1 / 66

Sistem Logistik Peternakan Yang Efisien

Rantai pasok peternakan merupakan aliran fisik perdagangan yang sarat dengan kepentingan. <br>Rantai pasok peternakan tidak dapat dipisahkan dari instrumen kebijakan seperti standar proses atau prosedur, standar kesehatan, standar keamanan, dan skema lainnya yang menekankan keadilan dan kepatutan serta menjaga aspek lingkungan dalam perdagangan. <br>Tujuan dari paparan ini adalah menjelaskan pentingnya perwujudan rantai pasok daging sapi yang efisien tetapi juga berkeadilan.

togar
Télécharger la présentation

Sistem Logistik Peternakan Yang Efisien

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Sistem Logistik Peternakan Yang Efisien Togar M. Simatupang Masyarakat Logistik dan Rantai Pasok Indonesia (MLRI) dan Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung Disampaikan pada Seminar Nasional Sistem Moda Transportasi Ternak yang Berprinsip Kesejahteraan Hewan yang diselenggarakan oleh Masyarakat Kesejahteraan Hewan Ternak Indonesia (MKTI) atau Indonesian Farm Animal Welfare Society (INDOFAST) pada hari Kamis tanggal 6 Juni 2013 Nusa Dua Convention Center - Bali

  2. Kilasan • Pendahuluan • Logistik dan Rantai Pasok Daging Sapi • Rantai Pasok Daging Sapi • Kaji Banding Sistem Logistik Daging Sapi yang Efisien • Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) • Survei Rantai Pasok Sapi Potong • Rekomendasi • Penutup 2

  3. Pendahuluan • Peternakan bukan hanya mencakup budidaya tetapi semua kegiatan mulai dari penyediaan infrastruktur, pakan, pemeliharaan, pengangkutan, sampai pada tahap konsumsi. Sistem logistik perternakan menentukan pertemuan antara permintaan dan penyediaan. Rantai pasok peternakan merupakan aliran fisik perdagangan yang sarat dengan kepentingan. Rantai pasok peternakan tidak dapat dipisahkan dari instrumen kebijakan seperti standar proses atau prosedur, standar kesehatan, standar keamanan, dan skema lainnya yang menekankan keadilan dan kepatutan serta menjaga aspek lingkungan dalam perdagangan. Tujuan dari paparan ini adalah menjelaskan pentingnya perwujudan rantai pasok daging sapi yang efisien tetapi juga berkeadilan. • • • • 3

  4. Logistik dan Rantai Pasok Daging Sapi 4

  5. Logistik – Rantai Pasok – Rantai Nilai • Perdagangan sapi melibatkan aspek: – Transaksi (tata niaga) berkaitan aspek keuangan, hukum, regulasi, dan administratif. – Logistik meliputi komoditas yang diperdagangkan secara fisik, jasa, serta berbagai infrastruktur yang mendukung distribusi perdagangan tersebut. – Rantai pasok terdiri dari rangkaian kegiatan mulai dari budidaya sapi sampai titik konsumsi. – Rantai nilai yang menunjukkan pertambahan nilai pada rangkaian proses penyediaan daging sapi. 5

  6. RANTAI PASOK DAGING SAPI Tujuan Asal [0] Asal [1] Tujuan Peternak Sapi Konsumen RumahPotongHewan Super Market Distributor Kecil Penyimpanan[cool & dry] Sapi Toko Konsumen Gudang Warehouse Daerah Jauh QA •Loading & Unloading •QC •Loading •Palleting •QC •Loading & Unloading •Packing •Palleting •QC •Loading & Unloading •Packing •Palleting •QC 6

  7. Rantai pasok – Logistik – Distribusi Daging sapi Export: PRODUK DAGING TPH (TDK TERCATAT) Rantai Pasok Logistik Distribusi PETERNAK KONSUMSI DAGING NASIONAL PRO- KETER • RPH • TPH Pasar hewan POPU- LASI RPH DUKSI DAGING SEDIAAN (INDUSTRI) Perush Asal IMPOR : Daging dan jeroan. Daging olahan DEMAND BUDIDAYA SUPPLY TRANSAKSI : BERAT DAGING TRANSAKSI: BERAT KARKAS TRANSAKSI: BERAT HIDUP /TAKSIR 7 Source: Rachmat Setiadi (2012), Lembaga Studi Peternakan Indonesia

