1 / 23

Otonomi Khusus dalam Kerangka Desentralisasi Pemerintahan di Indonesia

Otonomi Khusus dalam Kerangka Desentralisasi Pemerintahan di Indonesia. Isu & Kebijakan Desentralisasi “UU No. 11 Tahun 2006” oleh : Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si ( Sabtu, 01 Agustus 2009 ).

zared
Télécharger la présentation

Otonomi Khusus dalam Kerangka Desentralisasi Pemerintahan di Indonesia

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Otonomi Khusus dalam Kerangka Desentralisasi Pemerintahan di Indonesia Isu & Kebijakan Desentralisasi “UU No. 11 Tahun 2006” oleh : Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si ( Sabtu, 01 Agustus 2009 )

  2. UUD 1945, Pasal 18: Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. UUD 1945, Pasal 18a: Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Kurang jelas perbedaan antara “keistimewaan” dan “kekhususan” Tidak diperjelas ruang lingkup “bersifat khusus” atau “bersifat istimewa” Asal-Usul Konsep “kekhususan” dalam kerangka hukum di Indonesia

  3. Penerapan Konsep Kekhususan dan Keistimewaan (1) • Dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan UUD 1945 tersebut, • dibentuk Daerah Istimewa Yogyakarta, namun tidak terdapat keistimewaan yang berarti dari segi pemerintahan, khususnya kewenangan, selain peranan Sultan sebagai Gubernur • diberi status keistimewaan kepada Daerah Kota Istimewa Jakarta, namun hanya mempuyai beberapa keistimewaan sebagai Ibu Kota Negara, yang juga kurang berarti dari segi kewenangannya dibandingkan dengan daerah lain.

  4. Pemerintahan Daerah di Aceh • Undang-Undang No. 24/1956 sebagai dasar pembentukan “Daerah Otonom Provinsi Aceh” mengatur: • Ketentuan Umum: “…membentuk daerah Aceh sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri” • Pasal 4 ayat (1): Pemerintah Daerah Propinsi mengatur dan mengurus hal-hal yang dahulu diserahkan kepada Pemerintah daerah Propinsi Sumatera-Utara (lama) menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan-peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan penyerahan urusan-urusan dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah. • Pasal 13 ayat (1): Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam pasal 4 sampai dengan 12 di atas, maka Pemerintah Daerah Propinsi berhak pula mengatur dan mengurus hal-hal termasuk kepentingan daerahnya yang tidak diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat atau tidak telah diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom bawahan dalam wilayah daerahnya, kecuali apabila kemudian dengan peraturan perundangan lain diadakan ketentuan lain. (2) Dalam menyelenggarakan hal-hal termaksud dalam ayat 1 di atas Propinsi mengikuti petunjuk-petunjuk yang diadakan oleh Pemerintah Pusat. • Daerah otonom Provinsi Aceh tidak dibentuk sebagai Daerah Istimewa atau daerah yang diberikan kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan dibandingkan dengan provinsi lain.

  5. Penerapan Konsep Kekhususan dan Keistimewaan (2) • Referensi terhadap konsep kekhususan atau keistimewaan dalam UU No. 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah • tidak terdapat referensi terhadap konsep tersebut, kecuali ketentuan bahwa “…Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang sekarang adalah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut Undang-undang ini dengan sebutan Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, yang tidak terikat pada ketentuan masa jabatan, syarat, dan cara pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya”

  6. Penerapan Konsep Kekhususan dan Keistimewaan (3) • Referensi terhadap konsep kekhususan dalam UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah: • Pasal 118 ayat (1): “Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur dapat diberikan otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan.” • Penjelasan: “Pemberian otonomi khusus kepada Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur didasarkan pada perjanjian bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Portugal di bawah supervisi Perserikatan Bangsa-Bangsa. (diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang)

  7. Penerapan Konsep Kekhususan dan Keistimewaan (4) • Referensi terhadap konsep keistimewaan dalam UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah: • Pasal 122: Keistimewaan untuk Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 (?), adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Propinsi Istimewa Aceh dan Propinsi Istimewa Yogyakarta didasarkan pada undang-undang ini. • Penjelasan: Pengakuan keistimewaan Propinsi Istimewa Aceh didasarkan pada sejarah perjuangan kemerdekaan nasional, sedangkanisi keistimewaannya berupa pelaksanaan kehidupan beragama, adat, dan pendidikan serta memperhatikan peranan ulama dalam penetapan kebijakan Daerah.Pengakuan keistimewaan Propinsi Istimewa Yogyakarta didasarkan pada asal-usul dan peranannya dalam sejarah perjuangan nasional, sedangkan isi keistimewaannya adalah pengangkatan Gubernur dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Sultan Yogyakarta dan Wakil Gubernur dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Paku Alam yang memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang ini.

