180 likes | 558 Vues
Menulis Cerpen dengan Media Lagu. Ujung Aspal Pondok Gede. Di kamar ini aku dilahirkan Di balai bambu buah tangan bapakku Di rumah ini aku dibesarkan Di belai mesra lentik jari ibu Nama dusunku Ujung Aspal Pondok Gede Rimbun dan anggun ramah senyum penghuni dusun
E N D
Ujung Aspal Pondok Gede Di kamar ini aku dilahirkan Di balai bambu buah tangan bapakku Di rumah ini aku dibesarkan Di belai mesra lentik jari ibu Nama dusunku Ujung Aspal Pondok Gede Rimbun dan anggun ramah senyum penghuni dusun Kambing 9, motor 3 bapak punya Ladang yang luas habis sudah sebagai gantinya Reff: Sampai saat tanah moyangku tersentuh sebuah rencana dari serakahnya kota Terlihat murung wajah pribumi Terdengar langkah hewan bernyanyi Di depan masjid, samping rumah wakil pak lurah Tempat dulu kami bermain mengisi cerahnya hari Namun, sebentar lagi angkuh tembok pabrik berdiri Satu persatu sahabat pergi dan takkan pernah kembali Kembali ke reff
Kerangka Cerita • Pak Lurah mengumumkan akan dibangun pabrik milik pemerintah di desa mereka dan warga harus rela tanah dan rumah milik mereka dibeli pemerintah • Warga tidak setuju dan melakukan demo • Demo tidak berhasil • Aisyah terkejut mendengar kabar dari abah bahwa rumahnya akan digusur • Aisyah putus sekolah karena bukan hanya rumah dan ladangnya yang ikut tergusur, tapi sekolahnya pun juga ikut tergusur • Ganti rugi yang diterima abah sangat kecil • Kehidupannya yang semula tenang kini terusik
- Abah beralih profesi menjadi juragan ojek • - Ganti rugi hanya cukup untuk membeli perumahan yang kecil • Aisyah tidak kerasan tinggal di rumah baru itu • Namun, Aisyah harus mencari sekolah baru • Masalah kembali muncul, Aisyah tidak diterima disekolah negeri karena semua telah penuh dan juga karena saat itu merupakan akhir tahun ajaran sekolah • Abah mencarikan sekolah swasta, tetapi di sekolah swasta biaya yang harus dikeluarkan terlalu besar dan abah tidak sanggup membayarnya • Aisyah putus asa dan memutuskan masuk pondok pesantren
Aisyah masuk pondok pesantren. • Tapi, tinggal di pesantren ternyata tidak seenak angan-angannya dan Aisyah tidak betah serta memutuskan untuk keluar dari pondok pesantren • Ketika Aisyah memutuskan untuk keluar, dia menemukan seorang sahabat yang mampu merubah pendiriannya • Aisyah tidak jadi keluar dan di pesantren dia belajar agama dan belajar menjahit dengan tekunbersama sahabat barunya • Aisyah menemukan bakatnya • Setelah benar-benar pandai menjahit dan lulus dari pesantren, akhirnya dia membuka usaha konveksi • Usaha Aisyah berhasil • Dari perjalanan hidup yang dilaluinya Aisyah sadar bahwa orang hidup harus mampu beradaptasi ketika mengalami perubahan
Apakah tema cerita di atas? Ketika perubahan datang, kita harus mampu beradaptasi agar mampu bertahan hidup
Penggunaan bahasa dalam cerpen • Narasi • Dialog
Contoh penggunaan bahasa dalam cerpen • Narasi Siang itu, Aisyah berdiri di ambang pintu, pandangannya hampa, pikirannya melayang. Dia merasa asing di rumah barunya. Tak ada lagi halaman luas yang dipenuhi aneka ragam bunga peliharaannya, tak ada lagi pohon rambutan yang merindangi rumah yang ada hanya jalanan yang dipenuhi dengan lalu lalang kendaraan yang tiada henti. Hatinya menangis, jika teringat rumah lamanya yang kini telah rata dengan tanah.
Dialog Siang itu, Aisyah berdiri di ambang pintu, pandangannya hampa, pikirannya melayang. Aisyah tidak sadar sejak tadi Abah memperhatikannya. “Neng Ais.....! Ais.....!”Abah memanggil-manggilnya. Tapi, Aisyah asyik dengan lamunannya hingga tak mendengar panggilan abah. Abah menepuk bahunya. “Ah, Abah bikin kaget saja” Aisyah tampak terkejut “Lagi mikirin apa Neng, dari tadi kok ngelihat ke luar terus?” tanya abah penasaran “Kagak mikirin apa-apa kok, Bah” Aisyah mencoba berbohong. “Neng Ais gak usah bohong sama Abah, Abah tau kok kalo Neng lagi sedih”
Aisyah menatap sejenak wajah abahnya dan dengan ragu dia mencurahkan isi hatinya. “Bah, Ais rindu sama rumah kita” sejenak dia menghentikan ceritanya, terbayang dimatanya rumah yang telah ditinggalkannya. “Di sana,kita punya halaman yang luas, banyak bunga-bunga milik Ais, juga ada pohon rambutan dan mangga yang udah gede. Tapi di sini....” Ais menghentikan ceritanya, batinnya terasa pahit. “Abah ngerti perasaan Neng, Neng yang sabar ya!” Mereka berdua pun sama-sama terdiam, terhanyut dalam pikiran masing-masing. Kemudian Aisyah bertanya memecah kesunyian diantara mereka. “Bah, apakah rumah kita sudah rata dengan tanah?”