1 / 25

PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI Oleh : Istomo, Lab. Ekologi Hutan LATAR BELAKANG

PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI Oleh : Istomo, Lab. Ekologi Hutan LATAR BELAKANG Perubahan kehidupan agraris menjadi industri : perubahan pola kehidupan sesuai proses alami menjadi ekploitasi SDA (terutama SDA tak terbaharui) Pertambahan penduduk karena revolusi industri :

bryson
Télécharger la présentation

PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI Oleh : Istomo, Lab. Ekologi Hutan LATAR BELAKANG

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI Oleh : Istomo, Lab. Ekologi Hutan LATAR BELAKANG Perubahan kehidupan agraris menjadi industri : perubahan pola kehidupan sesuai proses alami menjadi ekploitasi SDA (terutama SDA tak terbaharui) Pertambahan penduduk karena revolusi industri : Malthus (1830) : penduduk deret ukur, produksi pangan deret hitung. Bumi hanya mampu menghidupi 2 Milyar manusia, tetapi berkat Haber (1913) menemukan pupuk N maka penduduk bumi sekarang lebih dari 6 Milyar, tetapi mulai ketidakseimbangan ekosistem : polusi, pestisida DDT, pencemaran merkuri (penyakit minamata) ----- pencemaran lingkungan. Masalah dunia saat ini : 1. Pemanasan global 2. Kerusakan ozon 3. Pertumbuhan penduduk 4. Kerusakan hutan dan proses penggurunan 5. Pencemaran lautan dan kualitas/kuantitas air 6. Kelestarian biodiversity 7. Pembangunan berkelanjutan

  2. Keprihatinan masyrakat Internasional tentang masalah lingkungan global mulai disadari sejak tahun 1970-an. Tahun 1972 PBB melakukan Konferensi Lingkungan Hidup Sedunia yang pertama di Stockholm, Swedia yang dikenal dengan United Nations Conference on Human Environment. Tahun 1992 di Rio de Janeiro (setelah 20 tahun konferensi Stockholm) dibawah prakarsa PBB diadakan konferensi UNCED (United Nation Cobference on Environment and Development) yang dikenal dengan KTT Bumi atau KTT Rio. Deklarasi KTT Rio antara lain : 1. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) 2. Prinsip-prinsip Pengaturan Hutan 3. Konvensi Biodiversity Tahun 1989 di New York pada workshop yang diadakan oleh Rainforest Alliance (LSM) menuntut jaminan kelestarian hutan tropik bahkan memperjuangkan boikot kayu tropik walaupun tidak disepakati oleh para peserta (forum). Namun disetujui untuk menerapkan adanya sistem labelling dan sertifikasi terhadap kayu tropik sebagai tanda kayu tersebut berasal dari hutan yang dikelola secara lestari ITTO pada 1990 dalam konferensi di Bali diputuskan tahun 2000 sebagai target tercapainya pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management, SFM) di hutan tropika yang dikenal dengan era penerapan ekolabel (Ecolabelling).

  3. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pembangunan adalah proses transformasi sumberdaya alam, teknologi, ekonomi dan sumberdaya manusia (sosial budaya) Pembangunan berkelanjutan tidak ada partisipasi dari seluruh isi bumi. Bumi yang sudah berumur milyaran tahun mungkin akan tetap ada/bertahan bila terjadi perubahan, sedangkan manusia yang umurnya kurang dari setengah milyar tahun bisa musnah bila kondisi yang membuatnya ada tidak dijaga bersama-sama. Prinsip-prinsip Pembangunan berkelanjutan 1. Menjamin pemerataan dan keadilan social 2. Menghargai keanekaragaman 3. Menggunakan pendekatan integrative 4. Perspektif jangka panjang 5. Sasaran dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 6. Keberlanjutan ekologis 7. Keberlanjutan ekonomi 8. Keberlanjutan Sosial-budaya 9. Keberlanjutan Politik 10. Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan

