1 / 34

Disampaikan oleh : Endang Susilowati, SH

PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PNS & PERATURAN DISIPLIN PNS. Disampaikan oleh : Endang Susilowati, SH. Asisten Deputi Penegakan Integritas SDM Aparatur Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. KONDISI PNS SAAT INI. DASAR PENETAPAN.

armani
Télécharger la présentation

Disampaikan oleh : Endang Susilowati, SH

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PNS & PERATURAN DISIPLIN PNS Disampaikan oleh : Endang Susilowati, SH Asisten Deputi Penegakan Integritas SDM Aparatur Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

  2. KONDISI PNS SAAT INI

  3. DASAR PENETAPAN 1. Undang-undang tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (UU No. 8 Tahun 1974, UU No. 43 Tahun 1999) • Pasal 28 • PNS mempunyaikode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan. • Pasal 30 : • Pembinaan jiwa korps, kode etik dan peraturan disiplin PNS tidak boleh bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan 28 UUD 1945. • Pembinaan jiwa korps, kode etik dan peraturan disiplin sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 2. PP 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS 3. PP 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS 4

  4. JIWA KORPS PNS PP 42 TAHUN 2004 TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PNS Adalah : Rasa kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerjasama, tanggungjawab, dedikasi, disiplin, kreativitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi Pegawai Negeri Sipil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

  5. PEMBINAAN JIWA KORPS Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan untuk meningkatkan perjuangan, pengabdian, kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada negara kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

  6. TUJUAN : • Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerjasama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemampuan, dan keteladaan Pegawai Negeri Sipil. • Mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggungjawabnya sebagai unsur aparatur negara, dan abdi masyarakat; • Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  7. NILAI-NILAI DASAR YANG HARUS DIJUNJUNG TINGGI OLEH PNS • Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; • Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945; • Semangat nasionalisme • Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan; • Ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; • Penghormatan terhadap hak asasi manusia; • Tidak diskriminatif; • Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; • Semangat jiwa korps.

  8. Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap PNS wajib bersikap dan berpedoman pada : • Etika dalam bernegara • Etika dalam berorganisasi • Etika dalam bermasyarakat • Etika terhadap diri sendiri • Etika terhadap sesama PNS

  9. MAJELIS KODE ETIK (Lembaga Penegak Kode Etik) • Majelis Kode Etik bersifat temporer; • Dibentuk disetiap instansi; • Ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian; • Dalam hal instansi pemerintah mempunyai instansi vertikal di daerah/UPT, PPK dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat yang bersangkutan untuk menetapkan pembentukan Majelis Kode Etik; • 5 orang anggota; • Pengambilan keputusan mufakat/suara terbanyak; • Keputusan bersifat final; • Keputusan disampaikan kepada pejabat yang berwenang; • Majelis Kode Etik dapat memanggil dan memeriksa PNS yang bersangkutan, juga dapat mendengar pejabat lain atau pihak lain yang dipandang perlu.

  10. SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK • Sanksi Moral; • Dibuat secara tertulis; • Dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian; • Pernyataan tertutup/terbuka; • Disebutkan jenis pelanggaran yang dilakukan; • Pernyataan dapat didelegasikan; • Dapat digunakan rekomendasi pemberian sanksi administratif.

  11. TINDAK LANJUT (Pasal 13 ayat (1)) 1. Penetapan Kode Etik Instansi dengan Peraturan Menteri, yang isinyatentang: - KodeEtik • Penegakan Kode Etik dan lain-lain 2. Penetapan Petunjuk Teknis/Juklak dengan Peraturan Menteri, tentang: - OTK Majelis Kode Etik, dengan • Lampiran-lampiran.

  12. PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

  13. PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PNS I.AlasanPerubahan 1. PeraturanPemerintahNomor 30 Tahun 1980 perlu disesuaikandenganperkembangan, karenatidaksesuailagidengansituasidankondisisaatini. 2. Dalamkurunwaktu 29 (duapuluhsembilan) tahuntelahbanyakperubahanperaturanperundang-undangandibidangkepegawaian, yaitu :

  14. DitetapkannyaUndang-UndangNomor 22 Tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah, yang kemudiandigantidenganUndang-UndangNomor 32 Tahun 2004 yo. Undang-UndangNomor 12 Tahun 2008 besertaperaturanpelaksanaannya. • Salahsatuperubahan yang mendasar yang berkaitandenganpelaksanaan PP 30 tahun 1980 adalahhilangnyakewenanganMenteriDalamNegeriuntukmenjatuhkanhukumandisiplinbagi PNS Daerah. • DitetapkannyaUndang-UndangNomor 43 Tahun 1999 tentangPerubahanAtasUndang-UndangNomor 8 Tahun 1974 tentangPokok-PokokKepegawaianbesertaperaturanpelaksanaannya. Salahsatumateri yang pentingdalamkaitannyadenganpelaksanaan PP 30 Tahun 1980 adalahdiperkenalkannyaistilahPejabat Pembina Kepegawaian yang sebelumnyatidakdikenaldalam PP Nomor 30 Tahun 1980.