  8. POHON INDUSTRI PETERNAKAN SAPI POTONG Hulu BBIB (Singosari & Lembang) & BET Cipelang Benih (Semen & Embrio) [1] Bibit Induk [2] BBPTU, Persh Perbibitan& Peternakan rakyat On Farm Bibit Sebar (Sapi Budidaya) [3] Peternak, Perusahaan Peternakan Sapi bakalan impor (penggemukan) [3] Hilir –Pasca panen Pasar hewan dan RPH Ternak bakalan [4] Daging RPH (5) Rumah Potong Hewan Hilir –Pengolahan Bakso, sosis, dll [6] daging dan jeroan impor (7) Industri rumahan dan persh. pengolahan pangan Konsumen IMPORTIR DAGING Asosiasi: PPSKI, APFINDO, NAMPA, APDASI, ASPIDI 8 Source: Rachmat Setiadi (2012), Lembaga Studi Peternakan Indonesia Modifikasi dari Muladno dkk. (2009)

  9. Sistem Agribisnis dan Jenis Sapi Potong Pemasaran Pembibitan Pembesaran Penggemukan Pemotongan Ternak 1 Tahun 1 Tahun 75 Hari 1 Hari Sapi Bali, Sapi Madura Simmental Brahman Cross Peranakan Ongole (PO) 9

  10. RANTAI PASOK DAGING SAPI INGGRIS Sumber: Monika J.A. Schröder, Morven G. McEachern, (2002), "ISO 9001 as an audit frame for integrated quality management in meat supply chains: the example of Scottish beef", Managerial Auditing Journal, Vol. 17 No. 1/2, pp.79-85. 10

  11. Kaji Banding Logistik Daging Sapi 11

  12. The halal meat chain and identification of Halal Critical Control Points (HCCP) Source: M. van der Spiegel, H.J. van der Fels-Klerx, P. Sterrenburg, S.M. van Ruth, I.M.J. Scholtens-Toma, E.J. Kok, Halal assurance in food supply chains: Verification of halal certificates using audits and laboratory analysis, Trends in Food Science & Technology, Vol. 27, No. 2, October 2012, Pages 109-119. 12

  13. Quality Standard Mark • The EBLEX Quality Standard Mark Scheme (QSM) for beef and lamb was developed to address key consumer concerns about the eating quality of red meat, such as succulence and tenderness. • It provides one of the highest levels of independently inspected quality assurance for meat in the United Kingdom. • The standards contain combined guarantees of food safety, animal welfare, care for the environment and eating quality. Source: http://www.eblextrade.co.uk/quality-standard-mark 13

  14. The Red Meat Industry Supply Chain and the Committee Source: http://meatprojects.com/committeestructure.htm 14

  15. Product traceability from farm to consumer Source: http://www.farmwizard.com/new/global-supply-chain-manager/ 15

  16. Application of Information Standards Source: http://www.ausmeat.com.au/industry-standards/electronic-information- standards/application-of-standards.aspx 16

  17. Food Safety Regulatory Framework Source: http://www.dpi.vic.gov.au/agriculture/about-agriculture/food-regulators- forum/victorias-food-regulatory-framework 17

  18. Kondisi Ideal Rantai Pasok Perdagangan Sapi •Tepat Waktu •Tepat Mutu •Tepat Jumlah •Tepat Lokasi •Tepat Biaya • Tepat Bentuk • Risiko Minimum • Kepemilikan • Berkeadilan Sumber: http://www.nzbcsd.org.nz/supplychain/content.asp?id=279 18

  19. Contoh Kondisi Ideal Sumber: Australian Country Choice (ACC) http://www.buseco.monash.edu.au/mgt/agribis/supplyaward2004.html 19

