1 / 22

AGAMA, POLITIK KEKERASAN DAN DEMOKRASI

AGAMA, POLITIK KEKERASAN DAN DEMOKRASI. AA GN Ari Dwipayana. PENGANTAR. Kekerasan hadir dimana-mana (omnipotent) , dan dalam berbagai bentuk dan ekspresi. Bahkan kekerasan sudah menjadi spiral kekerasan. Kekerasan mereproduksi kekerasan baru.

urit
Télécharger la présentation

AGAMA, POLITIK KEKERASAN DAN DEMOKRASI

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. AGAMA, POLITIK KEKERASAN DAN DEMOKRASI AA GN Ari Dwipayana

  2. PENGANTAR • Kekerasan hadir dimana-mana (omnipotent), dan dalam berbagai bentuk dan ekspresi. Bahkan kekerasan sudah menjadi spiral kekerasan. Kekerasan mereproduksi kekerasan baru. • Kekerasan yang fenomenal adalah kekerasan dengan menggunakan “ baju” agama.Fenomena kekerasan dengan identitas agama merupakan fenomena Global. Samuel P Huntington ketikamenulissebuahbuku yang diberijudulThe Clash of Civilizations and The Remaking of World Orderpadatahun 1996. Secaragamblangbukutersebutmengkisahkahtransformasipolakonflik yang terjadidipolitikdomestikmaupun global setelahperangdinginusai, darikonflik yang bersumberpadaideologimenjadikonflikpolitik yang berbasiskanidentitas. Lebihjauh Samuel P Huntington membacabahwasanyapolitik global akanditandaiolehpolitics of civilitationsedangkanpolitikdomestikadalahpolitics of etnicity. • Dalampolitikidentitas, pertanyaan yang paling pentingadalahwho are we ?Sehingga, berbagaikomunitasdalammasyarakatakanmerumuskandirimerekasendiridalamtema-temakulturalsepertikesamaan agama, bahasa, sejarah, nilai, kebiasaandanlembaga.

  3. Agama dan Politik Identitas • Agama sebagai PolitikIdentitas: • proseskontruksi agama sebagaisebuahidentitassosial yang didalamnyadilekatkanatribut-atributsimbolikkeagamaantertentusebagai media komunikasidiranahpublik.  agama sebagaifenomenasosialdanekspresiidentitas • Prosespenolakanterhadapklaim agama sekedarserangkaianetikprivatdannilaiteologisnormatifan sich. Agama dirubahmenjadilandasanmenjadimoralitaspublikdenganmenjadikannyasebagaiisupentingdalamisumoralitaspublikdankontestasipolitik gugatanatassekularisasiranahpublik. • Ekspresipolitik agama bisamunculdariapa yang diucapkanataudilakukanolehkomunitas/kelompok agama tertentudalamranahsosialdanpolitik.

  4. Kekerasan Politik Identitas • Sebagaibagiandarifenomen global, di Indonesia, politikidentitasterasasemakinterangbenderangterutamasejakkejatuhanrejimSoehartopadabulan Mei 1998. • Setidaknya, bangkitnyakembalipolitics of identityiniterlihatdarimunculnyaduagejalapolitikutama, pertama, terjadinyakerusuhanantaretnisdibeberapadaerahseperti Kalimantan Barat, Maluku, Papua danKupang. Kedua, terjadinyatindakkekerasandenganmenggunakansentimen-sentimen agama, baik antar agama, intra agama atau antara kelompok agama dengan kelompok di luar agama.

  5. Ada beberapa bentuk kekerasan politik agama yang terjadi di Indonesia: • Pertama, kekerasan fisik seperti pengruskan, penutupan tempat ibadah, seperti gereja dan Mesjid maupun tindakan kekerasan fisik lainnya yang menyebabkan obyek kekerasan tersebut menjadi terluka, trauma maupun terbunuh. • Bentuk kekerasan yang kedua adalah kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik ini dapat berupa kekerasan simiotik seperti berbentuk tulisan-tulisan yang bernada melecehkan sesuatu agama.

