1 / 42

MATERI KULIAH SEJARAH SOSIAL

MATERI KULIAH SEJARAH SOSIAL. DOSEN : AGUS GUNAWAN, M.Pd. ASISTEN : YADI KUSMAYADI, S.Pd. PRODI PEND SEJARAH FKIP UNIVERSITAS GALUH. Gerakan-gerakan keagamaan , masing-masing memiliki ciri umum , menurut Sartono ada empat jenis gerakan petani , yaitu :. MILLENARIANISME :

vesta
Télécharger la présentation

MATERI KULIAH SEJARAH SOSIAL

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. MATERI KULIAH SEJARAH SOSIAL DOSEN : AGUS GUNAWAN, M.Pd. ASISTEN : YADI KUSMAYADI, S.Pd. PRODI PEND SEJARAH FKIP UNIVERSITAS GALUH

  2. Gerakan-gerakankeagamaan, masing-masingmemilikiciriumum, menurutSartonoadaempatjenisgerakanpetani,yaitu: • MILLENARIANISME : • Gerakan yang banyak/spontanbersama-samadidalamgerakaninipetanimenghendakiadanyakehidupan yang lebihbaikdanmakmurpadamasa yang akandatang. Diyakiniolehparapetaniakanlebihbaikapabilamerekamengadakangerakan-gerakanini--> dipengaruhiolehramalan-ramalanJawatentangakanlahirseorangtokohRatuAdilatauEruCakra--- RatuTanjungPutih ---> adadalamramalan-ramalanJawatokohkhayalanJa.wa “menginginkanmasyarakat yang idealis”.

  3. MESSIANISME : • Lebihtertujupadatokohpemimpinnya, merekamemperjuangkandatangnyaseorangjuruselamat yang akanmenegakkankeadilandankedamaiandalammemimipinsebuahnegara yang makmur. Dalam masyarakat petani yang Islam yakin akan muncul “Imam Mahdi”.

  4. NATIVISME : • Seringkalidisebutgerakankepribumiandandalamgerakaniniparapetanimenginginkanmasalampau yang penuhkejayaan, misalnya;diJawa Barat ---> GerakanNyiAciah, tekanangerakaniniadalahmasalalu yang penuhkejayaan.

  5. FISABILILLAH : • Perang Jihad/Suci -->motivasimendirikannegara Islam denganajaran Islam, agama Islam yang adapadaabad 19 menjadipanutan. Penjajahan merupakan kekafiran, sikap militan lahir karena sesuai dengan ajaran mereka.

  6. Aspek yang mengiringi gerakan-gerakan keagamaan pada pokoknya muncul di daerah pedesaan adalah stempel yang tidak meragukan yaitu tradisionalisme. Hal ini lebih mencakup pikiran daripada revivalisme seperti yang terdapat dalam tradisionalisme nativisme, dan merupakan bentuk yang menyolok dari reaksi penduduk pedesaan. Kebencian kepada yang berbau asing dan sikap anti asing untuk sebagian dapat dipahami berdasarkan pengertian tentang kecenderungan tradisionalistik ini, dilihat dari sudut pertentangan sosial-kebudayaan, ‘reaksi’ hampir sama artinya dalam protes, yaitu protes sosial terhadap dampak westernisasi. Menurut Belandier, gerakan-gerakan keagamaan pada umumnya menyandang watak reaksi total, yaitu menolak kehadiran Eropa.

  7. Disamping itu dapat dilihat bahwa millenarianisme biasanya mencakup penolakan keadaan waktu itu, sikap negatif yang radikal terhadap keadaan yang berlaku. Dengandemikianmillenarianismepadaasasnyaberwatakrevolusionerkarenaberkaitandenganperombakan status-quo secara total, daninilah yang memberikanalatkepadarakyatuntukmengadakanperlawanan, khususnyamereka yang beragama Islam melaluiparapemimpin agama yang berkharismaseperti yang terjadidibeberapadaerahdiJawadenganideologiJihad FiiSabilillah.