  20. Program Swasembada Daging Sapi 20

  21. Perdagangan Sapi • Program Swasembada Daging Sapi pada Tahun 2014 melalui upaya revitalisasi pertanian sebagai dasar untuk mengembangkan agribisnis sapi potong yang berdaya saing dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi 2014). Pengertian Swasembada Daging Sapi oleh Direktorat Jenderal Peternakan : • Kemampuan PenyediaanDaging Sapi Dalam Negeri Sebesar 90% dari Kebutuhan Daging Nasional – Impor 10% untuk segmen pasar khusus: hotel/resto internasional/ turis mancanegara, komunitas ekspatriat Impor daging dan bakalan masih tinggi yang mencapai 70 ribu ton daging dan sapi bakalan yang setara 250,8 ribu ton daging selama tahun 2009 (sekitar 30% dari kebutuan daging nasional). Kenaikan harga musiman daging sapi selalu terjadi menjelang puasa dan lebaran dikarenakan permintaan naik 10 sampai 20% dengan rata-rata kenaikan harga mencapai sekitar 7-15%. – • • 21

  22. The cruel treatment of cattle in Indonesia Source: http://www.occupyforanimals.org/indonesi a---cattle-being-lifted-by-a-crane-from- ropes-tied-to-their-heads.html 22 Photo: Juni Kriswanto via ABC News

  23. Ternak Sapi Potong Tradisional Sumber: STUDI KELAYAKAN USAHA SAPI POTONG DI KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA, Kantor Bank Indonesia Medan, 2010. 23

  24. Dinamika Rantai Pasok Sapi Potong • Sebagai sumber protein masyarakat: terdapat korelasi yang tinggi antara konsumsi protein hewani dengan tingkat kemajuan suatu bangsa seperti pada tahun 1987 Singapura (22,68 gram/kap/hari) , Jepang (53,50 gram), Amerika (73 gram) sementara Indonesia tahun 1993 baru sekitar 3,74 gram/ kap/hari (Saragih, 1998). Kondisi peternakan sapi potong di Indonesia terdiri dari dua kelompok yaitu peternakan rakyat (90-95%) dan usaha penggemukan sapi (feedloter) (5%). Perusahaan penggemukan sapi diwakili oleh Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia), sementara para peternak diwakili oleh Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI). Peternakan rakyat memiliki ciri-ciri: – skala usaha kecil dan tersebar, – bersifat sambilan dan subsisten serta tidak intensif sehingga kualitas sapi potongnya tidak seragam dan kurang terawat baik serta belum tangguh/mandiri dibandingkan dengan feedloter. • • 24

  25. Dinamika Rantai Pasok Sapi Potong • Rata-rata konsumsi daging (daging merah dan putih) pada tahun 2009 sebesar 4,5 kg per kapita per tahun. – Malaysia mencapai 46,87 kg per kapita per tahun – Filipina mencapai 24,96 kg per kapita per tahun. Daging sapi (dan produk peternakan lainnya) bersifat permintaan elastis terhadap pendapatan, yakni laju peningkatan permintaan lebih tinggi dari laju peningkatan pendapatan. Keterbatasan lahan dalam menghasilkan pakan ternak. Kelangkaan sapi potong dan jarak yang jauh antara sentra produksi (Bali, NTB, NTT, Jatim, Jateng) dan sentra konsumsi (Jabar dan DKI). Pencemaran lingkungan akibat peternakan dan perdagangan sapi potong: limbah padat, cairan, gas, dan sisa pakan. Seringkali proses peternakan sapi potong tidak terjamin aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). • • • • • 25

  26. Lintasan Penyeberangan Komersil • Penyusutanselama pengangkutan dalam Jawa 5,5%, luar Jawa 10,5% • Biaya transportasiyang mahal, pola transaksi angkutan yang bervariasi • Pemberantasanpenyakit hewan sampai tuntas • Angkutan daging beku bukan sapi bakalan, fasilitas di sentra produksi, logistik dingin Sumber: Kebijakan Distribusi dan Transportasi Komoditas Sapi di Indonesia, Bogor, 15 Juli 2011. 26

