby Rules 1968 yang kemudian menjadi The Hague Visby Rules 1971.

  14. INCO Terms

  15. Who should buy insurance ? • Pembeli atau penjual? • Ini sangat tergantung oleh type transaksi antara keduanya • Standard perdagangan ini di standardkan oleh the International Chamber of Commerce yang disebut dengan “Incoterms”; • Terakhir direvisi pada tahun 1990

  16. EX works (named place)(EXW) • Pembeli yang bertanggung jawab mulai barang meninggalkan lokasi tertentu sampai tiba tempat tujuan; • Jika terjadi claim setelah mengambil alih barang, maka pembeli yang akan bertanggung jawab Inland transit Road or rail Original Port / terminal Destination Port / Terminal Inland transit Road or rail Shipper Consignee Buyer arranges Insurance for the whole journey

  17. Free On Board (FOB) • Pembeli yang bertanggung jawab saat barang telah melewati rel kapal (ship’s rail). • Tanggung jawab penjual hanya sebelum hal tersebut. Penjual hanya mengasuransikan barangnya sampai titik ini. Inland transit Road or rail Original Port / terminal Destination Port / Terminal Inland transit Road or rail Shipper Consignee Seller arranges insurance until goods cross ship’s rail Buyer arranges insurance for sea journey until final destination

  18. Cost, Insurance & Freight (CIF) • Penjual berkewajiban mengatur asuransi untuk selama perjalanan, walaupun dia bertanggung jawab hanya sampai batas barang melewati ship’s rail; • Pembeli mengambil alih resiko pada saat barang masuk kedalam kapal; • Policy akan dibuat atas nama pembeli, karena dia yang memiliki insurable interest. Jika terjadi claim setelah barang berpindah tangan, maka pengajuan klaim oleh pihak pembeli Inland transit Road or rail Original Port / terminal Destination Port / Terminal Inland transit Road or rail Shipper Consignee Seller arranges Insurance for the whole journey but policy is assigned to buyer

  19. Cost & Freight (CFR) • Penjual hanya membayar biaya dan ongkos angkut barang sampai ketempat pelabuhan yang ditunjuk, dan hanya bertanggung jawab hanya sampai barang masuk kapal. • Pembeli mengambil alih tanggung jawab saat barang telah melewati ship’s rail; Inland transit Road or rail Original Port / terminal Destination Port / Terminal Inland transit Road or rail Shipper Consignee Buyer arranges insurance for sea journey until final destination Seller arranges insurance until goods cross ship’s rail

  20. Insurance Arranged by Exporter Insurer Settling Agent Surveyor Exporter Importer Shipping Co. Shipping Co. Port Opening Bank Correspondent Bank

  21. Insurance Arranged by Importer Insurer Importer Surveyor Exporter Shipping Co. Port Shipping Co. Correspondent Bank Opening Bank

  22. Marine Perils • Polis asuransi pengangkutan laut tidaklah bertujuan untuk menutup semua kerugian yang diderita tertanggung, akan tetapi hanya menjamin kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh kejadian-kejadian yang secara kebetulan datang dari luar (incidental cause). • Juga polis tidak menyebutkan macam kerugian yang dapat diganti, akan tetapi hanya menyebutkan resiko-resiko yang dijamin. Jika kerugian terjadi akibat resiko tersebut, maka asuransi akan memberikan penggantian. • Resiko-resiko yang dapat dijamin adalah resiko yang dapat terjadi, akan tetapi belum pasti terjadi selama masa pertanggungan.

  23. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 637 resiko-resiko yang dijamin itu antara lain disebutkan :’angin topan, hujan lebat, pecahnya kapal, terdamparnya kapal, menggulingnya kapal, penubrukan, karena kapalnya dipaksa mengganti haluan atau perjalanannya, karena pembuangan barang-barang kelaut, karena kebakaran, paksaan, banjir, perampasan, bajak laut, atau perompak, penahanan atas perintah dari pihak atasan, penyataan perang, tindakan-tindakan pembalasan, segala kerusakan yang disebabkan karena kelalaian, kealpaan atau kecurangan nahkoda atau anak buahnya, atau pada umumnya karena segala malapetaka yang datang dari luar, yang bagaimanapun juga kecuali apabila oleh ketentuan undang-undang atau oleh sesuatu janji di dalam polisnya, penanggung dibebaskan dari pemikulan sesuatu dari bahaya tadi’

