200 likes | 680 Vues
Mata Kuliah HUKUM DAN MASYARAKAT. Fakultas Hukum. NILAI KEMANFAATAN HUKUM & MASYARAKAT (SOSIOLOGI HUKUM) DALAM PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM NASIONAL.
E N D
Mata Kuliah HUKUM DAN MASYARAKAT Fakultas Hukum NILAI KEMANFAATANHUKUM & MASYARAKAT (SOSIOLOGI HUKUM) DALAM PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM NASIONAL
Upaya pembangunan sistem hukum harus memperhatikan Konsitusi dan Kebiasaan yang hidup didalam masyarakat, karena jika hukum positif yang diberlakukan didalam masyarakat tidak sejalan dan bertentangan dengan hukum yang hidup didalam masyarakat maka dapat dipastikan hukum positif atau undang-undang tersebut tidak dapat berjalan dengan efektif • Menurut Carl Von Savigny : “ Hukum itu tdak dibuat, akan tetapi tumbuh dan berembang bersma-sama dengan masyarakat (volksgis)”. • Menurut Jeremy Bentham (aliran Utilitry) bahwa : ” Hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat, guna mencapai hidup bahagia”. • Menurut Eugen Ehrlich (aliran Sociological Jurisprudence) : ” Hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup didalam masyarakat ( livinglaw )”
Ada Masyarakat, Maka Hukum Juga Ada • Manusia adalah makhluk yang mempunyai hasrat hidup bersama. Hidup bersama yang sekurang-kurangnya terdiri dari 2 orang. Tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri, Aristoteles pernah mengatakan bahwa manusia itu adalah zoon politicon, yang artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk yang selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainya. Dan karena sifatnya itu manusia disebut sebagai makhluk sosial • Setiap manusia mempunyai sifat, watak, dan kehendak yang berbeda-beda. Dan dalam hubungan dengan sesama manusia dibutuhkan adanya kerjasama, tolong menolong dan saling menbantu untuk memperoleh keperluan kehidupannya. Kalau kepentingan tersebut selaras maka keperluan masing-masing akan mudah tercapai. Tetapi kalau tidak malah akan menimbulkan masalah yang menganggu keserasian. Dan bila kepentingan tersebuit berbeda yang kuatlah yang akan berkuasa dan menekan golongan yang lemah untuk memenuhi kehendaknya • Karena itu diperlukan suatu aturan yang mengatur setiap anggota dalam masyarakat. Maka dibuatlah aturan yang disebut dengan norma. Dengan norma tersebut setiap anggota masyarakat dengan sadar atau tidak sadar akan terpengaruh dan menekan kehendak pribadinya. Adanya aturan tersebut berguna agar tercapainya tujuan bersama dalam masyarakat, memberi petunjuk mana yang boleh dilakukan mana yang tidak, memberi petunjuk bagaiman cara berperilaku dalam masyarakat. Itulah dasar pembentukan hukum dari kebutuhan masyarakat akan adanya aturan yang mengatur tata cara kehidupan agar setiap individu masyarakat dapat hidup selaras.