  27. Dinamika Rantai Pasok Sapi Potong • Kesimpangsiuran data. – Berdasarkan sensus sapi 2011, jumlah populasi sapi potong sekitar 14,43 juta ekor sapi. Daging dari jumlah lembu-lembu berdasarkan sensus terbaru itu bisa memenuhi 90 persen kebutuhan lokal. – Sensus2011 juga menunjukkan bahwa ada574 ribu ekor sapi perah dan 1,27 ekor kerbau. – Menteri Pertanian, Suswono, menyebutkan bahwa angka konsumsi daging sapi sebesar 1,7 kilogram per kapita per tahun atau setara dengan 2,5-3 juta ekor sapi per tahun. – Populasi sapilokal sekitar 12 juta ekor dengan pertumbuhan 3,7%, sedangkan tingkat konsumsi meningkat rata-rata 5,5% per tahun. – Kebutuhandaging sapi mencapai 430 ribu ton per tahun. Sebanyak 25 persendari jumlah tersebut atau 100 ribu ton daging berasal dari impor. Impor sapi dari Australia: 296.000 (2000), 289.000 (2001), 430.000 (2002), 763.000 (2009). Transaksi jual beli sapi potong dilakukan dengan cara taksir. Otonomi daerah telah menyebabkan peningkatan berbagai pungutan (retribusi) yang mengakibatkan biaya tinggi. • • • 27

  28. SIMULASI Kebutuhan DAGING NASIONAL TAHUN 2010- 2014 TANPA PSDS 2014 (Dalam Ribuan Ton) 28

  29. SIMULASI PERKEMBANGAN SAPI POTONG NASIONAL VERSI MOST LIKELY PSDS 2014 (Dalam Ribuan Ton) 29

  30. 30

  31. Peran Pemerintah Sesuai dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1996, tentang pangan, untuk menciptakan sumberdaya manusia berkualitas, pemerintah harus melaksanakan fungsi pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya agar terjangkau oleh daya beli masyarakat. 31

  32. Permasalahan Kegagalan Swasembada Daging Sapi 1. Kesenjangan produksi daging domestik dengan konsumsi. – Konsumsi daging sapi sebesar 2,24 kg per kapita pada tahun 2009 – Kebutuhan daging sapi dan jeroan 516.603 ton pada tahun 2009 atau setara dengan 2,746 juta ekor sapi – Impor sapi bakalan sebanyak 763.133 ekor pada tahun 2009 Pasar sapi lokal rentan pengaruh pasar global. Produktivitas sapi lokal masih rendah. Persilangan sapi lokal tidak terprogram. Hambatan lompatan populasi sapi nasional. Kelembagaan. 2. 3. 4. 5. 6. Sumber: STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI 2014, Direktorat Pangan dan Pertanian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BadanPerencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2010. 32

  33. Strategi dan kebijakan prioritas tinggi 1. Perbibitan dan pemuliabiakan sapi nasional, melalui: a. pemurnian sapi lokal, dan b. pengembangan bangsa sapi komersial Indonesia; Terobosan peningkatan populasi sapi, melalui: a. pengembangan kawasan terpadu sapi potong, dan b. pengembangan wilayah baru peternakan di pulau terpisah; Ketahanan pakan nasional, melalui: a. pembentukan institusi penyangga penyediaan bahan baku pakan, dan b. pengembangan sistem joint produksi antar wilayah, dan c. pemetaan dan revitalisasi padang penggembalaan; serta Kelembagaan penyelamatan dan penjaringan bibit, melalui: a. strukturisasi usaha pembibitan sapi potong, b. pembentukan komite penjaringan sapi betina produktif dan bibit unggul, c. penataan sistem koordinasi. 2. 3. 4. 33

  34. Strategi dan kebijakan prioritas menengah 1. Kebijakan pasar, tarif dan suku bunga, melalui: a. kebijakan impor b. kebijakan pasar 2. Ketahanan pakan nasional, melalui: a. pengembangan zona produksi hijauan pakan b. subsidi harga bahan baku pakan c. pengembangan sistem mekanisasi pakan d. strukturisasi tata niaga bahan baku pakan e. pemberlakuan tarif ekspor bahan baku pakan 3. Kelembagaan Penyelamatan dan Penjaringan Bibit, melalui: a. ekstensifikasi kelembagaan keuangan mikro bagi peternak. 34

  35. Sumber: PeraturanMenteri PertanianNo. 19 tahun2010 tentangPedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi 2014 35

  36. Sumber: PeraturanMenteri PertanianNo. 19 tahun2010 tentangPedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi 2014 36