  8. Padabagian lain SartonomelukiskantentangperistiwaSistemTanamPaksa 1830-1870 terdapathubungan Patron-Client. AturanSistemTanamPaksainimemanfaatkandesasebagaisuatualatproduksiuntukmeningkatkanpenghasilandaritanampaksa, yang terutamaadalahtanah (sebagailahan yang bisaditanamiolehtanamanwajib). Kondisi lain adalahperangkatdesa/strukturpemerintahdesasudahdimanfaatkanseperti; Lurah-Camat-Bupati, merekalah yang bisaberhubungandenganmasyarakatdanmampuuntukmemerintahkantanamanwajibkepadapendudukdimanapolafeodalditerapkanterutamadenganadanyagolonganpriyayi. DisinirakyatdituntutloyalitaskepadaLurahsebagaipemimpinterendahdalampemerintahankolonialBelandasehinggasistemtanampaksamenjadisangatberhasil.

  9. Aturan Sistem Tanam Paksa pada teorinya tidak memberatkan tetapi pada prakteknya sebaliknya terjadi penyelewengan, antara lain : • AdanyapemberianhadiahdarigolonganPribumikepadagolonganBirokratpribumi “cultuurprocenten” darikondisiinimelahirkansikapberlombadariparaLurahuntukmeningkatkansistemtanampaksatersebut. Dari kondisiiniberkembanguntukmemperluasdaritanah-tanah yang dimilikipetani, sehinggamerugikanpetaniakibatnyatidakdapatmengurushasiltanisendiri. • Wajibkerja 60 haritidakcukup--> kuranglebih 1 tahun, sehinggapetaniakankehilanganwaktuuntukmengerjakantanah. • Pengerahantenagakerja, sehinggapetani-petanidapatmengerjakantanahdiluardesanya, darikondisiiniputushubunganantaradesatempattinggaldengantempatdiabekerjadiluardesa.

  10. Berpindahnyatanah-tanahmilikpribadimenjaditanahmilikkomunaldilakukandalamrangkameningkatkanpajak, adaperaturan yang membayarpajakadalah yang mempunyailahanpertaniandanpenggaraptidak. Petanikulikenceng yang memilikilahanpertanianluasdiserahkankepadapetani yang tidakpunyatanahsehingga yang mengelolanyaharusbayarpajaksehingga status pemilikantanahtidakjelaslagi, dengandemikianberdirilahtanah yang statusnyakomunal.

  11. Menurut Sartono : kondisi para petani dalam sistem tanam paksa sangat menderita dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Sebelumnya kondisi masyarakat di Indonesia sama dengan di Eropa. Sejalan dengan aturan-aturan penetrasi kehidupan kolonial -->rakyat lebih menderita sehingga terjadi beberapa kelaparan di Indonesia, misalnya; di Cirebon. Tahun 1843 dan 1848, sistem tanam paksa yang baru dilakukan kurang lebih 15 tahun, sudah ada hal-hal tersebut-- adanya kemerosotan dalam jumlah penduduk 360 ribu menjadi 120 ribu, (mungkin mati atau mobilitas ke tempat lain).

  12. Kelaparan lain juga terjadi di Grobogan (Samin), penderitaan lain dari sistem tanam paksa dengan sistem baru dari pajak berupa uang pajak tersebut. Lebih dari 50 % dari pendapatan yang ia terima juga petani tergantung pada uang. Fluktuasi dari harga nasional sehingga berpengaruh pada pendapatan petani. “ Jangankan untuk makan, pajak-pun sudah berat “. Sistem Tanam Paksa==> penguasaan pribumi ternyata kemudian menjadi kepunyaan dari tangan Lurah---> menjadi pangreh praja--> mementingkan diri sendiri dan atasan sehingga petani kehilangan pegangan dari penguasa untuk memecahkan masalah--> tidak memperoleh jawaban dari penguasa pribumi. Dalam masyarakat dikenal ‘Radikalisme Agraria’ sebagai gerakan petani melawan terhadap tata tertib sosial yang dilakukan dengan cara kekerasan diwujudkan dengan bentuk perlawanan yang menentang penguasa.

