1 / 109

IKATAN AKUNTAN INDONESIA ( IAI ) 20 12

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI. IKATAN AKUNTAN INDONESIA ( IAI ) 20 12. DASAR HUKUM. UU No. 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UU No. 36 TAHUN 2008. PERATURAN PEMERINTAH PERATURAN MENKEU PERATURAN DIRJEN PAJAK.

iman
Télécharger la présentation

IKATAN AKUNTAN INDONESIA ( IAI ) 20 12

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI IKATAN AKUNTAN INDONESIA ( IAI ) 2012

  2. DASAR HUKUM UU No. 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UU No. 36 TAHUN 2008 • PERATURAN PEMERINTAH • PERATURAN MENKEU • PERATURAN DIRJEN PAJAK

  3. PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pasal 1 A D A L A H PAJAK YANG DIKENAKAN TERHADAP SUBJEK PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEHNYA DALAM TAHUN PAJAK

  4. SUBJEK PAJAK Pasal 2 ayat (1) - ORANG PRIBADI - WARISAN YG BELUM TERBAGI BADAN BENTUK USAHA TETAP (BUT)

  5. SUBJEK PAJAK Pasal 2 ayat (2) SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI LUAR NEGERI

  6. SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI Pasal 2 ayat (3) ORANG PRIBADI : - BERTEMPAT TINGGAL / BERADA DI INDONESIA LEBIH DARI 183 HARI DLM 12 BULAN; ATAU - DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI INDONESIA DAN MEMPUNYAI NIAT BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA BADAN YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA WARISAN YANG BELUM TERBAGI

  7. Bukan Subyek Pajak • kantorperwakilannegaraasing; • Pejabatperwakilandiplomatikdankonsulatataupejabat lain darinegaraasing, danorang-orang yang diperbantukankepadamereka yang bekerjapadadanbertempattinggalbersamamereka, dengansyaratbukanwarganegara Indonesia dandi Indonesia tidakmenerimaataumemperolehpenghasilan lain diluarjabatanataupekerjaannyatersebut, sertanegara yang bersangkutanmemberikanperlakuantimbalbalik; • organisasi-organisasiinternasionaldengansyarat: • Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan • tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; • PejabatperwakilanorganisasiinternasionalsebagaimanadimaksuddalamPasal 3 ayat (1) huruf c UU PPh, yang telahditetapkanolehMenteriKeuangan, dengansyaratbukanwarganegara Indonesia dantidakmenjalankanusahaataukegiatanataupekerjaan lain untukmemperolehpenghasilandari Indonesia.

  8. OBJEK PAJAK Pasal 4 ayat (1) P E N G H A S I L A N SETIAP TAMBAHAN KEMAMPUAN EKONOMIS YANG : - Diterima atau diperoleh Wajib Pajak, - Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, - Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak, DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN

  9. PENGHASILAN OBYEK PAJAK Tahun Berjalan = Kredit Pajak. Pada akhir tahun PPh Dihit. kembali atas seluruh pengghasilan setahun. DIBAYAR SENDIRI Tidak FINAL (Pasal 4 ayat 1) PEMOTONGAN DIBAYAR SENDIRI Th Berjalan = Pelunasan Pajak FINAL (Pasal 4 ayat 2) PEMOTONGAN BUKAN OBJEK PAJAK (Pasal 4 ayat 3)

  10. Sumber Penghasilan DN Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: • penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; • penghasilan dari usaha dan kegiatan; • penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan • penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

  11. Penghasilan Luar Negeri • penghasilan yang berasal dari luar negeri dengan nama dan dalam bentuk apa pun harus dilaporkan di Indonesia.

  12. Obyek PPh Tidak Final Penghasilan yang merupakan obyek Pajak : • Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh • hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; • laba usaha; • keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: • keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; • keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

  13. Obyek PPh Tidak Final • keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; • keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan • keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

  14. Obyek PPh Tidak Final • penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; • bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; • dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; • royalti atau imbalan atas penggunaan hak; • sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; • penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; • keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; • keuntungan selisih kurs mata uang asing; • selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

  15. Obyek PPh Tidak Final • premi asuransi; • iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; • tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; • penghasilan dari usaha berbasis syariah; • imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan • surplus Bank Indonesia.