  15. d. DitetapkannyaUndang-UndangNomor 5 Tahun 1986 tentangPeradilan Tata Usaha Negara yang telahdiubahdenganUndang-UndangNomor 9 Tahun 2004. Materi yang pentingdalampelaksanaan PP 30 Tahun 1980 adalahdiperkenalkannyaistilahUpayaAdministratif yang terdiridarikeberatandan banding administratif. e. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden.

  16. Rumusankewajiban (Pasal 2) danrumusanlarangan (Pasal 3) kurangkongkritdantumpangtindih. Tidakadaklasifikasikewajibandanlarangan yang dikaitkandenganjenishukumandisiplin, sehinggatidaktampakadanyahubunganantarapelanggarandanjenishukuman. TidakadanyasanksibagiPejabat yang BerwenangMenghukumapabilatidakmenjatuhkanhukuman. sehinggamengakibatkanterjadinyakeenggananuntukmenjatuhkanhukumandisiplin KetentuanmengenaiPejabat yang BerwenangMenghukumtidakdiatursecararincidantegas, sehinggamenghambatprosespenegakkandisiplin. Pengaturanmengenaiketidakhadiranmasihterlalulonggar. 3. BerdasarkanhasilevaluasiterhadapPeraturanPemerintahNomor 30 Tahun 1980 terdapatbeberapamateri yang perludisempurnakanrumusannya:

  17. II. Pokok-PokokPerubahan PP 30 Tahun 1980 TentangPeraturanDisiplinadalahsebagaiberikut: Ketentuan mengenaikewajibansemula 26 butir menjadi 19 butir Ketentuan mengenailarangan, semula 18 butirmenjadi 12 butir. • Penyempurnaannya meliputi: • 7 butir kewajiban/larangan dimasukkan sebagai etika. • pengelompokan beberapa butir kewajiban dan larangan dalam satu kesatuan bunyi sumpah jabatan dan sumpah PNS sebagai kewajiban dalam mengucapkan dan menaati sumpah/janji PNS dan jabatan. • penambahan butir kewajiban masuk kerja dan menaati jam kerja • penambahan butir kewajiban mencapai sasaran kinerja yang ditetapkan • penambahan butir larangan dalam mendukung capres/cawapres dan anggota legislatif (DPR, DPD dan DPRD) sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 dan UU Nomor 42 Tahun 2008. • penambahan butir larangan dalam mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang selama ini ditetapkan di dalam S.E. Menpan.

  18. Tingkat dan jenis hukuman disiplin, disempurnakan dengan mengubah dan menambah jenis hukuman sebagai berikut: Untuk jenis hukuman sedang : - Jenis hukuman yang berupa penurunan gaji sebesar satu kali gaji berkala untuk paling lama satu tahun dihapuskan, sesuai dengan UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. - Penambahan jenis hukuman penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah untuk paling lama satu tahun, selama ini sebagai jenis hukuman berat. Untuk jenis hukuman berat: - Jenis hukuman berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah untuk paling lama satu tahun dihapus, diturunkan sebagai hukuman sedang. - Penambahan jenis hukuman penurunan pangkat setingkat lebih rendah untuk paling lama 2 (dua) tahun, - Penambahan jenis hukuman berupa penurunan jabatan, sesuai dengan UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

  19. Pelanggaran dan Jenis Hukuman (Klasifikasi) Pelanggaran terhadap kewajiban dan pelanggaran Terhadap larangan telah diatur secara jelas dan rinci termasuk jenis hukuman yang dijatuhkan terhadap pelanggaran dimaksud

  20. 3. Menambahkanketentuanmengenaikewajibanuntukmasukkerja dan menaati jam kerja, sebagaiberikut : • PNS yang tidak masuk kerja selama 5 s/d 15 hari kerja dikenai hukuman ringan. • PNS yang tidak masuk kerja selama 16 s/d 30 hari kerja dikenai hukuman sedang. • PNS yang tidak masuk kerja selama 31 s/d 50 hari kerja dikenai hukuman berat. • PNS yang tidak masuk kerjaselama 51 hari kerja atau lebih dikenai hukuman berat berupa Pemberhentian Dengan Hormat atau Pembertian Tidak Dengan Hormat. Keterlambatan akan dihitung secara kumulatif dan dikonversi 1 hari kerja sama dengan 7 ½ jam.