  24. Sedang dalam MIA 1906 pasal 3 menyebutkan bahwa resiko-resiko yang dijamin antara lain : “perils of the seas, fire, war perils, pirates, rovers, thieves, captures, seizures, restraints, and detainments of princes and peoples, jettisons barratry, and any other perils, either of the like kind or which may be designated by the policy.” • Kerugian yang terjadi akibat dari pada resiko-resiko yang disebutkan baik KUHD maupun MIA 1906 haruslah yang secara kebetulan datang dari luar (must be fortuitous or accidental). • Kerugian akibat resiko yang pasti terjadi dan bukan dapat terjadi seperti ‘wear and tear’, ‘membusuk sendiri’, ‘berkeringat’ (sweats atas gula) adalah kerusakan yang tidak dijamin oleh polis karena kerusakan yang demikian dianggap pasti terjadi dalam keadaan normal. – kerusakan inherent vice. • Akan tetapi kalau ventilasi kapal ditutup untuk mencegah masuknya air dalam heavy weather dan mengakibatkan muatannya berkeringat dan busuk, hal ini adalah termasuk pada accidental atau resiko yang datang dari luar dan oleh karenanya dijamin.

  25. Perils of the seas : bukan hanya meliputi pecahnya kapal, terdampar, terguling, atau tabrakan, tetapi juga termasuk kapal bocor dan air laut masuk, heavy weather, grounding dan bahaya lain yang datang dari luar (accidental cause) dan mengakibatkan kerusakan. • Namun demikian janganlah ditafsirkan bahwa semua kejadian atau kerusakan diatas laut otomatis termasuk perils of the seas dan dijamin oleh polis. Supaya dapat digolongkan kepada perils of the seas dan dijamin oleh polis haruslah ada kejadian (casualty). Kerusakan akibat angin atau gelombang yang biasa misalnya tidak termasuk kepada perils of the seas dan tidak dijamin oleh polis. • Kebakaran (fire) : ada banyak hal yang dapat menyebabkan kebakaran, antara lain accident, akibat kesalahan crew, akibat salah satu barang terbakar sendiri (spontaneous combustion) dan akibat dari hal-hal lain yang kurang jelas. Kerusakan akibat spontaneous combustion tidak dijamin dalam polis, karena itu termasuk pada inherent vice. Kadang-kadang yang sukar membuktikan apakah barang itu rusak karena sifatnya yang spontaneous combustion atau tidak.

  26. Barratry dan kecurangan nahkoda : barratry adalah tindakan dari nahkoda atau crew untuk mengambil alih kapal dari pemiliknya dan kemudian menguasai dan menggunakan / membawanya ketempat yang tidak disetujui pemiliknya. • Barratry tidak disebutkan dalam ICC B/C maka tidak dijamin, sedangkan dalam ICC-A dijamin, karena tidak ada dalam pengecualian. • Jettison: adalah tindakan membuang barang kelaut dengan maksud menyelamatkan kepentingan yang lain dalam suatu bahaya yang dihadapi, misalnya karena kapal kandas. • Jika barang dibuang dengan maksud menyelamatkan kapal dan barang lain, maka kerugian atas dibuangnya barang ini dijamin oleh polis, yang umumnya digolongkan kepada General Average

  27. Karena jettison ini termasuk resiko yang ditegaskan dijamin dalam polis, maka walaupun kerugian serupa itu digolongkan kepada GA, polis yang menutup barang itulah yang wajib lebih dahulu membayar claim. • Akan tetapi kalau barang dibuang karena sifatnya sendiri, misalnya karena terjadi spontaneous combustion (termasuk resiko inherent vice), maka kerugian tersebut tidak dijamin dalam resiko jettison.