  4. PEMBANGUNAN HUTAN BERKELANJUTAN (SFM) Istilah lestari selalu menjadi bagian dari konsep kehutanan yang universial. Konsep ini bermula dari kelestarian hasil produksi, panen yang terukur berdasarkan hasil panen yang sama dari tahun ketahun, tidak menurun atau panenan progresif. Sesuai perkembangan lingkungan hidup dan kelestarian SDA, maka sistem pengelolaan hutan harus dapat menjamin kelestarian multidimensi, yaitu : 1. Kelestarian SDA 2. Kelestarian hutan dan hasil hutan 3. Kelestarian fungsi lingkungan 4. Kelestarian manfaat bagi masyarakat Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro prinsip-prinsip dasar dalam pengelolaan hutan lestari meliputi : 1. Kepemilikan hutan 2. Tujuan pengelolaan sumberdaya hutan 3. Kebijakan dalam pengelolaan hutan 4. Langkah-langkah dalam pengelolaan dan pembangunan hutan 5. Nilai hutan 6. Keseimbangan manfaat ekonomi dan ekologi 7. Pendanaan, teknik dan sistem pemasaran hasil hutan 8. Peranan hutan tanaman

  5. 9. Peningkatan peranan hutan alam 10. Kebijakan pengelolaan hutan 11. Peranan IPTEK, kerjasama international dalam penelitian/pengembangan 12. Aturan perdagangan internasional termasuk pajak/tarif. Batasan SFM dari ITTO : Proses pengelolaan lahan hutan untuk mencapai satu atau lebih tujuan pengelolaan yang secara jelas ditetapkan, yang menyangkut produksi hasil hutan yang diinginkan dan jasa secara berkesinambungan, tanpa dampak yang tidak diinginkan baik terhadap lingkungan maupun sosial, atau pengurangan nilai yang terkandung di dalamnya dan potensinya pada masa mendatang. Kriteria dan indikator yang dikembangkan oleh ITTO untuk pengelolaan hutan berkelanjutan dibuat untuk tingkat nasional dan tingkat kesatuan pengelolaan hutan : Kriteria ITTO untuk Pengelolaan Hutan Lestari (masing-masing kriteria terdapat beberapa indikator) : 1. Basis Sumberdaya hutan (5 indikator) 2. Kesinambungan hasil hutan (8 indikator) 3. Tingkat pengendalian lingkungan (3 indikator) 4. Dampak sosial ekonomi (4 indilator) 5. Kelembagaan (7 indikator)

  6. ITTO mengembangkan Pedoman Pengelolaan Hutan Alam Tropik Secara Lestari dan Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Tanaman Tropika secara Lestari. • Undang undang RI No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan : • Bagian kedua : asas dan tujuan • Pasal 2 : • Penyelengaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan. • Pasal 3 : • Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan : • Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang • proporsional • Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi • lindung, fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan • ekonomi yang seimbang dan lestari • 3. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.

  7. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisi-patif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal • 5. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. • PELAKSANAAN SERTIFIKASI EKOLABELLING UNTUK PENGELOLAAN HUTAN LESTARI • Konsep Dasar Ekolabel • Ekolabel berasal dari kata ecoyang berarti lingkungan hidup dan label yang berarti suatu tanda pada produk yang membedakannya dari produk lain. • Ekolabel membantu konsumen untuk memilih produk yang ramah lingkungan dan berfungsi sebagai alat bagi produsen untuk menginformasikan konsumen bahwa produk yang diproduksinya ramah lingkungan. • Berdasarkan hal tersebut maka tergambarkan bahwa kegunaan utama ekolabel adalah untuk membantu konsumen membuat "suatu pilihan", karena ekolabel memungkinkan adanya perbandingan antara produk-produk sejenis

  8. Ekolabel yang dapat dipercaya diberikan melalui proses sertifikasi oleh pihak ketiga yang independen untuk menilai bahwa suatu produk diproduksi dengan mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan hidup. Mengacu pada GATT (General Agreement on Tariff and Trade), ekolabel didasarkan pada non-diskriminasi dan atas dasar sukarela. Dasar sukarela menekankan bahwa sistem sertifikasi bekerja atas dasar insentif pasar. Produsen ikut serta ketika melihat ada insentif pasar bagi produk-produk berlabel atau kesempatan untuk mengembangkan pasaran baru atau mereka tidak melakukan ancaman boikot ketika tidak mendapatkan insentif pasar. Konsep Sertifikasi Hutan Sertifikasi (manajemen) hutan didefinisikan sebagai prose-dur verifikasi yang menghasilkan sertifikat mengenai kualitas pengelolaan hutan dalam hubungannya dengan satu set kriteria dan indikator. Disebutkan pula bahwa pelaksanaan penilaiannya oleh pihak ketiga yang independen.