  6. Pelakutindakankekerasanpolitik agama secarapotensialbisaberasaldarisetiapkelompok agama di Indonesia. • Namun, belajardarikasus-kasus yang munculdi Indonesia makabisaditemukansebuahkecenderunganbahwasanya: • sebagianbesarkekerasanpolitik agama yang timbulakibatkonflik yang terjadiantarakomunitas Islam dankomunitas Kristen. Di Maluku, misalnya, komunitas Islam dan Kristen teridentifikasimelaluiikatkepaladanidentitasnamakelompok yang bertikaianatarakelompokmerah (obet) dankelompokputih (acang). • Intra agama; Ahmadiyah, Syiah, LDII,

  7. Perspektif historis • Dalam perspektif historis terlihat bahwa kekerasan politik agama merupakan fenomena khas Orde Baru. • Ini terlihatdari data Thomas Santoso (2000:4) yang memperlihatkanbahwapadamasaOrde Lama hampirtidakadakerusuhan yang berlatarbelakang agama sepertipengruskangereja. Padakurunwaktu 1945-1966, hanyaterdapatduagereja yang dirusak, itupunterjadididaerah-daerah yang mengalamigejolakpolitikdankeamananbertaliandengangerakanDarul Islam.

  8. SedangkanpadamasaOrdeBaru (1966-1998) tercatattidakkurangdari 456 gerejadirusak, ditutupmaupundiresolusi. • Perusakangereja yang terjadisetelah 21 Mei 1998 dapatlahdikatakansebagai epilog atauwarisanOrdeBaru. Dalamkurunwaktu 1996 sampaidenganakhir April 2000 tercatat 473 gerejadirusak, ditutupataudiresolusi. • Dari 473 gereja (100%) tersebutdapatdipilahatastahundantempatkejadian, denominasigerejadanbentukkekerasanfisiksertasimbolik. Padatahun 1996 tercatat 71 gereja (15,01 %) dirusak, dibakardandiresolusi, selanjutnyatahun 1997 tercatat 92 gereja (19,45 %), tahun 1998 tercatat 134 gereja (28,33%), tahun 1999 tercatat 123 gereja (26 %) dantahun 2000 tercatat 53 gereja (11,2%). • Berdasarkantempatkejadian, perusakangerejaterjadidiberbagaipelosok Indonesia meliputi 76 Kabupaten/ Kota. Dari 473 gereja, perusakanlebihbanyakterjadidiJawa (273 gereja/ 57,72 %) dibandingkandengandiluarJawa (200 gereja/ 42,28 %). Pengrusakangerejalebihbanyakterjadidikotapesisir (291 gereja/ 61,52 %) dibandingkankotapedalaman (182 gereja/ 38,48 %) • DenominasigerejadibedakanatasProtestan, PantekostadanKatolik. Dari 473 gerejatersebutterdiriatasProtestan (240 gereja/ 50,74 %), Pantekosta (179 gereja/ 37,84 %) danKatolik ( 54 gereja/ 11,42 %). ApabiladibedakanmenjadiJawadanluarJawamakakomposisipengrusakandiJawaialahProtestan (23 %), Pantekosta (28,75 %) danKatolik (27 %). SedangkandiluarJawa, Protestan (27,48 %), Pantekosta (9,09 %) danKatolik (5,71 %). • Berdasarkanjeniskekerasan yang dilakukandari 473 gerejatercatat 446 gereja (94,29 %) mengalamikekerasanfisikdan 27 gereja yang mengalamikekerasansimbolik. KekerasansimboliklebihbanyakterjadidiJawa (25 gereja) dibandingkandengandiluarJawa (2 gereja).

  9. Dari data statistik, Kabupaten/ Kota yang menjadiajangpengrusakanMesjiddangereja, dapatdilihatbahwapengrusakangerejaterjadidiKabupaten/ Kota yang prosentasepenganut agama Islamnyamayoritas, sedangkanlajupertumbuhanumatKristennyamelebihilajupertumbuhanumat Islam didaerahtersebut. • SebaliknyapengruskanMesjidterjadidiKabupaten/ Kota yang prosentasepenganut agama Kristennyamayoritas, sedangkanlajupertumbuhanumatIslamnyamelebihilajupertumbuhanumat Kristen didaerahtersebut. MisalnyadiKupang, prosentaseumat Islam : Katolik: Protestanialah 6,7 : 11,47 : 80,79. Lajupertumbuhanumat Islam : Katolik: Protestanialah 9,18 : 6,53: -0,89. LajupertumbuhanpendudukKupangadalah 0,58. • Namunadajugakecenderungankonflikantarkomunitas agama yang akhirnyabermuarapadakekerasanterjadididaerah-daerah yang mempunyaikomposisi agama secarademografisberimbang.