  28. Institute Cargo Clauses • Luasnya Jaminan (Risk Covered) : terdiri atas 3 pasal • Risiko-risiko yang dijamin (Risks Clause) • Jaminan untuk ‘general average’ (General Average Clause) • Jaminan dalam hal tubrukan (Both to Blame Collision Clause) • Pengecualian (Exclusions) : yang terdiri atas 4 pasal 4. Pengecualian umum (General Exclusion Clause) 5. Pengecualian yang berhubungan dengan alat pengangkut (Unseaworthiness and Unfitness Exclusion Clause) 6. Pengecualian karena perang (War Exclusion Clause) 7. Pengecualian karena pemogokan (Strike Exclusion Clause) • Masa Berlakunya Jaminan (Duration) : terdiri atas 3 pasal 8. Mulai dan berakhirnya perjalanan yang dijamin (Transit Clause) 9. Berakhirnya polis sehubungan dengan berakhirnya kontrak pengangkutan (Termination of Contract of Carriage Clause) 10. Berlakunya jaminan dalam hal terjadi perobahan perjalanan (Change of Vayoge)

  29. ICC 4. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam hal claim (Claims): terdiri atas 4 pasal 11. Keharusan adanya kepentingan (Insurable Interest) 12. Biaya-biaya tambahan yang dijamin apabila perjalan dihentikan ditengah perjalanan (Forwarding Charges Clause) 13. Persyaratan =2 yang harus dipenuhi untuk dapat digolongkan kepada constructive total loss (Constructive Total Loss Clause) 14. Persyaratan =2 yang harus dipenuhi apabila ada tambahan nilai atas barang diasuransikan (Increase Value Clause) 5. Asuransi tidak menguntungkan orang lain (Benefit of Insurance) : 1 pasal 15. Adanya asuransi tidak akan digunakan menguntungkan pengangkut atau pihak lain (Not to Inure Clause)

  30. ICC 6. Kewajiban untuk memperkecil kerugian (Minimizing Losses): terdiri 2 pasal 16. Kewajiban tertanggung untuk melakukan tindakan yang wajar untuk memperkecil kerugian (Duty of Assured Clause) 17. Tindakan yang diambil oleh tertanggung atau penanggung untuk mengurangi kerugian tidak boleh dianggap sebagai pengabaian atau menghilangkan hak/kewajiban kedua pihak (Waiver Clause)

  31. ICC …. 7. Kewajiban untuk menghindari kelambatan (Avoidance of Delay) : terdiri atas 1 pasal 18. Tertanggung diwajibkan untuk melakukan segala pelaksanaan yang wajar dalam pengawasannya (Reasonable Despacth Clause) 8. Dasar Hukum Yang digunakan (Law and Practice) : 1 pasal 19. Dasar hukum yang digunakan dalam polis adalah hukum dan kebiasan Inggris (English law and Practice Clause)

  32. Comparison A / B / C Pasal (1) : ICC (A) : Memberi jaminan “all risks”, kecuali akibat dari hal-hal yang dikecualikan pada pasal 4,5,6 dan 7 ICC (B) : Menjamin semua bahaya-bahaya yang dijamin oleh ICC (C) ditambah dengan : gempa bumi, volcanic eruption or lightning, washing overboard, entry of sea lake or river water into vessel craft hold conveyance container liftvan or place of storage; total loss of any package lost overboard or dropped whilst loading on to, or unloading from, vessel or craft. Dari perincian diatas kita lihat bahwa ada 4 kelompok risiko yang dijamin oleh ICC (B) tidak dijamin dalam ICC (C )

  33. Comparison.. • ICC (C ) : Memberi jaminan pada hal-hal yang “attributable to” kebakaran dan ledakan, kandas dan sejenisnya, terguling, tubrukan alat pengangkut dan pembongkaran dipelabuhan darurat. Juga memberikan jaminan pada hal-hal yang “caused by” pengorbanan General Average dan Jettison • Beda antara “attributable to” dengan “caused by” : • Attributable to : berarti Penanggung akan menjamin kerugian apabila digolongkan kepada atau mungkin merupakan bagian dari…, dalam hal ini tertanggung tidak perlu membuktikan apa sebab-sebab terjadinya kerugian tersebut. Sudah cukup apabila ia menunjukan bahwa kerugian itu tergolong atau merupakan bagian dari risiko yang disebutkan, seperti fire, dll. • Caused by : berarti sebelum penanggung memberikan ganti rugi, terlebih dahulu harus jelas sebab-sebab dari kerugian termasksud….dalam hal ini proximate cause harus jelas.