  8. UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh • Aceh diberi kewenangan untuk mengembangkan dan mengatur Keistimewaan yang dimiliki. • Penyelenggaraan Keistimewaan meliputi: • a. penyelenggaraan kehidupan beragama; • b. penyelenggaraan kehidupan adat; • c. penyelenggaraan pendidikan; dan • d. peran ulama dalam penetapan kebijakan Daerah. • Penyelenggaraan kehidupan beragama diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluknya dalam masyarakat. • Aceh dapat menetapkan berbagai kebijakan dalam upaya pemberdayaan, pelestarian, dan pengembangan adat serta lembaga adat di wilayahnya yang dijiwai dan sesuai dengan syariat Islam. • Aceh mengembangkan dan mengatur berbagai jenis, jalur, dan jenjang pendidikan serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syariat Islam. • Aceh membentuk sebuah badan yang anggotanya terdiri atas para ulama, yang bersifat independen dan berfungsi memberikan pertimbangan terhadap kebijakan Daerah, termasuk bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan serta tatanan ekonomi yang Islami.

  9. UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (1) • Pengaturan kewenangan yang diberikan kepada Aceh pada umumnya sama dengan pengaturan kewenangan sebagaimana diatur dalam • Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan dalam • Peraturan Pmerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom • Pengaturan Dana Perimbangan pada prinsipnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, kecuali ketentuan mengenai “Bagi Hasil” antara Pusat dan Aceh: • Pajak penghasilan orang pribadi = 20% (Daerah lain = 0) • Hasil Pertambangan Minyak Bumi = 70% (Daerah lain = 15%) selama 8 tahun, sesudahnya 50% • Hasil Pertambangan Gas Alam = 70% (Daerah lain = 30%) selama 8 tahun, sesudahnya 50%

  10. UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2) • Pembentukan Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe sebagai penyelenggara adat, budaya dan pemersatu masyarakat (hanya sebagai simbol, bukan lembaga politik dan pemerintahan) • Penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) yang terdiri atas anggota KPU dan anggota masyarakat • Pengangkatan Kepala Kepolisian NAD dengan persetujuan Gubernur • Peradilan Syariat Islam di NAD sebagai bagian dari sistem peradilan nasional oleh Mahkamah Syar’iyah, diberlakukan bagi pemeluk agama Islam • Seluluh ketentuan menyangkut kewenangan yang diberikan pada Aceh dalam rangka otonomi khusus, ditindaklanjuti dengan Qanun tanpa dipedomani atau berdasarkan peraturan perundang-undangan lain.

  11. Konsep “kekhususan” dan “keistimewaan” dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (1) Menimbang: “…pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia” Penjelasan Umum: Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia • Sifat “kekhususan” tetap kurang jelas; kelihatan bahwa prinsip kekhususan diterapkan bagi semua daerah yang mempunyai “kekhususan”, dedangkan tidak jelas apa yang dimaksud dengan “kekhususan suatu daerah” • Tetap kurang jelas perbedaan antar “keistimewaan” dan “kekhususan”.

  12. Konsep “kekhususan” dan “keistimewaan” dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (2) Pasal 2 (8): Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Penjelasan: Yang dimaksud satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus adalah daerah khusus dan yang diberikan otonomi khusus, sedangkan daerah istimewa adalah Daerah Istimewa Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tetap tidak terdapat penjelasan yang mencukupi tentang “pemerintahan bersifat khusus atau bersifat istimewa”. Kurang konsisten karena Aceh hanya diberikan attribut “keistimewaan” sebagaimana dimaksud dalam UU No. 44/1999 sedangkan dalam UU No. 18/2001 sudah diberikan “otonomi khusus”. http://herwanparwiyanto.staff.uns.ac.id