Tujuan hukum dalam masyarakat : • Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat: dalam arti, hukum berfungsi menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk, sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur. • Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin: hukum dapat memberi keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang salah, dan siapa yang benar, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman sanksi bagi pelanggarnya. • Sebagai sarana penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Hukum adalah alat untuk membuat masyarakat yang lebih baik. • Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa yang memilih sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum konstitusi negara
Sumber Hukum Itu Terdapat Dalam Masyarakat • Sumber hukum dalam arti material, yaitu: suatu keyakinan/ perasaan hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi hukum. Dengan demikian keyakinan / perasaan hukum individu (selaku anggota masyarakat) dan juga pendapat umum yang merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan hukum (Kebiasaan atau Hukum tak tertulis) Kebiasaan (custom) adalah: semua aturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh rakyat, karena mereka yakin bahwa aturan itu berlaku sebagai hukum. Agar kebiasaan memiliki kekuatan yangberlaku dan sekaligus menjadi sumber hukum, maka harus dipenuhi syarat sebagai berikut: • Harus ada perbuatan atau tindakan tertentu yang dilakukan berulangkali dalam hal yang sama dan diikuti oleh orang banyak/ umum • Harus ada keyakinan hukum dari orang-orang / golongan-golongan yang berkepentingan. dalam arti harus terdapat keyakinan bahwa aturan-aturan yang ditimbulkan oleh kebiasaan itu mengandung/ memuat hal-hal yang baik dan layak untuk diikuti/ ditaati serta mempunyai kekuatan mengikat
Hukum Itu Salah Satu Fungsinya Sebagai Law Is Tool Social Engineering • Sebuah perbincangan yang hingga kini tak juga kunjung putus adalah soal fungsi hukum dalam masyarakat. Di satu pihak orang meyakini kebenaran premis bahwa hukum itu tak lain hanyalah refleksi normatif saja dari pola-pola perilaku yang telah terwujud sebagai realitas sosial. Sedangkan di pihak lain orang masih banyak juga yang suka menteorikan bahwa hukum itu sesungguhnya adalah suatu variabel bebas yang manakala dioperasionalkan sebagai kekuatan yang bertujuan politik akan mampu mengubah tatanan struktural dalam masyarakat • Pandangan yang disebutkan pertama adalah pandangan yang melihat hukum sebagai ekspresi kolektif suatu masyarakat, dan karena itu hasil penggambarannya secara konseptual akan melahirkan konsep hukum sebagai bagian dari elemen kultur ideal. Pandangan yang kedua adalah pandangan yang melihat hukum benar-benar sebagai instrumen, dan karena itu hasil penggambarannya secara konseptual akan banyak menghasilkan persepsi bahwa hukum adalah bagian dari teknologi yang lugas; atau meminjam kata-kata Rouscoe Poend, hukum itu adalah “tool of social engineering“.
Menurut Lawrence sebagaimana dikutip oleh Soetandyo, menyatakan bahwa Hukum sebagai alat social engineering adalah ciri utama negara modern. Jeremy Bentham (dalam Soetandyo) bahkan sudah mengajukan gagasan ini di tahun 1800-an, tetapi baru mendapat perhatian serius setelah Roscoe Pound memperkenalkannya sebagai suatu perspektif khusus dalam disiplin sosiologi hukum. Roscoe Pound minta agar para ahli lebih memusatkan perhatian pada hukum dalam praktik (law in actions), dan jangan hanya sebagai ketentuan-ketentuan yang ada dalam buku (law in books). Hal itu bisa dilakukan tidak hanya melalui undang-undang, peraturan pemerintah, perpres, dll tetapi juga melalui keputusan-keputusan pengadilan
