1 / 40

MENGENAL LEBIH LANJUT KRITERIA VISIBILITAS HILAAL DI INDONESIA

MENGENAL LEBIH LANJUT KRITERIA VISIBILITAS HILAAL DI INDONESIA Disampaikan pa da Dauroh RHI Solo Raya IV Solo, 17 April 2011. Oleh: Muh. Ma’rufin Sudibyo ============================================================ ================= Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Falak

ketan
Télécharger la présentation

MENGENAL LEBIH LANJUT KRITERIA VISIBILITAS HILAAL DI INDONESIA

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. MENGENAL LEBIH LANJUT KRITERIA VISIBILITAS HILAAL DI INDONESIA Disampaikan pada Dauroh RHI Solo Raya IV Solo, 17 April 2011 Oleh: Muh. Ma’rufin Sudibyo ============================================================================= Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Falak Rukyatul Hilal Indonesia 2011

  2. LATAR BELAKANG • Sedikitnya data hasil observasi hilaal dan hilaal tua yang berasal dari daerah tropis. • Great Database ICOP (2004) = 51 dari 737 (6,9 %) • Yallop (1997) = 28 dari 295 (9,5 %) • Sedikitnya data hasil observasi hilaal dan hilaal tua yang berasal dari Indonesia. • 38 data (Depag RI 1962 – 1997, dalam Djamaluddin, 2000) • 37 data (PRTI 1991, dalam Ilyas, 1994)

  3. LATAR BELAKANG • Sedikitnya data hasil observasi yang valid dan reliabel. • 11 dari 29 data Depag RI (29 %) • 6 dari 29 data Ilyas (20 %) Sebagai pembanding : hanya 6 dari 46 data hasil observasi di Saudi Arabia 1961 – 2004 (13 %) yang valid (Odeh, 2008). Jumlah data valid dan reliabel yang terlalu sedikit membuat keputusan yang diambil berdasarkannya berpotensi bias.

  4. TUJUAN • Merekapitulasi data hasil observasi hilaal dan hilaal tua di Indonesia sebagai basis data lokal. • Membandingkan data hasil observasi dengan teori visibilitas hilaal yang sudah eksis untuk mengetahui variasi lokal yang mungkin terjadi terkait kekhasan posisi Indonesia (di lintang rendah dan sebagai benua maritim).

  5. TUJUAN • Merumuskan definisi hilaal khususnya untuk lokalitas Indonesia. • Menguji “kriteria” yang selama ini digunakan di Indonesia : Wujudul Hilaal, MABIMS/Imkanur Rukyat dan LAPAN. • “Kriteria” Wujudul Hilaal • Sunset – moonset  0 menit

  6. TUJUAN • “Kriteria” MABIMS/Imkan Rukyat • Tinggi Bulan (h)  2o • Elongasi Bulan – Matahari (aL)  3o • Umur Bulan saat sunset  8 jam • “Kriteria” LAPAN • aD 0,14 DAz2 – 1,83 DAz + 9,11 • aD = selisih tinggi Bulan – Matahari • DAz = selisih azimuth Bulan – Matahari

  7. METODE • Target : • Hilaal (Bulan sabit termuda) • Hilaal tua (Bulan sabit tertua) • Waktu : • Hilaal  dalam waktu 2 kali terbenamnya Matahari (sunset) pasca konjungsi  (Moon Age = max 48 jam) • Hilaal tua  dalam waktu 2 kali terbitnya Matahari (sunrise) pra konjungsi  (Moon Age = max minus 48 jam)

  8. METODE • Cara : • Hilaal • Pengamatan pada waktu senja • Pengamat menghadap ke horizon barat • Fokus pada saat dan pasca sunset • Hilaal tua • Pengamatan pada waktu fajar • Pengamat menghadap ke horizon timur • Fokus pada pra dan saat sunrise

  9. METODE • Instrumen : • Mata tanpa alat bantu optik (naked eye) • Alat bantu optik (binokuler, teodolit, teleskop) • Kamera digital • Instrumen Bantu : • Petunjuk waktu (jam) terkalibrasi • Kompas magnetik • GPS receiver

  10. METODE • Hilaal Tracker • Buku catatan • Citra satelit cuaca dan prediksinya dalam beberapa jam ke depan • Termometer (optional) • Higrometer (optional) • Laptop dengan Starry Night

  11. METODE • Personalia : • Tunggal • Berkelompok (lebih disarankan) • Data yang diharapkan : • Koordinat dan elevasi lokasi pengamatan • Kondisi langit di horizon barat/timur secara kualitatif • Jam saat sunset/sunrise secara aktual • Jam saat hilaal mulai terlihat dengan mata tanpa alat bantu optik

  12. METODE • Jam saat hilaal mulai terlihat dengan alat bantu optik • Jam saat hilaal tua mulai menghilang saat dilihat dengan mata tanpa alat bantu optik • Jam saat hilaal tua mulai menghilang saat dilihat dengan alat bantu optik • Orientasi hilaal/hilaal tua • Citra hilaal/hilaal tua dan horizon

  13. 950BT 1000 1050 1100 1200 1250 1300 1350 1400 1150 +100 +100 950 BT 1000 1050 1100 1200 1250 1300 1350 1400 1150 + 50 + 50 LHK 00 00 - 50 - 50 CRB PAB - 100 - 100 LOL JAK DPK PLR KBM PWR GRE PRG METODE • Jejaring titik observasi :

  14. METODE • Jejaring titik observasi : • Paling utara : Lhokseumawe (5o LU) • Paling selatan : Reabold Hill, Perth, Australia Barat (32o LS) • Paling barat : Lhokseumawe (97o BT) • Paling timur : Condrodipo, Gresik (112,5o BT)