  13. Apakah Aceh mempunyai “Otonomi Khusus”? • Dalam hal Papua secara tegas disebutkan dalam judul UU No. 21/2001 tentang “Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua”. • Dalam hal Aceh, istilah otonomi khusus tidak disebutkan dalam judul UU No. 11/2006 tentang “Pemerintahan Aceh”, namun terdapat beberapa ketentuan yang menyarankan bahwa Aceh mempunyai “otonomi khusus”: • Pasal 1(2): Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus • Pasal 22(2): DPRA dan DPRK mempunyai hak untuk membentuk alat-alat kelengkapan DPRA/DPRK sesuai dengan kekhususan Aceh. • Pasal 78(2)b: …memperjuangkan cita-cita partai politik lokal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai kekhususan dan keistimewaan Aceh. • Pasal 179 Dana Otonomi Khusus • Penjelasan umum: Perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus. Untuk Papua status “Otonomi Khusus” jelas dari judul UU No. 21/2001 “Otonomi khusus” tidak menonjol dalam UU 11/2006 namun tampil dalam beberapa ketentuan/penjelasan; alasan: dalam MoU Helsinki tidak dipakai istilah “otonomi khusus”, karena oleh fihak GAM tidak dianggap sebagai sesuatu yang mencerminkan sifat pemerintahan yang diinginkan. http://herwanparwiyanto.staff.uns.ac.id

  14. Tingkat yang mana menerima Otsus? (1) • Walaupun dalam sejarah pada umumnya tingkat provinsi yang disebutkan sebagai tingkat pemerintahan yang menerima keistimewaan/kekhususan (UU 18/2001 menyebutkan “provinsi” dalam judulnya), maka dalam hal UU No. 11/2006 terdapat banyak ketrentuan yang mengaburkan hal tersebut dan secara wajar menimbulkan pertanyaan tentang tingkat pemerintahan yang diberikan “otonomi khusus” • Di satu sisi terdapa ketentuan yang menyarankan bahwa Otonomi Khusus diberikan kepada Provinsi, yaitu: • Aceh adalah daerah provinsi… • Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi… • Wewenang yang dijalankan bersama Pemerintah hanya menyebut Pemerintah Aceh (pemerintah K/K tidak disebutkan) • Kelembagaan terdiri di skala provinsi (Wali Nanggroe, dll.) • Partai lokal didirikan di skala provinsi, bukan K/K • Penjelasan: “…menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus.” • Namun, dalam UU 11/2006 terdapat banyak ketentuan sebagai berikut yang menyarankan bahwa kewenagan dalam penyelenggaraan Otonomi Khusus dibagi antara Provinsi dan Kabupaten/Kota.

  15. Tingkat yang mana menerima Otsus? (2) • UU No. 11/2006 Pasal 7 ayat (1): Pemerintahan Aceh dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah. • UU No. 11/2006 Pasal 12: • Ayat (1): Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali yang menjadi kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2). • Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dan diurus sendiri oleh Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota.

  16. Tingkat yang mana menerima Otsus? (3) • UU No. 11/2006 Pasal 14: • Ayat (1): Pembagian dan pelaksanaan urusan pemerintahan, baik pada Pemerintahan di Aceh maupun pemerintahan di kabupaten/kota dilakukan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antarpemerintahan di Aceh. • Ayat (2): Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota…terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. • Menurut UU No. 11/2006 • Pasal 16, urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Aceh…merupakan urusan dalam skala Aceh…dan pelaksanaan keistimewaan Aceh (termasuk penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji) • Pasal 17, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota…dan pelaksanaan keistimewaan Aceh.

  17. Tingkat yang mana menerima Otsus? (4) • UU No. 11/2006 Pasal 18: Pemerintah kabupaten/kota mempunyai kewenangan menyelenggarakan pendidikan madrasah ibtidayah dan madrasah tsanawiyah • UU No. 11/2006 Pasal 19: Pemerintah kabupaten/kota berwenang mengelola pelabuhan dan bandar udara umum…yang dikelola oleh Pemerintah sebelum UU No. 11/2006 diundangkan. • UU No. 11/2006 Pasal 156 ayat (1): Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota mengelola sumber daya alam di Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh sesuai dengan kewenangannya. • UU No. 11/2006 Pasal 162 ayat (1): Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berwenang untuk mengelola sumber daya alam yang hidup di laut wilayah Aceh. • UU No. 11/2006 Pasal 165 ayat (2): Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya, dapat menarik wisatawan asing dan memberikan izin yang terkait dengan investasi dalam bentuk penanaman modal dalam negeri, penanaman modal asing, ekspor dan impor • UU No. 11/2006 Pasal 171 ayat (1): Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota berwenang menetapkan peruntukan lahan dan pemanfaatan ruang untuk kepentingan pembangunan.

