1 / 1

Ketika Kekerasan Berbicara

Ketika Kekerasan Berbicara “ Dalam perdamaian , anak memakamkan bapak-bapak mereka ; dalam peperangan , bapak memakamkan anak-anak mereka .” ( Majalah TEMPO, 10 Maret 2002, halaman 209).

brian
Télécharger la présentation

Ketika Kekerasan Berbicara

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. KetikaKekerasanBerbicara “Dalamperdamaian, anakmemakamkanbapak-bapakmereka; dalampeperangan, bapakmemakamkananak-anakmereka.” (Majalah TEMPO, 10 Maret 2002, halaman 209). Pernahadamasa, diPosodan Ambon, hidupanak-anakmanusia, amatditentukanolehkekerasan. Di saat-saatitu, ketakutanuntukmati, takpernahlagiterdengar, sebabhidupdanmati, hanyadiantaraiolehsehelairambut. Suatuketika, Posodan Ambon, menjadipalagankekerasan yang membuatnyawamanusiaseolahtidakberharga. Ketikaitulah, talipersaudaraanseolahputusdantakmenentu. Di saat-saattersebut, pekik rasa sakitdanteriakankepedihan, tidakmemperolehhakuntukdisuarakan. Kekerasanmasa-masaitudiPosodan Ambon, telahmembungkam rasa sakitdanmengebalkan rasa takut. Pada tempo-tempo itu, diPosodan Ambon, salaksenjataseolahjadinyanyianpenghibur. Bedildenganmudahdiarahkankeorangtertentu, laluditembakkan. Anakpanah, pedang, kelewang, danbamburuncing, dengangampangdigunakanuntukmengirimorang lain keakhirattanpadiberihakuntukbertanya: adaapadanmengapa? Di Posodan Ambon selamamasa-masaitu, terbentangsebuahgaris yang jelasantara “kami” dan “mereka”, yang berarti “kami” sebagaikawandan “mereka” sebagailawan. Padananuntukkata “mereka” disiniadalahkematian, tentusaja. Kita menyaksikan, diPosodan Ambon, antaratahun 1999 s.d. 2002, kata “kasihsayang” telahdikuburolehnafsusalingmenghabisi. Padatahun-tahunitu, dikeduatempattersebut, katasolidaritasdankerukunandimuseumkan, dan museum ituharusditutuprapat-rapatdariparapengunjung. Kita menyaksikan, pada tempo-tempo itu, perempuan-perempuankitamenjadijanda, anak-anakkitamenjadiyatim, semuakarenakekerasan. Takseorang pun disana, yang sempatmembayangkanmasadepannya, karenamasadepanitutelahdikuburolehsyahwatsalingmematikan. Dengangampangkitamelihatseseorangmenggorokleherorang lain ditengahkerumunanorangbanyak. Denganmudahkitamenyaksikanseseorangmembakarhidup-hiduporang lain tanpa rasa bersalah, dantakseorang pun yang beranimajudanberikhtiaruntukmenundakematiannya. Takadalagiaturanhidup, dansekaligus, takadalaginormabagaimanaseseorangmenemuiajalnya. Kita melihatpadahari-hari, minggu-minggu, bulan-bulan, dantahun-tahunitusemuapihakmerasadizalimi, lalumemaklumkandirimasing-masingsebagaipemeganghakmonopoliberlakukerasterhadappihak yang dianggapmenzaliminya. Ironisnya, itusemuadilakukanatasnamakeyakinan yang berlandaskanajarandan moral agama. Tuhan pun seolahditampikuntukterlibatmencegahkekerasan. SingkatnyaPosodan Ambon seakanmengesahkankekerasansebagaialatuntukmencapaitujuan, dimanaparapelakukekerasanitusendiritidakpernahmampumerumuskantujuansemuakekerasantersebut. KetikakekerasanmerebakdiPosodan Ambon, masjiddangerejaluluhlantak, atautersisasebagairongsokan yang menjadimonumenkebiadaban. Rumah, pasar, sekolah, danentahapalagi yang lain, jadikepinganatauabu. Takpernahterpikirolehmereka yang melakukankekerasanpadasaat-saatitu, bahwa, kekerasan yang merekalakukantersebuttelahmelumatmasadepan, menguburimpiananak-anakmereka, danmencorengwajahmerekasendiri. Kapakkekerasandantombakkemarahan yang merekaperagakandanpakaitelahlengketdengandarahdannafsu, yang terlalusulitdibersihkanolehrentangwaktu. TigatahunkekerasanberlakudiPosodan Ambon, lukadan rasa robekitutersimpansangatdalam. Tigatahunjugaintip-mengintipterjadi, hiduppenuhkecurigaandansaratdengansiasat. Tigatahun pula rasa was-was tersimpan. Harapandanmimpiterkuburbersamajenazah-jenazahkorbankekerasan. Yang tersisa, kalautohmasihsempathidup, hanyalahdoa agar merekaselamat. Syukurlah, baradandendamituberhasildikesampingkan. Masalalu yang penuhmurkadanamuk, cobadisisihkanlewatsebuahjalantengah yang damai: dudukberdialog, mencobamenyambungtitik taut masasilam, sebelumperang, yang penuhketeduhandankebahagiaan. GoenawanMohamaddenganamatpuitismenggambarkanperdamaianinimengandungcerita-ceritabesar. “Iamungkinkabarbaikterpentingdiduniadiawalmileniumini. Iasebuahkisah yang membanggakanhati, danmengharukan, tentangorang-orang yang diam-diammembangunjembatandiantaraduakubu yang bakubunuh, agar padaakhirnyasenjatadiletakkan.” (CatatanPinggir, Majalah TEMPO, 12 Maret 2002) Keduabelahpihak yang dulunyasalingmengapakdanbertandingsiapa yang lebihdulumenohok, berdatangankeMalino yang dingin, bebasdarihirukpikukkekerasan, untukmenyatakantekad: hidupdamai.Merekaakhirnyasalingpeluk, salingtatapdenganmatasembab, terharu, danpenuhsesal. Lalu, saya pun teringatucapan Raja Crosiusdari Lydia, 2.500 tahunsilam. “Perdamaian, bukanperang, yang tahubetapapentingnyahariesok.” Dan perdamaianitudiciptakanolehJusufKalla (JK), yang sekaligusberarti, JK membukatiraihariesokPosodan Ambon, yang lebihbaik.

More Related