  15. METODE • Data dari observer lain di luar jejaring RHI bisa diterima asal memenuhi persyaratan berikut : • Ada catatan selisih waktu antara terbenamnya Matahari dan terbenamnya Bulan • Ada catatan orientasi/kemiringan hilaal • Ada catatan kondisi horizon dan langit • Ada catatan tentang alat bantu optik yang digunakan • Ada citra/foto yang dilampirkan

  16. PREDIKSI VISIBILITAS PADA 31 AGUSTUS 2008 (PENENTUAN 1 RAMADHAN 1429 H) DAN TITIK – TITIK TEMPAT LAPORAN HILAAL TERAMATI Area dimana Hilaal berpotensi terlihat namun jika dan hanya jika menggunakan teleskop/teodolit Basmol - Jkt Cakung - Jkt Gresik - Jatim Lampung Barat Bangkalan - Jatim Bandung - Jabar Pantai Depok - DIY Pacitan - Jatim METODE

  17. METODE • Pengolahan data : • Menggunakan algoritma Jean Meeus dengan dibantu software Moon Calculator v6.0 dari Dr. Monzur Ahmed. • Setting software : topocentric, airless, geometric sunrise/sunset • Output : aD, h, aL, DAz (harga mutlak), Moon Age, Lag, mag, W, R

  18. Bulan DAz aL aD Horizon Matahari METODE

  19. VARIABEL • Faktor cuaca yang berkemungkinan mempengaruhi observasi : • Sistem angin muson (monsoon) antara benua Asia dan Australia • El Nino Southern Oscillation (ENSO) di Samudera Pasifik • Indian Ocean Dipole Mode (IODM) di Samudera Hindia • Madden Julian Oscillation

  20. VARIABEL ASIAN MONSOON MJO ENSO IODM AUST. MONSOON

  21. VARIABEL Penyimpangan cuaca lokal (pertumbuhan awan) Akibat aktifnya Madden Julian Oscillation Lokasi Intertropical Convergence Zone

  22. VARIABEL • Merkurius • Magnitude max = -1,4 • Selalu di horizon timur/barat • Bisa mengecoh observer (dianggap hilaal)

  23. VARIABEL • Venus • Magnitude max = -7,1 • Selalu di horizon timur/barat • Mempunyai fase – fase seperti Bulan • Bisa mengecoh observer (dianggap hilaal)

  24. CONTOH CITRA HILAAL

  25. CONTOH CITRA HILAAL TUA

  26. CONTOH CITRA HILAAL

  27. CONTOH CITRA HILAAL

  28. DATA • periode observasi : Januari 2007 – Desember 2009 • Visibilitas positif  diolah berdasarkan best time (Yallop, 1997) • Visibilitas negatif  diolah berdasarkan jam sunrise/sunset • Visibilitas positif : 107 data • Visibilitas negatif : 67 data • Total data : 174 data • Pembanding : • Basis data ICOP = 737 data dalam 6 tahun • Basis data Kemenag RI = 38 data dalam 30 tahun

  29. DATA • Visibilitas positif • Persamaan batas : Tb – 0,420 Lag + 16,941

  30. DATA • Visibilitas positif • Persamaan visibilitas : aD 0,099 DAz2 – 1,490 DAz + 10,382

  31. ANALISA • Pendefinisan hilaal : • Persamaan : Tb – 0,420 Lag + 16,941 • Batas atas : Tb = 0  Lag = 40 menit • Batas bawah : Tb = Lag = 12 menit (teoritik), Lag = 24 menit (empirik) • Bandingkan dengan great database ICOP : Lag min = 21 menit

  32. PEMBAHASAN • Bentuk persamaan berbeda dengan persamaan visibilitas global

  33. PEMBAHASAN • Perbandingan dengan basis data global yang telah diseleksi hanya untuk daerah tropis

  34. PEMBAHASAN • Justifikasi dari tim rukyatul hilaal UM Malaysia

  35. PEMBAHASAN • Rukyatul hilaal 12 Juli 2010

  36. PEMBAHASAN • Perbandingan dengan basis data global yang telah diseleksi hanya untuk daerah tropis

  37. PEMBAHASAN • Perbandingan dengan basis data global yang telah diseleksi hanya untuk daerah tropis

  38. PEMBAHASAN • Persamaan visibilitas : aD 0,099 DAz2 – 1,490 DAz + 10,382 • Berbentuk mirip kriteria LAPAN, namun lebih pesimistik (LAPAN : aD 0,14 DAz2 – 1,83 DAz + 9,11) • aD minimum = 4,605o  teoritik  sangat dekat dengan aD minimum versi Ilyas = 4o (Ilyas, 1988) • aD minimum = 5,792o  empirik • DAz saat aD minimum = 7,482o • elongasi minimum = 7,234o (empirik)

  39. TANTANGAN KE DEPAN • Jumlah data perlu diperbanyak agar analisis lebih akurat. • Perlunya fokus dan memperbanyak data di sepanjang kurva persamaan visibilitas RHI, sehingga akurasinya lebih tinggi. • Perlunya memperluas jejaring titik pengamatan. • Perlunya mengkaji implementasi definisi hilaal ke dalam Kalender Hijriyyah, baik ke depan atau sorot balik ke masa silam. • Perlu dilakukan uji fotometri untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya akan visibilitas hilaal Indonesia

  40. KESIMPULAN • Terbentuk basis data visibilitas hilaal Indonesia • Hilaal adalah : Bulan pasca konjungsi yang memiliki 24  Lag  40 • Kriteria visibilitas RHI : aD 0,099 DAz2 – 1,490 DAz + 10,382 • Kriteria tersebut hanya berlaku untuk daerah tropis

More Related