  34. Summary ICC (A) (B) (C)

  35. Penjelasan • Fire or explosion: Untuk ini tertanggung hanya perlu menunjukan bahwa kerugian yang terjadi ‘reasonably attributable to’ fire atau explosion. Misalnya, jika ada kebakaran diatas kapal atau didalam warehouse atau selama perjalanan, maka kerusakan karena panas akan dijamin jika memang akibat dari kebakaran yang terjadi. Hal yang sama juga demikian apabila barang menjadi rusak saat berada disekitar suatu ledakan. Penyebab awal dari suatu fire atau ledakan tidaklah penting, kecuali jika penyebabnya adalah resiko yang dikecualikan (seperti perang, kelalaian yang disengaja oleh tertanggung). • Vessel or craft being stranded, grounded, sunk or capsized : pada saat barang dikeluarkan terbentur atau dalam keadaan rusak, sangatlah sulit untuk membuktikan bahwa kerusakan tersebut akibat penanganan yang kurang baik atau karena kapalnya kandas atau karam. Maka itu test untuk proximate causenya di tiadakan dan tidak perlu dibuktikan apabila kerusakannya akibat kandas. Dalam resiko ini, maka kerusakan barang akibat seawater (baik dalam ICC-C) akan dijamin selama kejadiannya ‘attributable to’ kapalnya tenggelam, kandas atau karam. Diluar itu, kerusakan barang karena seawater tidak akan dijamin.

  36. Overturning or derailment of land conveyance: resiko ini menjamin barang selama dalam perjalanan setelah keluar dari warehouse sebelum masuk kekapal, ataupun juga setelah barang dibongkar dari kapal dan dalam perjalanan ke warehouse tujuan. Resiko ini juga tidak memerlukan penjelasan kenapa atau apa alasan dari terjadinya kecelakaan seperti terbaliknya kontainer. • Collision or contact of vessel, craft or conveyance with any external object other than water : resiko ini menjamin kerugian akibat kapal atau kendaraan yang membawa barang mengalami tabrakan dengan apapun, namun tidak menjamin kerugian atau kerusakan selama perjalanan / perpindahan akibat cuaca buruk (heavy weather). • Discharge of cargo at a port of distress : pada saat kapal mengalami masalah dan harus bersandar pada sebuah pelabuhan terdekat (manapun) untuk perbaikan kapal, maka mungkin saja terjadi kerusakan barang akibat bongkar muat saat dipelabukan terdekat tersebut.

  37. Earthquake, volcanic eruption and lightning : ICC-C tidak menjamin resiko ini. Resiko ini menjamin kerugian akibat gempa bumi ataupun volcanic eruption baik selama berada dilaut ataud didarat, sepanjang dapat dibuktikan bahwa kerugian yang terjadi ‘attributable to’ …. • General Average sacrifice : kerugian atau kerusakan barang akibat general sacrifice (GA) akan diganti oleh pihak underwriter tanpa harus menunggu seluruh proses GA selesai, karena biasanya akan memakan waktu yang cukup lama. Underwriter setelah membayar klaim kepada tertanggung akan memiliki hak subrogasi untuk recovery dari dana yang dikumpulkan (GA fund) dimana akan dibagikan kepada seluruh pihak yang terkait. Jika hasil recovery dari GA fund ini underwriter menerima lebih, maka biasanya kelebihan ini akan dikembalikan kepada tertanggung (mengembalikan excess yang telah dibayar). • Jettison: pengertian dari jettison adalah barang yang dibuang kelaut pada saat suatu resiko laut terjadi untuk menyelamatkan perjalanan. Jika pemilik kapal dan pemilik barang berlainan pihak, maka barang yang dijettison akan dihitung sebagai GA sacrifice. Namun jika pemilik kapal dan cargo hanya satu pihak, maka tidak mungkin diberlakukan GA, namun untuk itu berlaku klaim jettison.

  38. Washing overboard : ICC-C tidak menjamin resiko ini. Tertanggung dalam hal ini harus membuktikan bahwa barangnya hilang karena washed overboard, bukan hanya hilang (lost) overboard. Dalam ICC-B juga menjamin kerugian akibat sling putus selama loading/unloading. • Entry of water into vessel, etc : inilah perbedaan antara ICC-B dan ICC-C. Dalam ICC-C tidak menjamin kerusakan akibat masuknya air kedalam kapal, kecuali kapalnya stranded atau karam, kandas, dimana barang tertanggung berada di kapal selama kejadian tersebut atau selama terjadinya tabrakan sesama kapal atau objek lainnya, atau akibat jettison atau GA. • Heavy weather : seperti telah disebutkan diatas bedanya washing overboard tidaklah selalu termasuk ‘lost overboard’ walaupun selama cuaca buruk. Perlu dicatat bahwa dalam ICC-B tidaklah menjamin denting, breakage atau kerusakan lainnya akibat kapal bergoyang-goyang selam cuaca buruk. ICC-A cover hal ini. • Sling loss : klausula 1.3. Dari ICC-B mengcover kerusakan barang akibat jatuh selama loading atau discharge, namun kerusakan yang terjadi haruslah ‘total loss’.