  16. Obyek PPh Final Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: • penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; • penghasilan berupa hadiah undian; • penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; • penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan • penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

  17. PENGHASILAN TERTENTU YANG PENGENAAN PAJAKNYA TELAH DIATUR DGN PERATURAN PEMERINTAH (PP) 1. PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN AHAM DI BURSA EFEK ( PP No. 41 TAHUN 1994 sttd PP No. 14 TAHUN 1997) 2. PENGHASILAN DARI HADIAH UNDIAN ( PP No. 132 TAHUN 2000) 3. PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PP No. 48 TAHUN 1994 sttd PP No.71 TAHUN 2008) • PENGHASILAN DARI BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA • DISKONTO SBI ( PP No. 131 TAHUN 2000 jo KMK No.51/KMK.04/2001) 5. PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ( PP No. 29 TAHUN 1996 sttd PP No 5 tahun 2002) 6. PENGHASILAN BERUPA OBLIGASI ( PP No. 16 tahun 2009) 7. PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI ( PP No. 51 TAHUN 2008 sttd PP 40 Tahun 2009)

  18. PENGHASILAN TERTENTU YANG PENGENAAN PAJAKNYA TELAH DIATUR DGN PERATURAN PEMERINTAH (PP) 8. PENGHASILAN ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEHWAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI (PP No 19 tahun 2009) 9. PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIFBERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA (PP No 17 tahun 2009) 10. PENGHASILAN ATAS BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN OLEHKOPERASI KEPADA ANGGOTA KOPERASI ORANG PRIBADI (PP No 15 tahun 2009) 11. PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAN NEGARA ( (PP No 27 tahun 2008)

  19. Bukan Obyek Pajak a. Pasal 4 ayat 1 huruf a : • bantuanatausumbangan, termasukzakat yang diterimaolehbadanamilzakatataulembagaamilzakat yang dibentukataudisahkanolehpemerintahdan yang diterimaolehpenerimazakat yang berhakatausumbangankeagamaan yang sifatnyawajibbagipemeluk agama yang diakuidi Indonesia, yang diterimaolehlembagakeagamaan yang dibentukataudisahkanolehpemerintahdan yang diterimaolehpenerimasumbangan yang berhak, yang ketentuannyadiaturdenganatauberdasarkanPeraturanPemerintah; dan • hartahibahan yang diterimaolehkeluargasedarahdalamgarisketurunanlurussatuderajat, badankeagamaan, badanpendidikan, badansosialtermasukyayasan, koperasi, atauorangpribadi yang menjalankanusahamikrodankecil, yang ketentuannyadiaturdenganatauberdasarkanPeraturanMenteriKeuangan, sepanjangtidakadahubungandenganusaha, pekerjaan, kepemilikan, ataupenguasaandiantarapihak-pihak yang bersangkutan;

  20. Bukan Obyek Pajak • warisan; • harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; • penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh; • pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

  21. Bukan Obyek Pajak • dividenataubagianlaba yang diterimaataudiperolehperseroanterbatassebagaiWajibPajakdalamnegeri, koperasi, badanusahamiliknegara, ataubadanusahamilikdaerah, daripenyertaan modal padabadanusaha yang didirikandanbertempatkedudukandi Indonesia dengansyarat: • dividenberasaldaricadanganlaba yang ditahan; dan • bagiperseroanterbatas, badanusahamiliknegaradanbadanusahamilikdaerah yang menerimadividen, kepemilikansahampadabadan yang memberikandividen paling rendah 25% (duapuluh lima persen) darijumlah modal yang disetor; • iuran yang diterimaataudiperolehdanapensiun yang pendiriannyatelahdisahkanMenteriKeuangan, baik yang dibayarolehpemberikerjamaupunpegawai;

  22. Bukan Obyek Pajak • penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; • bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; • bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha (th 2009 dihapus)

  23. Bukan Obyek Pajak • penghasilan yang diterimaataudiperolehperusahaan modal venturaberupabagianlabadaribadanpasanganusaha yang didirikandanmenjalankanusahaataukegiatandi Indonesia, dengansyaratbadanpasanganusahatersebut: • merupakanperusahaanmikro, kecil, menengah, atau yang menjalankankegiatandalamsektor-sektorusaha yang diaturdenganatauberdasarkanPeraturanMenteriKeuangan; dan • sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; • beasiswa yang memenuhipersyaratantertentu yang ketentuannyadiaturlebihlanjutdenganatauberdasarkanPeraturanMenteriKeuangan;

  24. Beasiswa yang merupakan bukan obyek PPh • Penghasilan berupa beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendididikan nonformal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan. • Pendidikan formal yang dimaksud adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. • Pendidikan nonformal yang dimaksud adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. • Ketentuan tsb tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa dengan : 1) Pemilik; 2) Komisaris; 3) Direksi; atau 4) Pengurus, dari Wajib Pajak pemberi beasiswa. • Komponen beasiswa tsb terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.