  10. Mengapa Kekerasan Politik agama terjadi ? • Salahsatueksplanasi yang menarikdiberikanolehpendekatanpsikologis, yang berasumsibahwasemuafenomenapolitik, termasuktindakkekerasanpolitik agama, bermuladaripikiranmanusia. • Berdasarkanasumsitersebutupayamenemukanpenyebabdasarkekerasanpolitikdipusatkanpadafaktorpsikologisyaituperasaandankesadaranorangmengenaikekecewaan. Secararingkas, argumennyaadalahbahwakekerasanpolitikpadaaraskomunitasituterjadikarenaperasaanfrustasi yang mendalamdanmeluasdikalanganmasyarakat. Terutamadalamwujudrelative deprivation, yaituketidaksesuaianantaravalue expectationmasyarakat (yaituharapanakanbarang-barangataukondisihidup yang diyakinisebagaihak) denganvalue capabilitymereka ( yaitubarang-barangataukondisi yang mungkinakanmerekaperolehataukemampuansistemuntukmemungkinkanorangmemperolehbarang-barangdankondisi yang merekainginkan). Kondisideprivasiitulah yang menimbulkanfrustasi (Gurr:1970). • Insecurity, perasaan tidak aman, terancam oleh kehadiran kelompok lain karena dianggap menjadi ancaman terhadap eksistensinya. Hal ini menimbukan terbangunnya budaya siap perang, yang sangat mudah dimobilisasi elite

  11. Religious Nationalism • Namun, timbulpertanyaanketikamembacaGurr. Apakahkerusuhan yang timbuldiKetapang, Maluku danKupanghanyasekedarcerminankekecewaan material? Apakahtidakadapersoalan yang bersifat non material ? Jawabanataspertanyaaninibisaditemukanpadateorisasitentang“Religious-nationalism” yang parapendukungterbagiduaaliran. • Para teorisasi Religious nationalism yang beraliranPrimordialistmengajukanargumenbahwabanyakgerakanpolitikberbasiskan agama munculsebagaimanifestasidaritradisikultural yang berdasarkanpadaperasaanidentitas primordial keagamaan. Dalamtradisiteoritikini, motivasiutamatindakanpolitikmerekaadalahmemeliharaidentitaskulturalitu, sepertiungkapankitadanmereka, kemurnianajaran agama, bahayamisionarisataudakwahdansebagainya. • Sebaliknya, parateorisi religious –nationalism yang beraliransituasionalist-instrumentalistmenafsirkangerakankomunal agama itusebagairesponterhadappilihkasihsertaancamanterhadapeksistensinya. Jadi, dalamkerangkapemikirankaum instrumentalist ini, isu agama merupakansesuatu yang bisadikondisikan, olehkelompok-kelompokkomunalmaupunelitenya. Dengandemikian, merekaberpolitikdenganmenggunakansimbol-simbol agama dengantujuanuntukmemberikantanggapanterhadapsituasidanrelasi yang tidakadildariaktor lain, baiknegaramaupunkelompokkomunallainnya. Penggunaansimbol-simbol agama itudidasarkanpadaalasanpraktis, yaitusaranaefektifuntukmenimbulkandukunganemosional.

  12. Instrumen elite? • Pemikirankalangan instrumentalist miripdenganpendapat Charles Tilly (1978), yang melihatgerakanpolitiksebagaihasildarikalkulasipara elite yang memobilisasisumberdayakelompokuntukmenanggapipeluangpolitik yang berubah. Dengankata lain, kekerasanpolitikterjadibukankarenaekspresiemosionalmasyarakat, tetapimerupakantindakanrasionalatautindakan instrumental untukmencapaikepentinganpolitiktertentu. Ringkasnya, kekerasanpolitikmerupakanhasilkalkulasipolitik. • Berdasarkanalurpemikirandiatasdapatdikatakanterdapatduakubutentangpenyebabkekerasan. Kubupertama, kelompokteoritisi yang berpendapatbahwatindakankekerasanmerupakanreaksiemosionalterhadapgangguandariluar. Kubukedua, parapendukungargumen instrumentalist yang menyatakanbahwatindakkekerasanmerupakanhasildarikalkulasistrategidankeputusantaktis.