  13. Terjadinya gerakan tersebut, antara lain dikarenakan : • Mereka yakin tentang adanya agama yang mereka anut/miliki sehingga mampu melenyapkan ketidakadilan dan dalam alam yang mistik mereka yakin terhadap sesuatu yang bersifat sakral “Jimat” untuk menangkal dari kekuatan-kekuatan asing. • Sekularisme yang diterapkan pemerintah kolonial untuk menghilangkan alam gaib petani/religius--> tindakan ini banyak yang ditentang oleh petani radikal.

  14. Statistik tahun 1985 70 %, golongan petani. Tekanan-tekanan golongan petani abad 19 : • Tindakan-tindakan Belanda lebih mendalam terhadap Indonesia. • Sebelum abad 19 kurang sekali data-datanya. • Kaum Elit • Golongan Menengah • Kelas Bawah

  15. Pada sejarah konvensional hanya aktor-aktor raja/tokoh besar. Dalam sejarah sosial yang menjadi aktor adalah golongan bawah. Golongan menengah--> intelektual-->mobilitas mereka--> sosial mereka golongan bawah, yang mendominasi golongan bawah bukan hanya petani tetapi golongan buruh. Golongan buruh mulai dari setting budaya petani yaitu Desa.

  16. Sebagai wadah utama tempat tinggal desa : • Lingkungan sosial. • Gemeinschaft. • Hubungan yang bersifat kekerabatan. • Nilai gotong royong.

  17. Realisasi sosial diantara mereka --> interaksi sosial ada dua : • Horizontal ; hubungan atas dasar timbal balik diantara warga desa --> petani dengan petani yang sederajat. Ciri-cirinya ; tulung-temulung, pada-pada, samarata. • Vertikal ; hubungan atasan dengan bawahan, antara petani penggarap dengan petani pemilik---> ada jasa atau pamrih.

  18. Seseorang dikatakan petani biasanya dihubungkan dengan tanah, tanah sekaligus akan menjadi stratifikasi sosial--> berapa luas tanah yang dimilikinya, semakin tinggi maka status sosialnya juga naik. Stratifikasi petani menurut Sartono Kartodirdjo : • Kuli Kenceng : pemilik tanah --> selalu dihormati dan disegani. • Kuli Ngindung : petani penyewa dari kuli kenceng. • Kuli Kopek : buruh tani--> penggarap tanah pertanian milik kuli kenceng. (Adanya ketergantungan diantara mereka)

  19. Ciri-Ciri lain dalam stratifikasi sosial di desa : • Keberadaan mereka di desa tersebut sudah berapa lama. Sikep ngarep --> memiliki status yang tinggi--> setelah mereka mati kemudian dikeramatkan --> diziarahi oleh kerabat-kerabatnya. • Sikap buri--> pendatang.

  20. Kepemimpinan formal ==> ciri ini terutama pada desa yang berkembang sekitar abad 19. Kepemimpinan di desa : • Lurah/Kuwu. • Juru tulis. • Manteri Ulu-Uli. • Jagabaya--> penjaga keamanan lingkungan desa. • Modin/Lebu--> yang menjurus perkawinan dan kematian (Jabatan di atas berkaitan dengan stratifikasi berdasarkan tanah bengkok, pemimpin inilah pada masa kolonial abad 19 dijadikan alat)

  21. Kepemimpinan non formal--> Santri, Alim Ulama, Kyai, Dukun, keberadaannya semakin penting didalam menghadapi pemimpin formal karena tidak bisa memberikan aspirasi. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, pemimpin ini dicurigai karena selalu mempengaruhi masyarakat.