  25. Bukan Obyek Pajak • sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan • bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

  26. PTKP • KepadaorangpribadisebagaiWajibPajakdalamnegeridiberikanpenguranganberupaPenghasilanTidakKenaPajak • Besarnya PTKP per tahunadalahsebagaiberikut : • Rp 15.840.000,00 (lima belasjutadelapanratusempatpuluhribu rupiah) untukdiriWajibPajakorangpribadi; • Rp 1.320.000,00 (satujutatigaratusduapuluhribu rupiah) tambahanuntukWajibPajak yang kawin; • Rp15.840.000,00 (lima belasjutadelapanratusempatpuluhribu rupiah) tambahanuntukseorangisteri yang penghasilannyadigabungdenganpenghasilansuamisebagaimanadimaksuddalamPasal 8 ayat (1) UU PPh • Rp 1.320.000,00 (satujutatigaratusduapuluhribu rupiah) tambahanuntuksetiapanggotakeluargasedarahdankeluargasemendadalamgarisketurunanlurussertaanakangkat, yang menjaditanggungansepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) oranguntuksetiapkeluarga. 

  27. Penentuan PTKP • Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender. • Untuk subyek pajak yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun kalender ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.

  28. Table PTKP

  29. Status PTKP

  30. Tanggungan • Anggotakeluargasedarahdalamgarisketurunanlurus • Anggotakeluargasemendadalamgarisketurunanlurus • Anakangkat yang menjaditanggungansepenuhnya. TidakTermasuk • Adik/Kakak Wajib Pajak • Ipar dari Wajib Pajak

  31. Penghasilan Keluarga • Sistem pengenaan pajak berdasarkan UU PPh menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. • Namun, dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah.

  32. PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA KAWIN Pasal 8 ayat (1) PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA YANG TELAH KAWIN DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN ATAU KERUGIAN SUAMINYA KECUALI 1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA YG TELAH DIPOTONG PPh PASAL 21, DAN 2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA LAINNYA

  33. Pemisahan Penghasilan Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila : • suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; • dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau • dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.

  34. Penghasilan Anak • Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama. • Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah. • Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.

  35. Tarif PPh WP Orang Pribadi

  36. Perhitungan PPh WP Orang Pribadi

  37. Type WP Orang Pribadi • WP OrangPribadi yang tidakmelakukankegiatanusaha/ pekerjaanbebas. • PegawaiNegeriSipil/TNI/ABRI • PegawaiSwasta • Pensiunan • WP OrangPribadi yang melakukankegiatan Usaha, misalnya : • Dagang • BidangJasa • Industri / Manufaktur • WP OrangPribadi yang melakukanpekerjaanBebas, misalnya : • Pengacara, Akuntan , Dokter, Notaris, Aktuaris, Konsultan

  38. Pembukuan dan Pencatatan • Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan • Dikecualikan dari kewajiban pembukuan : • Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Omzet Max 4,8 M/Thn) • Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

  39. Pembukuan dan Pencatatan • Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. • Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. • Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas

  40. Pembukuan dan Pencatatan • Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. • Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

  41. Penyimpanan Dokumen • Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.

  42. Pencatatan • Pencatatan harus diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia. • Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara kronologis. • Catatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan di tempat tinggal Wajib Pajak selama 10 (sepuluh)

  43. Pencatatan • Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara kronologis • Pencatatan harus dapat menggambarkan antara lain: • Jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh; • Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. • Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan. • Wajib Pajak Orang pribadi juga harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.

  44. Norma Perhitungan Penghasilan Neto • WajibPajakorangpribadi yang melakukankegiatanusahaataupekerjaanbebas yang peredaranbrutonyadalam 1 (satu) tahunkurangdari Rp4.800.000.000,00 (empatmiliardelapanratusjuta rupiah) bolehmenghitungpenghasilannetodenganmenggunakan Norma PenghitunganPenghasilanNetosebagaimanadimaksudpadaayat (1), dengansyaratmemberitahukankepadaDirekturJenderalPajakdalamjangkawaktu 3 (tiga) bulanpertamadaritahunpajak yang bersangkutan

  45. Norma Perhitungan Penghasilan Neto • Wajib Pajak yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib menyelenggarakan pencatatan • Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

  46. PENYESUAIAN BATAS PENGGUNAAN NORMA PERHITUNGAN BAGI WP ORANG PRIBADI DN. ( Pasal 14 UNDANG-UNDANG No. 36 Tahun 2008-PPh) 1. MULAI TAHUN PAJAK 2009, WP ORANG PRIBADI DN, YANG DIPERKENANKAN MENGHITUNG PENGHASILAN NETO UNTUK MENDAPATKAN BESARNYA PAJAK TERUTANG, DITINGKATKAN DARI PEREDARAN/PENGHASILAN BRUTO Rp 600.000.000. MENJADI Rp 4.800.000.000.- (EMPAT MILYAR DELAPAN RATUS JUTA) SETAHUN. 2. PENGHASILAN NETO YANG TELAH DIHITUNG DENGAN NORMA PERHITUNGAN TSB, HANYA DAPAT DIKURANGKAN DENGAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP), SESUAI DENGAN KONDISI WP (TK, K/0, K/1, K/2, ATAU K/3).