  13. Tiga Faktor utama • Faktor pertama, adalah faktor yang memberi landasan dasar bagi mobilisasi dan menentukan jenis tuntutan para elite gerakan yakni berupa perasaan kecewa/ frustasi akibat perlakuan yang tidak adil serta perasaan identitas kelompok. Kalau kekecewaan masyarakat tidak cukup parah dan identitas kelompok tidak cukup kuat, maka para elite gerakan komunal tidak punya bahan/ sarana untuk menangapi ancaman atau peluang yang datang dari luar kelompoknya. Sebaliknya kalau kekecewaan mendalam dan meluas, diimbangi dengan penguatan identitas dan kepentingan kelompok, tersedialah kondisi bagi munculnya kekerasan kolektif. • Faktor kedua, adalah kemampuan untuk melakukan mobilisasi politik. Perasaan frustasi akan berhenti hanya pada tingkat perlawanan tersembunyi dan tidak akan menimbulkan tindak kekerasan politik pada aras komunitas kalau tidak ada kemampuan komunitas untuk melakukan mobilisasi atas konflik yang terjadi. Mobilisasi itu berujud proses mendorong anggota kelompok atau masyarakat lainnya agar bersedia mengorbankan tenaga dan sumberdayanya untuk melakukan tindakan kolektif demi kepentingan komunitasnya. • Negara yang tidak effektif dalam mengelola konflik dalam masyarakat. sehingga frustasi dan proses mobilisasi ini mendapatkan peluang. Hal ini dikenal dengan proses pembiaran.

  14. LatarBelakangKondisi-kondisiPemicu • Ketikaargumenteoritisbahwatindakkekerasandimulaidenganadanyafaktor yang melatarbelakangimobilisasipolitikmakapertanyaanberikutnyaadalahapa yang mendorongadanyaperasaankecewasertamenguatnyaidentitaskelompok ? • Jawabanataspertanyaaninimungkinsangatpanjangdanvariatif. Namun, setidaknyaadabeberapaekplanasiuntukitu. Pertama, seberapaparahtingkatperbedaanekonomi, keterbelakangansosialdanpenderitaankolektifkelompokkomunaltersebutdibandingkankelompok-kelompok yang lain. Semakinbesarbesarperbedaankondisiantarkelompoksemakinkuatalasanuntukkecewadansemakinkokohpersepsibahwamerekamempunyaikepentinganbersamauntuktindakankolektif.

  15. Kedua, ketegasanidentitasdankohesikelompok. Kekuatanuntukmengartikulasikekecewaanakantergantungpadakekuatanidentitasdanmobilisasikelompok. Dengandemikian, perumusansimbol-simbolbersamadanupayauntukmerumuskanperbedaan yang tegasantarakitadanmerekamenjadifaktor yang kondusifbagigerakanpolitik. Semakinbesarperbedaandalamhal-hal yang simbolikmakasemakinbesarpotensiuntukterjadinyakonflik. • Salahsatupemicupenguatanfrustasidanidentitaskelompokadalahterbentuknyastruktursosial yang terkonsolidasi. Konfigurasisosialdisebutterkonsolidasiapabilapemilihansosial yang berdasarkan parameter nominal (suku-agama) jumbuhdenganpemilihansosialberdasarkanekonomidanstrukturokupasi. Misalnya, suku A, umumnyamemeluk agama A, dansebagainbesarmenguasaistrukturekonomi A. Sebaliknya, adasuku B, yang beragama B danmenguasaisektorekonomi B. Bahkandibeberapadaerahdi Indonesia, seperti NTT, Kalimantan Barat dan Maluku, strukturokupasi (pekerjaan) melekatpada agama danetnistertentu. • Dengandemikianstrukturekonomidanpetademografimenjadisuatupenjelasan yang pentingdalammenyelesaikankondisi-konsisi yang melatarbelakangiperasaanfrustasidanpenguatanidentitas. Kasustragedi Maluku merupakancotoh yang gambangtentanghalini. Maluku, khsususnya Ambon, sejakjamankolonialterbangundalampemilahansosial yang terbangunatasdasar agama. Perbedaan agama muncultidakhanyasebagaiperbedaanidentitasakantetapimenjadisebuahperbedaanruang. Adakampung yang disebutkampungmuslim, sebaliknyaadakampung Kristen. Pemilihansosialinijugaterjadidalamlapanganpekerjaan, birokrasidikuasaioleh Kristen sedangkanPerdagangandikuasaioleh Muslim.