  22. Kepercayaan ; pada umumnya masyarakat desa atau petani percaya kepada hal-hal yang bersifat gaib, karena mereka beranggapan: • Inilah yang mempunyai kekuatan sendiri yang mengatur kekuatan alam pada masyarakat yang animisme dan dinamisme. • Ketidaktahuan mereka menghadapi alam/segala sesuatu yang merugikan mereka sehingga untuk itu mereka mengadakan upacara selamatan agar tidak mengganggu, inilah ketidakberdayaan mereka sehingga mencari kedigjayaan--> ngelmu yang dilakukan di luar desa berguru kepada dukun dan sebagainya (kepada tokoh kharismatik). • Jimat sebagai penangkal dari segala bahaya yang akan menimpa mereka (abad 19) merupakan penangkal yang ampuh untuk mengalahkan Belanda--> memberikan keyakinan untuk melakukan sesuatu. • Konsep mikrokosmos dan makrokosmos (gaib). Percaya kepada hal-hal kecil dan besar sehingga harus ada ikatan kerjasama selain itu mereka diidentikkan bahwa desa dengan negara, pemimpin dan yang lebih besarnya. Primus interparest--> yang pertama.

  23. Patron-Client Relationship ==> hubungan antara atasan dengan bawahan, mengharapkan sesuatu. Pada masa kolonial Belanda ada hubungan ini, yaitu : • Camat ----------------- Kepala Desa • Belanda --------------- Bangsa Indonesia (Bawahanlah yang selalu tergantung pada atasan sehingga berkembanglah hubungan yang bersifat feodalis)

  24. Pada abad 19 Patron yang dihadapi bangsa Indonesia bukan hanya pemimpin saja tetapi juga sebagai kolonial Belanda, misalnya; • Belanda : Pribumi : • GubernurJenderalBupati • ResidenWedana • AsistenResidenCamat • KontrolirLurah • MandorPetani (Hubunganiniterjadiuntukmengintensifkantanampaksa, hubunganbersifatpengabdianterhadappemimpindirinyabaik yang pribumimaupunBelanda)

  25. Karena pemimpin formal tadi tidak bisa diharapkan, maka petani inilah yang lari ke pemimpin non formal sehingga inilah yang menjadi penggerak untuk gerakan sosial, seperti; • K.H. Hasyim ( Tahun 1888 ) diBanten. • K.H.Z.Mustofa ( Tahun 1844 ) di Sukamanah.

  26. Menurut Geertz petani Indonesia mengalami involusi (agrarian involution). Statisnya para petani yang mengalami penderitaan sangat mendalam dan yang paling memberatkan yaitu involusi budaya. Dimulai dari sistem tanam paksa yang menunjukkan pada sistem irigasi yang dibangun para kolonial untuk lahan-lahan pertanian pada masa tanam paksa, itu tidak terlepas karena adanya pengairan : • Daerah perkebunan tebu--> masyarakat yang dikenakan wajib tanam paksa ternyata memperoleh hasil yang baik, bisa di tanam di tanah-tanah subur. • Satu indikasi lain sistem tanam pakasa cukup mensejahterakan petani--> ada pertambahan penduduk --> terjadinya kelaparan.

  27. Dia mengungkapkan, dilihat dari pertambahan penduduk yang menjadikan tanah-tanah penduduk menjadi bagian kecil dengan demikian tanah-tanah pertanian menjadi sempit --> daerah perkebunan menjadi incaran pendatang untuk kerja diantara perkebunan tersebut. Penduduk banyak dan pengeksploitasian tanah menimbulkan bencana alam yang menyebabkan petani-petani tersebut merosot pendapatannya, tetapi kondisi ini dialami para petani yang digambarkan oleh Geertz sebagai involusi budaya. Hal demikian menimbulkan kemiskinan struktural yang petani pikirkan bagaimana cari makan untuk sekarang tanpa menghiraukan pada masa yang akan datang, ini menunjukkan budaya subsisten, yang hanya mementingkan budaya cekap/cukup (menurut Sartono Kartodirdjo).