Pembangunan Hukum • Dewasa ini jumlah eksponen pendukung ide “law as a tool of socialengineering” kian bertambah. Perkembangan yang disebut Geertz (dalam Soetandyo) sebagai perkembangan “from old society to new state” memang telah menyuburkan tekad-tekad untuk menggerakkan segala bentuk kemandeg-an dan untuk mengubah segala bentuk kebekuan, baik lewat cara-cara revolusioner yang ekstra legal maupun lewat cara-cara yang bijak untuk menggunakan hukum sebagai sarana perubahan sosial • Menurut Soetandyo hal ini berimplikasi para banyaknya praktisi yang berminat untuk memikirkan strategi-strategi perubahan yang paling layak untuk ditempuh dan untuk merekayasa ius constituendum apa yang sebaiknya segera dirancangkan dan diundangkan sebagai langkah implementasinya. Sedangkan para teoritisnya banyak berminat untuk mendalami studi-studi tentang keefektifan hukum guna menemukan determinan-determinan (paling) penting yang perlu diketahui untuk mengfungsionalkan hukum sebagai sarana pembangunan
Menurut sejumlah pakar, pembangunan hukum mengandung dua arti.Pertama, sebagai upaya untuk memperbarui hukum positif (modernisasihukum). Kedua, sebagai usaha untuk memfungsionalkan hukum yakni dengan cara turut mengadakan perubahan sosial sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun. Jadi, pembangunan hukum tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan legislasi saja, melainkan pada upaya menjadikan hukum sebagai alat rekayasa sosial (social engineering) • Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa definisi pembangunan hukum adalah “mewujudkan fungsi dan peran hukum di tengah-tengah masyarakat”. Untuk itu ada tiga fungsi hukum: sebagai kontrol sosial, sebagai penyelesai sengketa (dispute settlement), dan sebagai alat rekayasa sosial (social engineering)
Manifestasi Rekayasa Sosial dalam Pembentukan Undang-Undang • Dalam salah satu artikelnya, Paramita menyatakan bahwa perundang-undangan ialah suatu gejala yang relatif kompleks yang proses pembentukannya melibatkan berbagai faktor kemasyarakatan lainnya. Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah upaya merealisasikan tujuan tertentu, dalam arti mengarahkan, mempengaruhi, pengaturan perilaku dalam konteks kemasyarakatan yang dilakukan melalui dan dengan bersaranakan kaidah-kaidah hukum yang diarahkan kepada perilaku warga masyarakat atau badan pemerintahan, sedangkan tujuan tertentu yang ingin direalisasikan pada umumnya mengacu pada idea atau tujuan hukum secara umum, yaitu perwujudan keadilan, ketertiban dan kepastian hukum. Membentuk undang-undang juga berarti menciptakan satu sumber hukum yang akan mengatur hak-hak dan kewajiban dari semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan undang-undang tersebut • Berbeda dengan pandangan Paramita, mazhab fungsional atau biasa disebut mazhab sosiologik hukum (sociology of law) melalui tokohnya Roscoe Pound (dalam Satjipto) yang berpendapat bahwa hukum itu lebih dari sekadar himpunan norma-norma yang abstrak atau ordo-hukum. Namun, hukum merupakan satu proses untuk menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang berlawanan dan memberikan jaminan, kepastian kepuasan kepada keinginan golongan terbanyak dengan gesekan yang sekecil mungkin. Analogi dari pemahaman hukum yang demikian itulah yang oleh Pound disebutkan sebagai rekayasa sosial (social engineering)
Perlu diperhatikan juga sebelumnya bahwa suatu peraturan atau hukum baru dapat dikatakan baik apabila memenuhi tiga syarat menurut teori Radbruch, yaitu secara filosofis dapat menciptakan keadilan, secara sosiologis bermanfaat dan secara yuridis dapat menciptakan kepastian. Sedangkan menurut Pound suatu undang-undang harus berfungsi sebagai “tool of social control “ dan “tool of social engineering” • Menurut Soetandyo pembicaraan dan perbincangan tetap saja ramai untuk mempersoalkan apakah hukum dalam kenyataanya in concreto memang akan dapat merekayasa masyarakat dengan efektif manakala ia hanya terbit sebagai manifestasi—meminjam adagium kaum positivitis—”the command of the sovereign” (perintah yang berdaulat), dan tidak pernah mempertimbangkan dua soal berikut ini: Pertama, apakah sesungguhnya nilai-nilai moral dan kaidah-kaidah social yang dianut rakyat dalam kehidupan sehari-harinya; Kedua, sejauh manakah rakyat awam itu bersedia berbagi kesetiaan dan ketaatan, tidak hanya kepada nilai-nilai dan kaidah-kaidahnya sendiri yang informal tetapi juga kepada “the command of the sovereign” yang bergaya formal itu