  16. SejakOrdeBaru, terjadiperubahankonfigurasisosialsecarademografisakibatproyekmodernisasisosial-ekonomi. Keseimbangan yang sbelumnyaterbangunmenjaditergoyahkanterutamasebagaiakibatarusmigrasi. Migrasike Ambon semakinmeningkattigapuluhtahunbelakanginidanmenyebabkanhadirnyaetnisBugisMakasardanButonmengisikekosonganstrukturekonomi Ambon. Mobilitasvertikaljugaterjadidikalangankomunitas Muslim sehinggabanyakkalangan Muslim yang mengisijabatan-jabatanpubliksertamenguasaisektorekonomi. • Perubahankomposisisosial-ekonomiinilah yang kemudianmenimbulkankelompok yang menjadi “ the winner “ dan the looser” danmengkondisikanfrustasisosialdanpenegasanidentitaskelompok. Seperti yang disampaikandalam data tentangkarakteristikkekerasanmakapengruskanMesjidataugerejaakanterjadididaerahdimanalajupertumbuhanantaraminoritasdanmayoritastidakseimbang. Penguatanidentitasjugadipicuolehmodernisai yang justrumelahirkananakharamberupamilitansidanfundamentalisme yang melawansekularismemodernisme. IdentitasteraktualisasidalamistilahObetdanAcang. Fondasikonflik yang sudahterbentukkemudianmenjadikonflik yang manifest ketika elite keduakelompokkomunalmemobilisasikomunitasnyauntukmelakukantindakankolektifmelaluisejumlahstrategi.

  17. Demokrasi dalam Masyarakat Majemuk • Walaupunsecaragamblangtulisaniniberpihakpadapendapat yang mengatakanbahwakonflik agama bukankonflikidentitasan sich, denganmemperhatikanperubahandemografikdanekonomi, mobilisasipolitik elite dan lain-lainnya, tetapiadabeberaphal yang turutmenjadiperhatiandalamtulisaniniteruatamadariargumenkaumSubstantifismaupun Schumpeterian. • Bahwa, konfliktidakakanmenjadisebuahkekerasanpolitikapabilademokrasisecaraproseduraldansubstantifbisabekerja. Elemenapakah yang membuatdemokrasibisabekerja ? Belajardaripengalaman Putnam dalammengkajibekerjanyademokrasidi Italia maka modal sosial (social capital) justrumenjadielemen yang pentinguntukmenujumasyarakat yang demokratis. Modal sosialitumerupakankemampuanorganisasi, jaringandankelembagaansosialdanwargadariinstitusitersebutdidalammengontroldanmembentukpertukaransosialyaitudistribusikekuasaanpolitikdansumberdayaekonomiantarindividuataukelompokdalammasyarakat. Dalamkonsepsi Putnam, modal sosialitumerupakanapa yang disebutsebagaiserangkaianasosiasi-asosiasihorisontalantarwarga yang didalamnyaterdiriatasjaringan-jaringansosialdannorma-normaterkait yang mempunyaipengaruhpositifterhadappembangunankomunitas. Modal sosialituberperansebagaifasilitatorterbangunnyakoordinasi, kerjasamabagikomunitasdalammewujudkankehidupansosial. Semakinbanyakasosiasihorsontaldanbakaninteraksiantarasosiasidanwargadalamkomunitasmakasemakintinggiwargamempunyaikemampuandalammenerapkandemokrasi.