  28. Di bagian akhir Sartono menggambarkan berbagai rentetan peristiwa yang berkaitan dengan land reform yang diundangkan, di pedesaan terjadi pergolakan khususnya di Jawa Timur, mereka / para petani menuntut diberikannya tanah yang luas, tentu saja dengan adanya perbedaan struktur sosial ini memberikan kesempatan kepada PKI dan BTI untuk memanfaatkan kaum tani ini sehingga dalam tahun 1959 telah terjadi 2000 aksi massa sehari. Tetapi organisasi petani ini terpecah-pecah, ada yang masuk BTI, Pertanu dan Petani (organisasi tani nasionalis). Karena sejak tahun 1964, PKI dan BTI menjalankan politik yang radikal dan memusuhi elite lokal yang konservatif, pergolakan sosial berlangsung jauh lebih sengit daripada seandainya PKI tidak menempuh jalan itu. PKI berusaha mengubah ketegangan antara para pemilik tanah dengan kaum buruh tani menjadi perjuangan revolusioner untuk menghapuskan dominasi kaum kapitalis birokrat atau kontemprador. Sejak akhir 1963, PKI dan BTI berupaya keras untuk memperoleh tanah bagi kaum tani melalui tindakan yang revolusioner sehingga terjadi ketegangan khususnya dengan golongan Islam dengan melakukan coup, yang pada akhirnya meletus pada tahun 1965 tetapi mengalami kegagalan.

  29. Dalam tulisannya Michael Adas menggunakan pendekatan lintas wilayah meluas yang sering tertinggal dalam sejarah non-Barat yang baru dalam dasa warsa terakhir. Salah satu contohnya adalah peristiwa yang terjadi di Birma sekitar tahun 1931 mengenai pemberontakan Saya San yang merupakan pergerakan kelas sosial, dimana terminologi Anthony Wallace “revitalisasi”adalah label yang paling mewakili dan berguna. Dia mendefinisikan revitalisasi sebagai “ikhtiar yang disengaja, diorganisasi dan disadari oleh para anggota masyarakat untuk membentuk budaya yang lebih memuaskan”. Proses ini menganggap bahwa para partisipan dalam gerakan ini merasa bahwa aspek utama dalam budaya mereka saat itu tidak lagi mampu bertahan. Revitalisasi tidak saja melibatkan perubahan, yang mempengaruhi hal-hal yang hampir lenyap, tetapi juga akan mengarah pada penciptaan budaya baru. Konsep revitalisasi Wallace mencakup pergerakan sosial, termasuk nativistik, millenial, mesianik, nostalgik, sektarian dan revivalis sebagai contoh label yang saat ini paling luas digunakan. Pergerakan semacam ini telah bergolak di dalam masyarakat mana saja dan lokasi yang berbeda di dunia.

  30. Tulisannya juga menyajikan bentuk-bentuk tertua dari berbagai tingkah laku kelompok yang beragam, mulai dari pemberontakan lokal dan spontan sampai kepada gerakan yang terorganisasi yang dapat menghanyutkan seluruh masyarakat. Beberapa bentuk pergerakan ‘revitalisasi’ berbeda-beda, misalnya; ada yang menggunakan kekerasan dan perlawanan yang rapi, ada yang menekankan pada pembaharuan yang bersifat damai atau menarik diri secara pasif, ada yang memusatkan diri pada pembentukan sekte-sekte agama baru atau gereja-gereja separatis dan sering organisasi semacam ini aktif menghembuskan pertikaian politik.