  21. Masa pelanggaran disiplin secara kumulatif dihitung mulai Januari sampai dengan akhir Desember tahun berjalan

  22. 5. Pejabat yang berwenang menghukum sebagai berikut: • Oleh Presiden bagi pejabat struktural eselon I dan jabatan lain yang pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden sepanjang mengenai jenis hukuman berat. • Oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (Pusat maupun Daerah) bagi pejabat struktural eselon II, III, IV, Jabatan fungsional Tertentu dan Jabatan Fungsional sepanjang mengenai jenis hukuman berat. • Untuk jenis hukuman sedang diatur two step down, misal: Pejabat struktural eselon I menjatuhkan hukuman tingkat sedang bagi eselon III, dan seterusnya. • Untuk jenis hukuman ringan diatur one step down, misal: Pejabat struktural eselon II menjatuhkan hukuman tingkat ringan bagi pejabat struktural eselon III, dan seterusnya.

  23. TATA CARA PEMERIKSAAN PENJATUHAN, DAN PENYAMPAIAN KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN Pegawai Negeri Sipil yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dipanggil secara tertulis untuk dilakukan pemeriksaan. PNS yang tidak memenuhi panggilan, maka pejabat yang berwenang memeriksa tetap membuat berita acara pemeriksaan berdasarkan alat bukti dan keterangan yang sah. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup dan hasilnya dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan. Dalam pemeriksaan setiap pelanggaran disiplin,Pejabat yang berwenang menghukum dapat memerintahkan pejabat bawahannya atau dibantu oleh suatu Tim untuk melakukan pemeriksaan.

  24. Tim yang bertugas melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 4) terdiri dari pejabat di lingkungannya. Apabila dipandang perlu Tim sebagaimana dimaksud pada angka 5) dapat dibantu pejabat lain dari unsur yang secara fungsional membidangi kepegawaian dan pengawasan. Tim yang bertugas melakukan pemeriksaan paling kurang memiliki pangkat yang sama dengan yang diperiksa.

  25. Menambah ketentuan baru yang mengatur mengenai Pejabat yang berwenang menghukum untuk dapat memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum menjatuhkan hukuman. Pejabat yang berwenang menghukum dapat memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum menjatuhkan hukuman disiplin. Pemberian peringatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak bersifat mutlak. Pemberian peringatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) hanya diberikan bagi Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran yang akan dijatuhi hukuman disiplin ringan.

  26. Menambahkan ketentuan baru yang mengatur mengenai Pejabat yang berwenang menghukum tetapitidakmenjatuhkanhukuman disiplin dengan ketentuan dijatuhi hukuman disiplin berupa jenis hukuman yang seharusnya dijatuhkan. Istilah keberatan diubah dengan upaya administratif untuk mengakomodasi Undang-Undang PTUN. Mengeluarkan ketentuan yang mengatur tentang BAPEK dalam rangka mengakomodasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 yang menetapkan bahwa BAPEK akan diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

  27. UPAYA ADMINISTRASI • KEBERATAN • BANDING ADMINISTRASI

  28. PNS yang dijatuhi hukuman disiplin oleh Presiden tidak dapat mengajukan upaya administratif; • PNS yang dijatuhi disiplin oleh Pejabat Pembina Kepegawaian tidak dapat mengajukan banding administratif kecuali jenis hukuman disiplin pemberhentian sebagai PNS/CPNS.

  29. Pasal 35 ayat(2) UU 43 Tahun 1999 Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.

  30. KEDUDUKAN DAN TUGAS Badan Pertimbangan Kepegawaian berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

  31. TUGAS BAPEK • Memberikan pertimbangan kepada Presiden atas usul penjatuhan hukuman disiplin pemberhentian PNS pangkat Pembina Utama Madya/Gol. Ruang IV/c ke atas dan Pembebasan dari Jabatan Struktural eselon I. • Mengambil keputusan atas banding administratif dari PNS atas penjatuhan hukuman disiplin berupa pemberhentian TDH sebagai PNS berdasarkan PP Nomor 30 Tahun 1980

  32. SUSUNAN KEANGGOTAAN BAPEK • BAPEK Terdiri dari : a. Seorang Ketua merangkap Anggota; b. Seorang Sekretaris merangkap Anggota; c. 5 (lima) orang Anggota

  33. 2. Susunan Keanggotaan BAPEK : • Menteri yang bertanggungjawab di bidang PAN, sebagai Ketua merangkap Anggota; • Kepala BKN, sebagai Sekretaris merangkap Anggota; • Sekretaris Kabinet, sebagai Anggota; • Kepala BIN, sebagai Anggota; • Jaksa Agung, sebagai Anggota; • Dirjen Peraturan Perundang-undangan, Dep. Hukum dan HAM, sebagai Anggota; • Ketua Pengurus Pusat KORPRI, sebagai Anggota. Susunan keanggotaan tersebut adapat diubah dengan Keputusan Presiden.

  34. TERIMA KASIH

More Related