  37. Survei Aliran Sapi Potong 37

  38. SURVEI PEMANTAUAN RANTAI PASOK SAPI POTONG Definisi: Survei ini diperlukan dalam pencarian fakta tentang jenis dan kuantitas aliran sapi potong, asal, tujuan, waktu pengiriman, fasilitas pengiriman, penguatan kelembagaan, regulasi, dan hal lainnya yangterkait dalam kurun waktu tertentu. Fungsi: Masalah aliran rantai pasok seringkali menjadi kendala dalam penyediaan sapi potong. Survei aliran rantai pasok sapi dapat memberikan gambaran keadaan di lapangan dan kendala yang dihadapi. Metode: 1. Prosedur Studi 2. Pemilihan indikator atau variabel: asal sapi, tujuan, sarana pengangkutan, kelembagaan, penanganan sapi, fasilitas kandang, ongkos angkutan, dll. 3. Survei aliran rantai pasok sapi potong dilakukan dengan cara mengunjungi pusat-pusat peternakan dan pengangkut sapi potong, serta menghimpun data sekunder dari sumber- sumber yang relevan. Metode survei: wawancara, pengamatan, dan dokumentasi 4. Identifikasi pola aliran rantai pasok perdagangan sapi potong: 4.1. Pola pasokan dan permintaan serta harga beli dan harga jual 4.2. Pola aliran dan perlakuan dan aktor yang terlibat 4.3. Biaya logistik (angkutan, penyimpanan, dan pemotongan) 4.4. Regulasi yang terkait 4.5. Hambatan yang terjadi di lapangan 38

  39. Survei Aliran Sapi Potong LATAR BELAKANG TUJUAN • Survei ini dilakukan dalam pencarian fakta tentang jenis dan kuantitas aliran sapi potong, asal, tujuan, waktu pengiriman, fasilitas pengiriman, penguatan kelembagaan, regulasi, dan hal lainnya yang terkait. • Melatih kemampuan dalam merancang survei dan mengumpulkan fakta lapangan. • Memperoleh gambaran rantai pasok sapi, mencakup: • Pola pasokan dan permintaan • Pola pengangkutan • Harga beli dan harga jual • Rute aliran dan kondisi jalan • Perlakuan terhadap sapi • Aktor yang terlibat • Biaya logistik • Regulasi yang terkait • Hambatan yang terjadi di lapangan 39

  40. Contoh Hasil Survei oleh Direktorat Logistik dan Sarana Distribusi - Kementerian Perdagangan Sumber: Setijadi, Harini Agustina, and Togar M. Simatupang (2012) SULAWESI SELATAN 40

  41. 1. Pola Pasokan dan Permintaan [a] Kab. Bone Loading Muatan Kades & Camat (Surat Pengantar) Proses Jual-Beli Deliver Pembeli & RPH Pengusaha/Pengumpul: - Peternak - Memiliki Kendaraan angkut Peternak Sapi (Menjual Sapi) End User Pasar & Konsumen Disnak & Kepolisian (Surat Jalan & Akta Sapi) 41

  42. 1. Pola Pasokan dan Permintaan [b] Kab. Gowa Loading Muatan Kades & Camat (Surat Pengantar) Proses Jual-Beli Deliver Pembeli & RPH Pengusaha/Pengumpul: - Peternak - Memiliki Kendaraan angkut Peternak Sapi (Menjual Sapi) Jalur 1 Pasar & Konsumen Disnak & Kepolisian (Surat Jalan & Akta Sapi) Pemotongan RPH Sendiri (Total Kg) 42

  43. 2. Pola Pengangkutan WILAYAH JALUR JENIS KAPASITAS FREKUENSI PENGANGKUTAN KENDARAAN KENDARAAN PENGIRIMAN Makasar Kabupaten Bone - Pick Up 4-6 ekor 2kali/hari Ps. antang (Daihatsu dan 3 kali/minggu Kabupaten Gowa - Kijang) 1 kali/hari RPH Tamarunang Pola pengangkutan dengan jalur darat dan mempergunakan moda transportasi sewaan hal ini dikarenakan dengan keterbatasan pemilikan truk pengangkut yang dimiliki pedagang sapi. 43

  44. 3. Harga Beli dan Harga Jual Proses Jual - Beli Sapi (Antara Peternak dan Pengumpul Dengan MetodeTaksiran) 1. Informasi memiliki sapi yang ingin dijual 2. Checking kondisi dan bobot (layak atau tidak) Jika ya, melakukan proses tawar menawar harga PETERNAK PENGUMPUL Harga ditinjau berdasarkan bobot dengan cara taksiran SAPI SAPI 3. Memberikan uang atas pembelian sapi 4. Memberikan sapi dan siap untuk dikirim 44