  31. Dalam gerakan-gerakan tertentu para partisipan secara sadar berjuang untuk menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaan mereka dan membersihkannya dari elemen-elemen asing. Disisi lain pendukung gerakan seperti gerakan Kargo di Melanesia, telah dirasuki keinginan memperoleh barang-barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing. Gerakan-gerakan revitalisasi dan berbagai situasi yang menimbulkannya memberikan bahan bagi pengkajian dislokasi dan deprivasi, demikian pula sebagai pendorong inovasi, yang dihasilkannya dari kontak budaya dan proses akulturasi, contohnya; beberapa masyarakat di zaman kolonial atau sesudah kolonial di Afrika, Asia dan Oceania, gerakan ‘revitalisasi’ telah terlihat sebagai kunci dari protes sosial terhadap kondisi yang dihasilkan oleh pemerintah Eropa. Hal tersebut dipandang sebagai usaha untuk menciptakan ideologi-ideologi baru, lembaga-lembaga dan persatuan sosial dalam situasi dimana pandangan dunia lama dan hubungan adat terkikis oleh transformasi yang dihasilkan oleh penaklukan Eropa. Gerakan revitalisasi ini merupakan mobilisasi awal politik massa dan pengungkapan cikal-bakal sentimen nasionalis dikalangan mayarakat yang terjajah.

  32. Michael Adas, berupaya memusatkan perhatian pada gerakan “revitalisasi” berbentuk pemberontakan yang diilhami oleh Nabi pada masyarakat non-Barat terhadap rezim kolonial Eropa yang mendominasi, sebab setiap karakteristik ini memainkan peranan kunci dalam contoh-contoh setiap kasus sebagai perbandingan, penjelasan tentang penggunaan terminologi dalam suatu kajian. Tujuan penulisan ini yaitu mengkaji hubungan antara kebangkitan para pemimpin kenabian (prophetic leaders) dengan protes kekerasan. Para pengikut gerakan ini berusaha mengubah sistem sosial-budaya mereka dengan cara di luar hukum daripada agitasi konstitusional, dengan kekerasan dibanding pembaharuan, penarikan diri atau perlawanan pasif. Setiap kelompok memberontak dengan maksud tidak hanya menggulingkan rezim politik yang ada tetapi juga ingin mengubah keteraturan sosio-budaya yang ada. Tujuan mereka adalah revolusioner, walaupun pandangan mereka terhadap orde alternatif sangat berbeda dari yang diasosiasikan oleh para ahli ilmu sosial dengan revolusi yang sesungguhnya. Tulisan ini bermaksud memberikan analisa tentang gambaran sekilas mengenai pengaruh difusi dari beberapa aspek revolusi komersial-industrial Eropa Barat ke dalam masyarakat Afrika, Asia dan Oceania yang sangat berbeda, proses difusi transformasi ini merupakan isu sentral dalam sejarah dunia modern, memberikan kerangka umum yang digunakan untuk membandingkan beberapa gerakan yang dipilih dalam usaha mengidentifikasi pola-pola umum.

  33. Seperti telah disebutkan bahwa setiap kasus yang melibatkan protes kekerasan diiringi dengan munculnya pemimpin kenabian. Nabi didefinisikan sebagai seorang yang percaya dan mampu meyakinkan orang lain bahwa ia mempunyai kontak khusus dengan kekuatan supernatural melalui mimpi-mimpi, ramalan dan wahyu-wahyu khusus. Para pengikut nabi diyakinkan bahwa ia memiliki kekuatan yang melebihi manusia biasa yang sering ditunjukkan dalam kemampuan meramal atau menyembuhkan, dalam beberapa kasus nabi itu mengaku atau dianggap oleh pengikutnya yang setia sebagai penjelmaan Tuhan. Nabi tersebut menjanjikan keselamatan bagi para pengikutnya, diungkapkan melalui bayangan masa depan yang penuh kesejahteraan (millenarian vision) yang beraneka ragam sesuai dengan idiom kebudayaan dimana ia berada.