  9. Berdasarkan objek sertifikasi, secara umum sertifikasi dan/atau pelabelan terdiri atas tiga macam, yaitu: • Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari/PHPL (Forest Resource Certification) : memberikan informasi bahwa dalam pengelolaan hutan produksi telah dilakukan upaya-upaya yang menjamin kelestarian produksi/ekonomi, kelestarian fungsi ekologi/ lingkung-an dan kelestarian fungsi sosial hutan.  • Lacak Balak (Timber Tracking) : memberikan informasi bahwa balak yang digunakan sebagai bahan baku industri tertentu berasal dari hutan yang telah memenuhi syarat sertifikasi PHPL. • Ekolabel hasil hutan (Forest Product Labeling) : memberikan informasi bahwa selain telah memenuhi syarat sertifikasi PHPL dan Lacak Balak, proses pengolahan produk tersebut tidak menimbulkan dampak penting negatif terhadap lingkungan.

  10. Tujuan Ekolabel • Bagi konsumen adalah selain memberikan informasi kepada konsumen agar konsumen dapat membuat pilihan berdasarkan informasi tersebut, juga agar konsumen dapat membedakan antara produk ramah lingkungan dengan yang tidak. • 2. Bagi produsen adalah untuk memberi kesempatan kepada produsen mendapat • penghargaan atas usahanya memelihara lingkungan hidup dan menciptakan • insentif pasar bagi produsen untuk menekan pengeluaran biaya • Tujuan Sertifikasi Hutan • Untuk menyediakan insentif baik insentif pasar atau non pasar untuk mendorong peningkatan kualitas pengelolaan hutan menuju pengelolaan hutan secara lestari atau berkelanjutan. Tujuan ini disebut sebagai tujuan Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) atau sering disebut sebagai Sustainable Forest Management (SFM) objective • Untuk meningkatan akses pasar dan share for products dari sistem pengelolaan yang lestari. Tujuan ini disebut sebagai tujuan perdagangan atau Trade Objective

  11. Beberapa tujuan lain dapat ditambahkan dalam program sertifikasi tergantung situasi yang berkembang, seperti meminimumkan kebutuhan atas pelaksanaan peraturan perundangan (law enforcement ), meningkatkan efisiensi, mengurangi resiko investasi dan sebagainya (Simula 1999 dalam Bass dan Simula, 1999). Konteks Kebijakan dalam Sertifikasi yg berorientasi Pasar (sumber: Bass dan Simula, 1999) Sertifikasi hutan dapat menjadi jembatan antara konsumen yang mau membayar lebih bagi produk hutan yang ramah lingkungan atau menolak produk yang tidak ramah lingkungan, dan para manajer hutan yang mempunyai komitmen untuk meningkatkan kinerja pengelolaan hutannya.

  12. MATRIKS KERANGKA PEMIKIRAN PENGEMBANGAN KRITERIA INDIKATOR SERTIFIKASI PHPL Keterangan : FR = Forest Resources FP = Forest Products FB = Forest Business ES = Ecosystem Stability SS = Survival of (Endangered/Endemic/Protected) Species TS = Forest Tenure System CE = Community and Employees’ Economic Development. SCI= Social and Cultural Integration (of Community and Employees) CH = Community Health WR = Workers’ Rights

  13. LEMBAGA SERTIFIKASI Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) adalah lembaga independen yang mengembangkan sistem sertifikasi ekolabel di Indonesia , dan memberikan akreditasi kepada lembaga sertifikasi pelaksana sistem sertifikasi LEI. Tahun 1999, Yayasan LEI menandatangani MOU dengan FSC, sebuah organisasi yang memberikan akreditasi bagi lembaga sertifikasi ekolabel internasional. Berdasarkan MoU tersebut, kriteria dan indikator LEI akan digunakan dalam seluruh kegiatan sertifikasi hutan alam produksi di Indonesia. Selanjutnya, kegiatan sertifikasi tersebut harus dilaksanakan dalam konteks joint certification program (JCP) antara LEI dengan FSC, yang diharapkan akan menghasilkan saling pengakuan ( Mutual Recognition Agreement - MRA) terhadap sertifikat ekolabel dari kedua pihak. Tahun 2000 LEI telah melaksanakan seleksi terhadap badan/badan hukum calon lembaga sertifikasi (LS). Untuk akreditasi penuh, sebagai sebuah lembaga akreditasi, LEI bekerjasama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan departemen teknis terkait seperti Dephut untuk mengembangkan sistem akreditasi nasional bagi lembaga sertifikasi ekolabel.