  39. Klausula penegasan General Average : pasal ini menjelaskan jaminan atas biaya-biaya untuk general average dan salvage yang terjadi karena menghindarkan atau berhubungan dengan bahaya-bahaya dalam perjalanan, kecuali resiko-resiko yang disebutkan pada padal 4,5, 6 dan 7. • Both to blame collision : penegasan mengenai tanggung jawab dalam hal tubrukan kapal. Pasal ini memberikan jaminan pada tertanggung bahwa apabila ia terpaksa turut membayar tanggung jawab terhadap pemilik kapal lain akibat tubrukan, maka ia akan mendapat penggantian dari asuransinya. Jika terjadi hal demikian, maka tertanggung harus segera memberitahukan hal ini kepada pihak asuransinya. Pihak asuransi akan melakukan pembelaan, dengan biaya sendiri atas klaim jenis ini.

  40. Penjelasan pasal 5 • Asuransi tidak menjamin kerusakan atau kerugian akibat dari : tidak layak lautnya kapal ; tidak cocok atau tidak serasinya kapal, container, conveyance untuk mengangkut barang yang bersangkutan dengan aman dan selamat, apabila tertanggung atau wakilnya mengetahui kapal tidak layak laut atau tidak cocok untuk barangnya saat dimuat. – kecuali telah diketahui dan disetujui oleh penanggung sebelumnya. • Sebagaimana diketahui dalam voyage policy adalah merupakan ‘implied warranty’ bahwa kapal harus layak laut pada saat memulai pelayarannya. Kalau ternyata tidak layak laut dan akibat dari itu terjadi kerugian atas barang yang diangkutnya, maka pihak asuransi tidak akan bertanggung jawab atas hal itu.

  41. Penjelasan pasal 6 dan 7 • Kedua pasal ini menjelaskan pengecualian bahaya perang dan pemogokan, oleh seluruh ICC (A-B-C). • Pasal 6.2 ICC-B dan ICC-C : capture seizure arrest restraint or detainment, and the consequences thereof or any attempt thereat • Pasal 6.2. ICC-A : capture seizure arrest restraint or detainment (piracy excepted), and the consequences thereof or any attempt thereat • Pasal 6.2 : Piracy atau perompakan bukanlah bahaya perang, dan resiko ini tidak dikecualikan dalam ICC A, namun tidak dijamin dalam ICC B/C. • Yang perlu diperhatikan pada pasal 7 adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh tertanggung sehubungan dengan pengecualian ini, tidak akan di cover. Contoh, karena ada pemogokan dipelabuhan tujuan, dan di carrier menaruh cargo dipelabuhan lainnya supaya bisa diangkut ke kapal dan dikirim ketempat tujuan dengan mengeluarkan biaya-biaya tambahan, maka biaya-biaya ini tidak dijamin. Kecuali pasal 12 ‘forwarding expenses’ dijamin apabila resikonya dijamin.

  42. Penjelasan 8 – transit clause • Tujuan dari pasal 8 ini adalah untuk mempertegas ‘warehouse to warehouse’ dan ‘extended cover’. • Pasal 8.1 jaminan mulai berlaku sejak saat barang meninggalkan gudang untuk mulai perjalanan dan berlaku terus sampai : • Tiba digudang tujuan yang disebutkan dalam polis • Tiba di gudang lain yang dipilih oleh tertanggung untuk : penyimpanan diluar perjalanan biasa ; untuk penimbunan atau penyebaran ; atau • Setelah berakhirnya 60 hari setelah dibongkar dari kapal di pelabuhan tujuan,, • Mana yang lebih dahulu • 8.2 jika setelah dibongkar dari kapal dipelabuhan tujuan, tetapi sebelum berakhirnya asuransi barang ini, barang tersebut diteruskan ketujuan yain lain dari yang disebutkan dalam polis, maka perjalanan ke tujuan termaksud tidak termasuk dalam polis ini. • 8.3 asuransi ini tetap berlaku (dengan berpegang pada ketentuan diatas serta pasal 9 dibawah) bila terjadi keterlambatan diluar pengawasan tertanggung, deviasi, pembongkaran yang terpaksa, pengapalan kembali atau transhipment dan karena sebab-sebab lain yang terjadi dalam batas-batas wewenang pengangkut sesuai ketentuan B/L