  34. Setiap gerakan memiliki keyakinan akan tercapainya keselamatan abadi yang melibatkan perubahan radikal di dunia. Kekuatan supernatural diharapkan berperan dalam perubahan ini dan menuntun manusia kedalam dunia yang sempurna, dan hanya dapat dinikmati oleh para pengikut yang setia sebagai suatu kelompok. Setiap gerakan yang pernah diteliti menggambarkan adanya suatu kecenderungan nativistik yang beraneka ragam, seperti; adanya ‘kesadaran’ dan usaha-usaha yang ‘terorganisasi’, dipihak partisipan untuk menghidupkan kembali atau memelihara aspek-aspek tertentu dalam budaya mereka. Gerakan-gerakan ini juga berusaha menghancurkan dan mengusir agen-agen, ide-ide dan peniruan-peniruan kebudayaan asing yang dominan. Para pengikut gerakan mengharapkan dapat menghancurkan rezim kolonial Eropa dan mengusir para pendatang kulit putih dan para misionaris Kristen, demikian pula para penjabat asing non-Eropa, tentara bayaran dan kelompok pedagang. Setiap gerakan mencerminkan tingkat akulturasi dalam ideologi, tingkah laku dan pola organisasi yang beraneka ragam. Gerakan-gerakan ini bukan merupakan nativisme murni atau asimilasi total melainkan perpaduan dari keduanya.

  35. Pada dasarnya terdapat perbedaan didalam setiap gerakan pada pihak kolonial dan masyarakat yang dijajah. Tiga imperialis Eropa, seperti; Inggris, Belanda dan Jerman digambarkan dalam situasi yang berkisar dari kontrol langsung yang mendalam oleh Inggris di Birma Bawah sampai pada pemerintahan tidak langsung yang dilakukan oleh Belanda terhadap kerajaan di Jawa Tengah. Salah satu kasus yaitu gerakan Pai Maire Maori melibatkan para pendatang Eropa. Dalam semua gerakan lainnya kelompok - kelompok imigran memainkan peranan kunci, misalnya; administrator, pedagang, tuan tanah dan buruh. Pengaruh misionaris Kristen memainkan peranan penting dalam gerakan Pai Maire dan Birsa, peranan perifer dalam kebangkitan Maji-Maji, tetapi hampir tidak mendapat tempat dalam pemberontakan di Birma dan Jawa.

  36. Michael Adas dalam tulisannya mencoba menitikberatkan pada pola kepemimpinan pribumi, namun tidak berarti mengabaikan gerakan/protes petani di desa, hal ini didasarkan pada keinginan agar tidak terpaku pada basis di desa saja. Sebagai contoh bahwa lingkungan sosio-budaya dari kasus-kasus inti ini mulai dari para wakil “Tradisi Besar” Islam dan Budha sampai orang Maori yang terisolasi dan didominasi oleh animisme di North Island, Selandia Baru. Dua dari masyarakat yang dipelajari (di Birma dan Jawa) telah mengembangkan sistem politik yang cukup tersentralisasi sebelum penaklukan oleh orang Eropa, sedangkan ketiga masyarakat lainnya memiliki ciri desentralisasi dan acephalous dengan lembaga-lembaga politik yang berlandaskan pada campuran hubungan kekeluargaan dan pengaruh lokal. Geografi kesejarahan dari kelima kasus tersebut meliputi contoh-contoh daerah perbatasan, pindahnya penduduk di daerah rendah ke lereng gunung, dan daerah inti yang sangat padat penduduknya. Skala pemberontakan bervariasi dari perang Jawa, melibatkan ratusan ribu pemberontak dan mempengaruhi jutaan orang, sampai pada kebangkitan Birsa, pemberontakan kecil dan relatif terlokalisasi.

  37. Orang-orang Eropa dalam menjalankan penjajahannya berusaha untuk mengintensifkan pola yang telah dibentuk atau sedang dibentuk oleh kekuatan pribumi tetapi dilain pihak mereka memperkenalkan inovasi dan perusakkan baru, kedua hal tersebut pada intinya merupakan suatu kemunduran bahkan menurut Michael Adas persis pada waktu masa pra-Eropa, mereka melakukannya secara paksa terhadap orang-orang pribumi. Dengan adanya pemberontakan yang diinspirasikan oleh nabi melibatkan restorasi dan reformasi ide-ide dan lembaga-lembaga adat, demikian juga pengerahan unsur asing dan pandanganmasa depan yang penuh kesejahteraan dari masyarakat baru.