  45. 4. Rute Aliran dan Kondisi Jalan Trip I LOKASI LOKASI AWAL LOKASI AKHIR Desa Maggenrang Pasar Antang JALUR Palattae-Camming-Tanah Batu- Camba- Maros- Makassar-Pasar Antang KONDISI Jalan beraspal dua arah INFRASTRUKTUR Di beberapa wilayah berlubang Di area persawahan kondisi jalan baik dan tidak berlubang Trip II LOKASI LOKASI AWAL LOKASI AKHIR Desa Sunggu Minasa Tamarunang JALUR Anditonoro-Malino-Tamarunang KONDISI Jalan beraspal dua arah INFRASTRUKTUR Di beberapa wilayah berlubang Di area persawahan kondisi jalan baik dan tidak berlubang 45

  46. 5. Perlakuan terhadap Sapi Waktu Pemeliharaan NO AKTIVITAS PELAKSANA PENANGGUNGJAWAB KETERANGAN 1 Ditimbang diperiksa kesehatannya Diberi barcode dan Karyawan Dokter hewan Dokter hewan berperan jika sapi tidak sehat 2 Karyawan Umur, jenis, berat dan status kesehatan Diberi pangan : dedek, ampas tahu,ampas air tebu, rumput jagung, rumput gajah 3 Pemeliharaan Karyawan Dokter hewan 46

  47. Waktu Pengangkutan ALAT YANG DIPERGUNAKAN Bambu NO AKTIVITAS FUNGSI Bagian atas bak truk ditambah Untuk menahan/mengikat sapi-sapi atas goncangan selama perjalanan 1 Mencegah kotoran sapi menembus dan membasahi mesin truk sehingga tidak mudah terkena pengkaratan Lantai truk dilapisi Aspalt 2 Mengurangi rusaknya bagian kuku kaki sapid an cacat di bagian tubuh lainnya Lantai truk dilapisi Jerami Persiapan 3 Landasan yang dibuat secara permanen Menaikkan sapi 4 Mengatur posisi sapi Agar tidak mudah jatuh dan berinterkasi satu sama lainnya 5 6 Perjalanan Tidak dilakukan proses apapun Menurunkan sapi Landasan yang dipersiapkan oleh RPH 7 Di Tempat Tujuan Pada malam hari atau dini hari agar sapi masih dalam kondisi sehat Sapi dipotong 8 47

  48. 6. Aktor yang Terlibat • • • • • • Peternak Pengumpul/Pengepul Pihak RPH Konsumen Penyewaan Truk Pasar Ternak • Jumlah aktor yang terlibat tersebut dipengaruhi oleh karakteristik dan historis pola perdagangan wilayah tersebut 48

  49. 7. Biaya Logistik Biaya-biaya dalam pengangkutan sapi potong di Sulawesi Selatan No. Biaya Jenis Biaya Jumlah 1 Retribusi 1 Resmi (Mark Up) Rp 50.000,- 2 Retribusi 2 Resmi (Mark Up) Rp 10.000,- 3 Retribusi 3 Liar Rp 10.000,- 4 Retribusi 4 Liar Rp 2.000,- 5 Retribusi 5 Liar Rp 5.000,- 6 Retribusi 6 Liar Rp 145.000,- • 3 retribusi dengan nilai keseluruhan Rp 62.000 • 10 pungutan liar dengan nilai keseluruhan Rp 214.000 7 Retribusi 7 Liar Rp 10.000,- 8 Retribusi 8 Liar Rp 10.000,- 9 Retribusi 9 Liar Rp 10.000,- 10 Retribusi 10 Liar Rp 10.000,- 11 Retribusi 11 Liar Rp 10.000,- 12 Retribusi 12 Liar Rp 2.000,- Parkir Ps. 13 Antang Rp 2.000,- 49

  50. 8. Regulasi yang Terkait Beberapa regulasi terkait adalah yang berkenaan dengan penerbitan beberapa dokumen sebagai berikut: – Surat akta sapi – Surat jalan – Surat pengantar hewan 50

More Related