Bertolak dari semua itu terdapat satu hal penting yang perlu (harus) disadari sebagai suatu persoalan tersendiri atas asumsi dasar mengenai dalil “law is a tool of social enginereeng“, bahwa menurut von Savigny (dalam Soetandyo), sesungguhnya hukum itu tidak pernah bisa dibuat berdasarkan rasionalitas pikiran manusia yang disengaja. Hukum sesungguhnya selalu berproses dan terwujud di dalam dan bersamaan dengan perkembangan masyarakat dan sejarah suatu bangsa. Oleh karena itu penyikapan selanjutnya adalah bagaimana sesungguhnya “law is a tool of social engineering” harus kita tempatkan bukan pada posisi rule by law, tetapi pada paradigma rule of law
Perkembangan Sosiologi Hukum tidak terlepas dari faktor ruang lingkup dan objek kajian sosiologi hukum yang bersandar pada disiplin ilmu filsafat hukum, dan sosiologi hukum sebagai aliran Positivisme yang artinya hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih diatas derajatnya (Grundnorm yaitu dasar atau basis sosial dari hukum). • Dengan demikian upaya pembangunan sistim hukum harus memperhatikan Konsitusi dan Kebiasaan yang hidup didalam masyarakat, karena jika hukum positif yang diberlakukan didalam masyarakat jiga tidak sejalan dan bertentangan dengan hukum yang hidup didalam masyarakat maka dapat dipastikan hukum positif atau undang-undang tersebut tidak dapat berjalan dengan efektif
Semua Undang-Undang maupun peraturan perundang-undang yang dibuat oleh lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif harus memperhatikan nilai-nilai sosial yang bersandar pada nilai-nilai dan kaidah-kaidah Hukum dan Masyarakat (Sosiologi Hukum) yang merupakan kebiasaan atau konstitusi, jika pemberlakukan undang-undang maupun perundang-undang mengesampingkan nilai-nilai tersebut maka undang-undang maupun peraturan perundang-undangan tersebut tidak akan efektif dan berjalan dengan baik karena dapat dipastikan akan bertentangan dengan hukum yang hidup didalam masyarakat
Dalam pembangunan sistim hukum nasional harus berlandaskan pada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 dengan berciri khas adalah upaya musyawarah dan mufakat serta kekeluargaan. Dimana karakteristik kajian sosiologi hukum untuk memberikan deskripsi terhadap praktek-praktek hukum yag dibedakan ke dalam pembuatan undang-undang, penerapan hukum nasional. • Dalam pembangunan sistim hukum nasional baik dalam pemberlakukan kebijakan didalam kehidupan sosial kemasyarakatan yang dioperasikan oleh masyarakat didalam kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dari unsur-unsur metode pendekatan sosiologi hukum, perbandingan yuridis empiris dengan yuridis normatif, dan hukum sebagai social control dan alat untuk mengubah masyarakat
Kegunaan Sosiologi Hukum adalah sebagai sosial kontrol di dalam masyarakat, dimana suatu aktifitas yang dilaksanakan oleh dua orang atau lebih diatur oleh suatu sistim hukum yang berlaku di dalam masyarakat (kelompok sosial) dan terhadap lembaga sosial yang kebeadaannya diakui oleh masyarakat, dimana dipengaruhi oleh hukum sebagai Tingkah Laku Sosial yaitu terjadinya tukar menukar jasa dan fungsi serta saling mengawasi sarana pemenuhan dan kejujuran tindakan pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap tingkah laku sosial di dalam masyarakat dan dimulai dari kelompok kecil yaitu dari kehidupan sosial, dimana individu-individu di dalam masyarakat masing-masing memperoleh tempat dan peran dari mereka masing-masing dan bila suatu tujuan kelompok yang jelas dalam lingkungan yang stabil, maka dapat dijumpai pengulangan tingkah laku dan hubungan timbal balik pada anggota-anggota masyarakat dalam jumlah yang tinggi dan hubungan timbal balik antara peranan yang satu dengan peranan komplemennya dapat diramalkan. Dengan demikian di dalam masyarakat terdapat kekuatan sosial (social forces) yang dapat berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan yaitu dapat bersifat baik dan tidak baik bagi masyarakat dan bagi hukum
Pemahaman bekerjanya hukum dalam masyarakat harus melihat kegunaan dan manfaat dari fungsi hukum didalam masyarakat, dari sudut pandang yaitu • Fungsi hukum sebagai sosial kontrol di dalam masyarakat • Fungsi hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat • Fungsi hukum sebagai simbol pengetahuan • Fungsi hukum sebagai instrumen politik dan • Fungsi hukum sebagai alat integrasi