  43. Pasal 9 • Pasal ini menyatakan bahwa : jika terjadi hal-hal diluar kekuasaan tertanggung menyebabkan perjalanan harus berakhir pada salah satu pelabuhan atau tempat yang lain dari yang disebutkan dalam polis atau perjalanan berakhir akibat dari yang disebutkan dalam pasal 8, maka polis inipun akan berakhir “kecuali pemberitahuan segera dilakukan pada penanggung dan memintakan perpanjangannya serta bersedia membayar tambahan premi bila diminta” , karena salah satu dari : • 9.1 barang dijual pada pelabuhan atau tempat termaksud, atau diadakan persetujuan tersendiri, atau setelah 60 hari barang itu tiba di tempat / pelabuhan termaksud , mana yang lebih dulu terjadi • 9.2 jika barang diteruskan dalam waktu 60 hari (atau jangka waktu lain yang disetujui) ke tujuan yang disebut dalam polis atau tujuan lain, atau berakhir sesuai ketentuan pasal 8 diatas

  44. Pasal 10 - Perubahan Voyage • Dengan pasal ini maka kalau ada perobahan perjalanan oleh tertanggung, maka asuransi masih tetap berlaku asal perobahan itu segera diberitahukan kepada penanggung dan bersedia menyetujui perobahan premi dan kondisi. • Jika tidak ada pemberitahuan atas perobahan ini, maka ketentuan ‘perobahan perjalanan’ akan dijelaskan sebagai berikut: • Resiko yang dijamin oleh penanggung dalam voyage “at and from….to…..” atau “from ….to…..”. Jika route perjalanan menyimpang dari pada yang ditentukan dalam polis, maka polis tidak menjamin barang yang diangkut tersebut. Demikian pula halnya kalau bongkar muat ditempat yang tidak disebutkan didalam polis maka penanggung tidak wajib menjamin kerugian yang terjadi. • Misalnya pelabuhan at and from Tokyo, namun berangkat dari Taiwan, maka polis tidak akan menjamin, atau dengan kata lain polis yang telah dibuat tidak berlaku.

  45. Perubahan Voyage yang masih dijamin • Apabila polis dengan tegas menyatakan bahwa tertanggung boleh malakukan hal itu., asal tertanggung bersedia membayar premi • Apabila perobahan atau keterlambatan itu terjadi diluar kekuasaan dari nahkoda dan crewnya. • Apabila perubahan perjalanan tadi atau keterlambatan itu dilakukan dalam rangka menyelamatkan kapal dan kepentingan yang diasuransikan. • Apabila hal itu dilakukan demi menyelamatkan jiwa manusia • Jika secara wajar diperlukan untuk pengobatan atau bantuan kepada orang yang ada diatas kapal.

  46. Penjelasan lainnya.. • Pasal 11. Untuk bisa mendapatkan ganti rugi dalam polis ini, tertanggung harus mempunyai insurable interest pada saat terjadi kerugian (hal ini merupakan penegasan pasal 6 MIA 1906) • Pasal 12. Jika akibat dari suatu resiko yang dijamin polis, perjalanan barang yang bersangkutan tidak bisa dilanjutkan, maka penanggung akan mengganti semua biaya-biaya yang wajar dikeluarkan untuk pembongkaran, penyimpanan dan meneruskannya pada tujuan. • Pasal 13. Menegaskan bahwa constructive total loss hanya dapat disetujui apabila biaya-biaya pengurusan, perbaikan dan penerusan ketujuan melebihi dari nilai barang setelah tiba di tujuan. Ini merupakan penegasan dari pasal 60(1) MIA 1906 • Pasal 14. Ditujukan untuk melindungi tertanggung sehingga apabila ia mau, nilai tambahan atas barang dapat diasuransikannya sehingga nilai barang (agreed value) menjadi lebih tinggi dari harga pembeliannya. Dengan kemungkinan adanya kenaikan harga, besarnya biaya dan keuntungan yang diharapkan, hal itu dapat ditambahkan dalam jumlah pertanggungan.. Apabila tambahan nilai ini akan diasuransikan, maka clausula yang harus digunakan adalah seperti disebutkan dalam pasal 14.2