  14. LEI melakukan akreditasi menggunakan Manual LEI 11, untuk menetapkan LS program sertifikasi hutan yang meliputi empat kategori sebagai berikut : 1. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Alam Lestari (sertifikasi PHAPL). 2. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (sertifikasi PHTL). 3. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (sertifikasi PHBML). 4. Sertifikasi lacal balak (chain of custody ) Saat ini, lembaga sertifikasi yang memperoleh akreditasi interim dari LEI untuk skema sertifikasi PHAPL dan lacak balak, yaitu:

  15. STRUKTUR KELEMBAGAAN SERTIFIKASI DI INDONESIA

  16. HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA NASIONAL DAN INTERNASIONAL Secara kelembagaan, LEI telah memperoleh pengakuan internasional dalam berbagai bentuk kerjasama dengan lembaga-lembaga seperti berbagai NGO dan forum internasional pendukung FSC (misalnya, Kerhout Foundation di Belanda dan WWF di Inggris),WWF, GTZ, Forest Stewardship Council (FSC), lembaga sertifikasi yang diakreditasi FSC (seperti Smartwood dan SGS Qualifor), Bank Dunia, ITTO serta lembaga riset dan universitas di berbagai negara. Secara komersial, perusahaan furniture chain terbesar di Inggris, yaitu B&Q, dalam timber buying policy nya pada bulan Agustus 2000 secara resmi menyatakan bersedia membeli produk-produk bersertifikat LEI. Link Dengan Lembaga Internasional 1. Forests.org 2. Forest Stewardship Council 3. Global Forest Watch 4. Yayasan KEHATI 5. Natural Resources Management 6. Pan European Forest Certification 7. Finnish Forest Certification System 8. WWF 9. Walhi

  17. SISTEM SERTIFIKASI LEI : • 1. SERTIFIKASI HUTAN • 2. SERTIFIKASI KELAUTAN • SERTIFIKASI HUTAN : • 1. Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) • 2. Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL) • 3. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) • 4. Sertifikasi Lacak Balak (CoC) • 1. Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) • Sertifikasi Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) berpegang pada prinsip kesukarelaan, transparansi, independensi, partisipatif, non diskriminatif dan dapat dipertanggungjawabkan. • Proses sertifikasi PAHAPL ini memisahkan proses pengambilan data dengan proses pengambilan keputusan, serta melibatkan berbagai pihak terkait (stakeholder).

  18. Seluruh proses pelaksanaan sertifikasi difasilitasi oleh Lembaga Sertifikasi, yang telah diakreditasi oleh LEI. Proses sertifikasi ini mempunyai 4 (empat) tahapan yang harus dilalui, yaitu : 1. Prapenilaian Lapangan 2. Penilaian Lapangan dan Masukan Masyarakat 3. Evaluasi Kinerja dan Pengambilan Keputusan Sertifikasi 4. Penetapan Keputusan Sertifikasi 2. Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL) Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari didefinisikan sebagai bentuk pengelolaan hutan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi hasil hutan (kayu), sehingga dapat memberikan manfaat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dalam jangka panjang. Hutan tanaman yang dapat disertifikasi adalah hutan tanaman yang ditujukan untuk produksi, bentuk produksinya berupa kayu dalam suatu skala usaha yang mempunyai suatu kerangka perencanaan manajemen (management plan). Sama dengan proses sertifikasi PHAPL, sertifikasi PHTL ini juga mempunyai 4 (empat) tahapan yang harus dilalui,