  38. Perlu digarisbawahi bahwa berbagai kasus pemberontakan/protes sosial dikaitkan dengan konsep/pendekatan yang sesuai untuk memahami hal tersebut yaitu dengan ‘konsep deprivasi relatif’. Dalam situasi seperti ini, sejumlah individu dan kelompok diantara orang yang dikolonisasi merasa adanya kesenjangan yang timbul antara apa yang mereka harapkan dalam segi status dan perolehan materi dengan apa yang mereka miliki / kapasitas mereka untuk memperolehnya. Persepsi atas penyimpangan antara harapan dan kapasitas ini menimbulkan deprivasi perasaan (sense of deprivation) yang secara relatif dan kolektif telah dialami. Para individu dan kelompok membandingkan status dan kemampuan mereka satu sama lain, atau sama pentingnya, terhadap orang-orang yang ada (atau mereka pikir pernah ada) pada zaman sebelumnya. Dalam proses ini, unsur perubahan sangat kritis, karena “perubahan itu sendiri menciptakan penyimpangan antara pengharapan yang dibenarkan dan kenyataan, baik dengan memperburuk kondisi kelompok/menghadapkan kelompok itu pada standar baru”. Akibat tekanan dan keputusasaan yang menyertai perasaan deprivasi relatif cukup berat dan merata, hal itu menimbulkan gerakan protes kolektif yang direncanakan untuk memperbaiki ketegangan dengan menutup kesenjangan antara pengharapan partisipan dan kapasitas mereka.

  39. Michael Adas, mencoba meneliti kasus yang berkaitan di atas, antara lain : • Pemberontakan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro di Hindia Timur-Belanda (1825-1830). • Gerakan Pai Maire atau Hau Hau oleh orang Maori di Selandia Baru (1864-1867). • Kerusuhan-kerusuhan Birsa diantara Munda di Chota Nagpur di India Tengah-Timur (1895-1900). • Pemberontakan-pemberontakan Maji-Maji di Afrika Timur-Jerman (1905-1906). • Kebangkitan Saya San di Birma (1930-1932).

  40. Disamping itu teori deprivasi relatif digunakan untuk kajian perbandingan protes sosial, karena teori ini cukup fleksibel dalam mengkaji keanekaragaman penyebab timbulnya gerakan yang berbeda. Konteks historis/ situasi sosio-budaya yang menghasilkan perasaan deprivasi relatif sangat bervariasi. Tuntutan ekonomi merupakan salah satu pusat dalam suatu kasus disamping agama/kepercayaan atau status sosial pada kasus yang lain. Meskipun banyak para ahli yang mengritik usaha Aberle untuk mengembangkan teori deprivasi relatif sebagai suatu teori materialistik yang sempit, konsep tersebut dapat diterapkan secara efektif pada sumber-sumber potensial penyebab ketidakpuasan yang luas, termasuk kemerosotan individual dan integritas kelompok, kehilangan pengharapan terhadap diri sendiri, kerasnya adat kebiasaan, dan hubungan yang telah lama dipelihara. Berbagai kolonialisme pada intinya menerapkan kontrol politik dengan tingkat yang lebih tinggi seperti; tuntutan ekonomi yang lebih berat tetapi juga menimbulkan masalah legitimasi, etnik dan norma-norma sosial yang dilanggar dalam setiap aspek kehidupan yang dijajah. Melalui teori deprivasi relatif ini diharapkan dapat menghubungkan dan membandingkan berbagai sumber dengan protes kolektif yang tidak pernah berhenti. • mengamati

  41. Dengan demikian Michael Adas melalui penelitiannya melalui pendekatan lintas wilayah dapat menelusuri dan mengamati setiap perubahan yang terjadi didalam masyarakat seiring dengan waktu yang terus berjalan, malalui berbagai data dan fakta yang diperoleh diharapkan dapat membuka tabir suatu peristiwa sejarah yang pernah terjadi.

  42. TERIMA KASIH

More Related