  47. Pasal 15 ini ditujukan untuk mencegah dimanfaatkannya asuransi ini menguntungkan pihak pengangkut atau orang lain. Misalnya, tertanggung membuat perjanjian yang menghilangkan tanggung jawab pengangkut untuk mendapatkan sewa yang lebih murah, membebaskan pemilik gudang pelabuhan dari tanggung jawab, dsb. Kalau terjadi demikian maka bertentangan dengan maksud penutupan asuransi ini. • Pasal 16. Menegaskan bahwa apabila ada biaya-biaya yang dikeluarkan tertanggung dalam usahanya memperkecil kerugian tersebut, maka biaya-biaya termaksud akan diganti penanggung.. • Pasal 17. Dalam hubungan dengan usaha memperkecil kerugian seperti dimaksud dalam pasal 16, baik tertanggung maupun penanggung akan melakukan beberapa tindakan yang dianggap perlu. Tindakan ini tidak boleh dianggap mempengaruhi hak dan kewajiban orang lain serta tidak menghilangkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam polis. Jadi apabila penanggung membantu tertanggung atau pihak pengangkut membenahi kerusakan barang, hal ini jangan diartikan bahwa penanggung telah menyetujui kerugian. Jadi jangan diartikan bahwa dengan demikian tertanggung tidak perlu lagi melakukan kewajibannya sebagaimana mustinya.

  48. Pasal 18. Dimaksudkan bahwa tertanggung harus melakukan pengiriman atas barang itu tanpa tertunda-tunda. Karena jaminan meliputi selama ‘transit’ dan tidak dijelaskan berapa lama harus sampai dari gudang pengiriman ke gudang tujuan, jangan sampai terjadi barang itu tertahan dalam perjalanan termaksud secara tidak wajar. Dalam batas-batas pengawasan tertanggung, ia harus melakukan segala usaha agar pengiriman itu berjalan lancar. • Pasal 19. Dasar hukum dan kebiasaan dalam penutupan ini.

  49. Exclusions – applicable to all clauses • Wilful misconduct of the assured (kerusakan akibat perbuatan tertanggung sendiri). • Ordinary leakage, ordinary loss in weight, wear and tear (kebocoran biasa, susut berat dan volume, aus dan usang akibat pemakaian). • Caused by insufficient or unsuitability of packing (kurang baiknya packing) • Inherent vice or nature of the cargo (karena sifat barang sendiri) • Insolvency of vessel owner / manager (bangkrut pemilik kapal) • Loss damage or expense caused by delay (kerugian langsung akibat delay, walaupun delay nya akibat resiko yang dijamin) • Kerusakan akibat senjata perang, pecahan nuclear dan radio aktif • Deliberate damage (perbuatan jahat orang lain – hanya pada ICC-A)

  50. Seaworthiness / Fitness of vessel : kapal haruslah selalu dalam keadaan layak laut sewaktu voyage, demikian pula kapal yang bersangkutan haruslah memenuhi syarat untuk mengangkut barang tertentu (cargo-worthy). Akan tetapi kalau pengangkutan barang dari darat ke kapal dan sebaliknya harus dilakukan melalui tongkang, ketentuan seaworthiness tadi tidak harus berlaku untuk tongkang yang digunakan untuk memuat atau membongkar barang dari kapal. • Yang perlu layak laut hanyalah kapal yang mengangkut barang itu dari pelabuhan muat sampai ketujuan, Jika kapal ternyata tidak layak laut pada waktu memulai perjalanan, dan kerugian itu terjadi akibat dari pada tidak layak lautnya kapal, maka pihak penanggung dapat menolak segala tanggung jawab atas kerusakan yang terjadi. • Kalau kapal sudah layak laut sewaktu perjalanan dimulai dan selama perjalanan yang bersangkutan terjadi accident yang mengakibatkan kapal menjadi tidak layak laut, hal ini tidak dapat dijadikan alasan oleh penanggung untuk menolak klaim. Lain halnya apabila dalam polis ada express warranty “seaworthiness maintained”, maka selama perjalanan kapal haruslah layak laut.

More Related