  47. 3. WAJIB PAJAK YANG AKAN MENGGUNAKAN NORMA PERHITUNGAN DIMAKSUD HARUS MEMBERITAHUKAN KE KANTOR PELAYANAN PAJAK SETEMPAT DALAM TEMPO 3 (TIGA) BULAN PERTAMA DARI TAHUN PAJAK YANG BERSANGKUTAN, ( CONTOH UNTUK TAHUN PAJAK 2009 SELAMBAT-LAMBATNYA TGL 31 MARET 2009) 4. KEPADA WP MASIH DIWAJIBKAN UNTUK MENYELENGGARAKAN PENCATATAN OMZET/PEREDARAN/PENG HASILAN BRUTONYA GUNA DILAMPIRKAN PADA PENYAMPAIAN SPT TAHUNANNYA.( BUKAN PEMBUKUAN ) 5. CONTOH PENERAPAN NORMA PERHITUNGAN : TUAN DARNOTO ( STATUS K/3 ) MEMILIKI USAHA BENGKEL MOBIL DI JALAN IKAN GURAMI 27 JAKARTA UTARA, PENERIMAAN BRUTO BENGKEL TAHUN 2009 BESARNYA Rp 1 . 650 . 000.000. MISALNYA NORMA PERHITUNGAN BERDASARKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDRAL PAJAK UNTUK USAHA BENGKEL DIDAERAH TERSEBUT 8% ( DELAPAN PROSEN ) . PENGHASILAN NETO = 8% x Rp 1.650.000.000. = Rp 132 . 000.000. PENGURANGAN PTKP DENGAN STATUS ( K/3 ) = Rp 21. 120.000. PENGHASILAN KENA PAJAK = Rp 11 0 . 880.000. PAJAK PENGHASILAN TERUTANG : 5 % x Rp 50.000.000. = Rp 2.500. 000.. 15 % x Rp 60.880.000-. = Rp 9. 1 32.000.- J U M L A H Rp 11 . 632 . 000.-

  48. JENIS-JENIS PEMBAYARAN PPh YANG DAPAT DIKREDITKAN BAGI WPDN/BUT PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI PEKERJAAN,JASA, DAN KEGIATAN LAIN a. PASAL 21 PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI KEGIATAN DIBIDANG IMPOR ATAU KE GIATAN USAHA DIBIDANG LAINNYA b. Pasal 22 PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN BERUPA DEVIDEN, BUNGA, SEWA, ROYALTY, HADIAH, DAN PENGHARGAAN & IMBALAN JASA LAINNYA . c. PASAL 23 d.PASAL 24 PAJAK YG DIBAYAR ATAU TERUTANG ATAS PENGHASILAN DARI LN YG BLH DIKREDITKAN PEMBAYARAN YG DILAKUKAN WP SENDIRI. e. PASAL 25 f. PASAL 26 Ayat (5) PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG TIDAK BERSIFAT FINAL SANKSI ADMINISTRASI BERUPA BUNGA, DENDA DAN KENAIKAN PAJAK TIDAK BOLEH DIKREDITKAN PASAL 28 Ayat (1) dan (2)

  49. KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN PAJAK TERUTANG PADA SATU TAHUN PAJAK DARI JUMLAH KREDIT PAJAK SEBAGAIMANA DIMAKSUD PASAL 28 (1) LEBIH KECIL SETELAH DILAKUKAN PEMERIKSAAN. SETELAH DIPERHITUNG KAN DG UTANG PAJAK BERIKUT SANKSINYA KELEBIHAN PEMBA YARAN PAJAK DIKEMBALIKAN PASAL 28 A

  50. APABILA PAJAK YANG TERUTANG UNTUK SUATU TAHUN PAJAK LEBIH BESAR DARI PADA KREDIT PAJAK TERNYATA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 28 AYAT (1) KEKURANGAN PEMBAYARAN PAJAK YANG TERUTANG HARUS DILUNASI SEBELUM SPT PAJAK PENGHASILAN DISAMPAIKAN. PASAL 29

More Related