  19. 3. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) Sejalan dengan inisiatif berbagai pihak untuk mendorong pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Indonesia, LEI telah memulai langkah untuk mengembangkan sistem sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) sejak bulan Mei 2000. Sertifikasi PHBML merupakan kegiatan penilaian dan pelabelan yang ditujukan untuk menyatakan bahwa hasil hutan yang berasal dari hutan yang dikelola oleh suatu komunitas masyarakat hutan telah melalui suatu pengelolaan yang lestari. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) itu sendiri adalah sistem pengelolaan hutan yang dilakukan oleh individu atau kelompok suatu komunitas, baik pada lahan negara, lahan komunal/adat atau lahan milik (individual/rumah tangga) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan individu/rumahtangga dan masyarakat, baik komersial ataupun sekedar untuk subsistensi. Di dalam pelaksanaannya diperlukan suatu mekanisme/ sistem/tata cara dalam melakukan penilaian. Untuk itu dikembangkan Prinsip, Kriteria dan Indikator dalam penilaian kinerja/dasar pemantauan UM dalam mengelola hutannya. Prinsip, Kriteria dan Indikator juga digunakan sebagai acuan dalam menilai kualitas pengelolaan hutan.

  20. 4. Sertifikasi Lacak Balak (CoC) Sertifikasi Lacak Balak merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak ketiga untuk mengeluarkan suatu pernyataan bahwa suatu hasil hutan, dalam hal ini kayu- telah diproduksi dari hutan yang lestari. Lacak balak merupakan komponen sistem sertifikasi yang kritis karena menjadi penghubung antara unit manajemen hutan atau unit usaha kehutanan sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen hasil hutan. Lacak balak pada prinsipnya dilakukan terhadap dua hal, yaitu: 1. Kejelasan sistem pergerakan hasil hutan 2. Kinerja sistem pergerakan hasil hutan Dalam perjalanannya, hasil hutan baik secara sendiri-sendiri maupun dalam susunan sortimen mengalami mutasi (perubahan bentuk, ukuran, jumlah, kualitas, tanda, dan penampilan). Lokasi mutasi itu disebut sebagai simpul pergerakan. prinsip yang dipakai dalam penilaian lacak balak adalah penilaian satu langkah ke belakang (one step backward), yaitu hanya menilai apakah sumber hasil hutan pada satu simpul sebelumnya sudah tersertifikasi. Jika satu simpul sebelumnya belum tersertifikasi, lacak balak perlu dilanjutkan pada simpul sebelumnya lagi dan seterusnya sampai diperoleh rantai tak terputus yang menerangkan bahwa asal hasil hutan adalah dari pengelolaan hutan produksi lestari.

  21. UNIT MANAJEMEN YANG LULUS SERTIFIKASI

  22. PEDOMAN DAN ACUAN DALAM SERTIFIKASI LEI Untuk PHAPL : Standar LEI-5000 : Kerangka Sistem Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Standar LEI-5000-1 : Sistem Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari Standar LEI 5005 : Daftar Istilah dan Pengertian yang berhubungan dengan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Pedoman LEI 99 : Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Pedoman LEI 99-01 : Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi PHPL Pedoman LEI 99-02 : Persyaratan Umum Penilai Lapangan Sertifikasi PHPL Pedoman LEI 99-03 : Persyaratan Umum Panel Pakar Sertifikasi PHPL Pedoman LEI 99-21 : Pedoman Lapangan Penilaian Lapangan Sertifikasi PHAPL Pedoman LEI 99-23 : Pedoman Penapisan dalam Sertifikasi PHAPL Pedoman LEI 99-24 : Pedoman Pengambilan Keputusan Sertifikasi PHAPL Pedoman LEI 99-25 : Pedoman Penyusunan Rekomendasi Sertifikasi PHAPL Pedoman LEI 99-26 : Pedoman Pelaksanaan Penilikan dan Perpanjangan Sertifikasi dalam Program Sertifikasi PHAPL Dokumen LEI-01 : Toolbox Verifier dan Verifikasinya untuk Kriteria dan Indikator Penilain dalam Sertifikasi PHAPL Dokumen LEI-02 : Skala Intensitas Indikator PHAPL

  23. Contoh Pedoman LEI 99-21 : ASPEK PRODUKSI ( 3 kriteria dan 21 indikator) ASPEK EKOLOGI (2 kriteria dan 19 indikator) ASPEK SOSIAL (5 Kriteria dan 17 indikator)

  24. Contoh aspek Ekologi :

More Related