  18. Modal sosial merupakan suatu kekuatan untuk mewujudkan komunitas humanistik yang dalam bahasa Putnam disebut komunitas warga (civic community). • Menurut Putnam, kemampuan komunitas warga mewujudkan kehidupan yang demokratis karena dalam komunitas seperti itu selalu terlembaga; kesepakatan-kesepkatan, keseteraan secara politis, solidaritas, kepercayaan (truste), toleransi serta struktur sosial yang kooperatif antar warga. Dengan demikian demokrasi substansi muncul apabila adanya perasaan tolerasi, saling menghargai dan mempercayai (mutual trust) satu sama lainnya.

  19. Tentusajaadapertanyaanlanjutan yang cukupsulitsetelahitu; bagaimanamengembalikanmutual trust yang sempatgoyahakibatpertikaianantarkomunitas Agama? Bagisaya, jawabanataspertanyaanitutidakmudah. Namun, adabeberapausaha yang bisadibangununtukmenrintiskembalimutual trustantarkomunitas Agama; • pertama, mengembalikan mutual trust akantergantungpadakemampuankitauntukmeretasrekonsiliasi. Rekonsiliasiinisangatdekathubungannyadenganproses ‘mengingat’ dan ‘melupakan’ masalalu. Sehingga, untukmembangunsalingkepercayaanantarkomunitas agama diperlukankehendakuntuk ‘melupakan’ hubungan-hubungan yang buruk (pertikaian) dimasalaludanbahkanbersediauntukmemintamaafataskesalahan-kesalahan yang telahdiperbuatdalamsejarah. Proses ‘melupakan’ itujugaharusdiikutidenganproses ‘mengingat’ hubungan-hubunganharmonis yang terjadidalamsejarah, baikdilihatdarikesamaanasal-usul, kekerabatanmaupunberkebudayaan. • Kedua, mutual trustakanbisaterbangunapabilaterjadi dialog-dialog emansipatorisantarkomunitas agama tentangberbagaiisu yang dianggapsensistif. Dalam dialog emansipatoris, lebihdidasarkanpadaketerbukaan, keseteraaan, pembebasandantidakdipenuhiolehapa yang seringdisebutdenganprasangkadan stereotype. Salahsatuisu yang mendominasi dialog-dialog antarkomunitas agama diIndoensiadanseringkalimenimbulkanprasangkaadalahisuKristenisasidanIslaminisasi. Sehinggaperludikembangkankembali dialog yang intensifmengenaiduaisuini. • Ketiga, mutual trustakanbisaterbangunapabilaada ‘proyekbersama’ dimasadepan yang ingindiwujudkan. Di jamanrevolusikemerdekaan, berbagaikomunitas agama bisabersatukarenaharusmewujudkannegara-bangsa yang bebasdarikolonialismemakapadamasakekinian, komunitas agama seharusnyabersatudalammenghadapimasalah-masalahkemanusiaanyang harusdihadapi.

  20. Pelembagaan Modal Sosial • Sedangkandemokrasiproseduralberupakesepakatankelompok yang bertikaianuntukmenggunakancara-carademokratisdalammenyelesaikanpersoalan. Kesepakataninibisabenbentukpelembagaankonflikmelaluiinstitusitradisionalsepertiadat (Pella Gandong) maupunpembentukan zone-zone netral, sepertipasardankepentinganpubliklainnya. • Pelembagaankonflikmelaluiinstitusi –institusisekaranginidipertanyaanketikakredibilitasinstitusitersebutmerosotdidepanpublik. Birokrasi, Militer, Pengadilandanbahkaninstitusimengalamikrisislegitimasidankredibilitasnya. Dengan pula dengan Zone-zone netralsemakinberkuarangdenganadanyapasar yang dibentukberdasarkan agama.

  21. Effective dan Legitimate State • Kekerasan seringkali fenomenal ketika Negara lemah weak state). Sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk melindungi warga negara dengan memberikan rasa aman. Beberapa agenda yang harus diperjuangkan: • Negara harus berani hadir untuk melindungi civil liberties (hak-hak warga negara yang dijamin konstitusi), termasuk dari ancaman kekerasan prinsip negara hukum (negara Konstitusional) • Negara harus nya menjamin terbukanya ruang publik yang leluasa sehingga berlangsung dialog-dialog yang intensif antar komunitas agama

  22. Sekian dan mari kita diskusikan

More Related