  18. Tingkat yang mana menerima Otsus? (5) • UU No. 11/2006 Pasal 217: • Ayat (2): Pemerintah, Pemerintahan Aceh, dan pemerintahan kabupaten/kota mengalokasikan dana untuk membiayai pendidikan dasar dan menengah. • Ayat (3): Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota menyediakan pendidikan layanan khusus bagi penduduk Aceh yang berada di daerah terpencil atau terbelakang. • Ayat (4): Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota menyediakan pelayanan pendidikan khusus bagi penduduk Aceh yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial, serta yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

  19. Tingkat yang mana menerima Otsus? (6) • UU No. 11/2006 Pasal 217: • Ayat (2): Pemerintah, Pemerintahan Aceh, dan pemerintahan kabupaten/kota mengalokasikan dana untuk membiayai pendidikan dasar dan menengah. • Ayat (3): Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota menyediakan pendidikan layanan khusus bagi penduduk Aceh yang berada di daerah terpencil atau terbelakang. • Ayat (4): Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota menyediakan pelayanan pendidikan khusus bagi penduduk Aceh yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial, serta yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

  20. Tingkat yang mana menerima Otsus? (7) • UU No. 11/2006 Pasal 223 • Ayat (1): Pemerintah, Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban untuk: • memberikan pelindungan dan pelayanan sosial dasar kepada penyandang masalah sosial; • menyediakan akses yang memudahkan perikehidupan penduduk Aceh yang menyandang masalah sosial; • mengupayakan penanganan/penanggulangan korban bencana (alam dan sosial); dan • merehabilitasi sarana publik dan membantu merehabilitasi harta benda perseorangan yang hancur akibat bencana. • Ayat (2): Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota membangun panti sosial bagi penyandang masalah sosial. • UU No. 11/2006 Pasal 225 ayat (1): • Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota wajib memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan standar pelayanan minimal…

  21. Tingkat yang mana menerima Otsus? Kesimpulan (1) • UU No. 11/2006 memberikan kewenangan (hak dan kewajiban) baik kepada provinsi maupun kepada kabupaten/kota untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan (kecuali urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah). • UU no. 11/2006 tidak mengatur secara rinci pembagian urusan pemerintahan antara provinsi dan kabupaten/kota di Aceh. • Pembagian urusan pemerintahan antara provinsi dan kabupaten/kota die Aceh tidak berpedoman pada Peraturan Pemerintah yang mengatur pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota secara nasional (PP No. 38 Tahun 2007, Pasal 19 ayat (2)). • Pembagian urusan pemerintahan antara provinsi dan kabupaten/kota die Aceh harus diatur dengan Qanun Aceh dan qanun kabupaten/kota untuk setiap bidang pemerintahan berdasarkan konsultasi antara provinsi dan kabupaten/kota.

  22. Tingkat yang mana menerima Otsus? Kesimpulan (2) • UU No. 11/2006 memberikan kewenangan yang cukup luas kepada provinsi dalam pengelolaan dana yang secara khusus dialokasikan pada Aceh dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Aceh dengan maksud dan tujuan untuk • menjamin keseimbangan kemajuan pembangunan di seluruh wilayah provinsi • menjamin kesesuaian program dan proyek yang dibiayai dari dana khusus dengan tujuan keseimbangan pembangunan • Namun demikian, pengaturan sistem pengalokasian baik Dana Tambahan Minyak dan Gas Bumi maupun Dana Otonomi Khusus harus memperhatikan pembagian urusan pemerintahan antara provinsi dan kabupaten/kota.

  23. Hubungan antara UU No. 11/2006 dengan UU No. 32/2004 • UU No. 32/2006 Pasal 225:Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain. • UU No. 11/2006 Pasal 269: • Ayat (1): Peraturan perundang-undangan yang ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. • Avay (2): Peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang berkaitan secara langsung dengan otonomi khusus bagi Daerah Provinsi Aceh dan kabupaten/kota [khususnya UU No.18/2001] disesuaikan dengan Undang-Undang ini. • Berarti bahwa pada prinsipnya UU 32/2004 berlaku juga untuk daerah yang diberikan Otonomi Khusus termasuk Aceh. • Hal-hal yang tidak diatur secara berbeda dalam Uu No. 11/2006, tetap mengikuti ketentuan UU No. 32/2004 (termasuk peraturan pelaksanaannya) http://herwanparwiyanto.staff.uns.ac.id

More Related