3.36k likes | 4.2k Vues
HUKUM PIDANA HPI 10102 3 SKS. Tim Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Uiniversitas Indonesia Akhir 2010. KULIAH 1. Arti dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Sumber-sumber Hukum Pidana Di Indonesia Pembagian Hukum Pidana :. Pengertian Hukum Pidana Prof. Moeljatno.
E N D
HUKUM PIDANAHPI 101023 SKS Tim Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Uiniversitas Indonesia Akhir 2010
KULIAH 1 • Arti dan Ruang Lingkup Hukum Pidana • Sumber-sumber Hukum Pidana Di Indonesia • Pembagian Hukum Pidana :
Pengertian Hukum Pidana Prof. Moeljatno • Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk : 1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb; à Criminal Act 2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan ; à Criminal Liability/ Criminal Responsibility 1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil 3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tsb. à Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana
Pengertian Hukum Pidana Prof. Pompe • Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana itu
Pengertian Hukum Pidana Prof. Simons • Hukum Pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yg menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut.
Pengertian Hukum Pidana Prof. Van Hamel • Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut
Pembagian Hukum Pidana • Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana) • Hukum Pidana Materiil (Hukum Pidana)
Ilmu Hukum Pidana & Ilmu-ilmu lainnya • Kriminologi • Kriminalistik • Ilmu Forensik • Psikiatri Kehakiman • Sosiologi Hukum
KUHP dan Sejarahnya • Utrecht • -Jaman VOC • -Jaman Daendels • -Jaman Raffles • -Jaman Komisaris Jenderal • -Tahun 1848-1918 • -KUHP tahun 1915 -sekarang • Andi Hamzah - Jaman VOC - Jaman Hindia Belanda - Jaman Jepang - Jaman Kemerdekaan
Jaman VOC • Statuten van Batavia • Hk. Belanda kuno • Asas2 Hk. Romawi • Di daerah lainnya berlaku Hukum Adat • mis. Pepakem Cirebon
Jaman Hindia Belanda • Dualisme dalam H. Pidana 1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55) --> Orang Eropa 2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang Indonesia & Timur Asing • Unifikasi : Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch - Indie - Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918 disertai - Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) : mengatur peralihan dari H. Pidana lama --> H. Pidana baru.
Jaman Jepang • WvSI masih berlaku • Osamu Serei (UU) No. 1 Tahun 1942, berlaku 7/3/1942 • H. Pidana formil yang mengalami banyak perubahan
Jaman Kemerdekaan • UUD 1945 Ps. II Aturan Peralihan Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini
Jaman Kemerdekaan • UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia • Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946) • PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera • UU No. 73 Tahun 1958 : “ Undang-undang tentang menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah RI dan mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana”
SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA • KUHP (beserta UU yang mengubah & menambahnya) • PerUU Pidana (perUU Hk Pidana ?) di luar KUHP • Ketentuan Pidana dalam Peraturan perundang-undangan non-hukum pidana
KUHP • Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 – ps 103) Pasal 103 à Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain • Buku II : Kejahatan (ps 104 – 488) • Buku III : Pelanggaran (ps 489 – 569)
Beberapa UU yang mengubah KUHP (1) • UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan beberapa istilah, penghapusan beberapa pasal, penambahan pasal-pasal baru : Bab IX - XVI • UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a KUHP --> pidana Tutupan • UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527 • UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku di seluruh Indonesia, tambahan Ps 52a, 142a, 154a • UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari Ps 188, 359, 360 menjadi 5 Tahun penjara atau 1 tahun kurungan
Beberapa UU yang mengubah KUHP (2) • Perpu No. 16/1960 : penambahan nilai terhadap beberapa kejahatan ringan : Ps 364, 373, 379, 384, 407 (1) • Perpu No. 18/1960 : pidana denda dilipatgandakan 15 X (ditetapkan mjd UU melalui UU No. 1/1961-check) • UU No. 1/PNPS/1965 : tambahan Ps 156 a • UU No. 7/1974 : tambahan sanksi untuk judi Ps 303 menjadi 10 juta & denda 25 juta, Ps 542 (1) menjadi Kejahatan, Ps 303 bis pidana menjadi 4 tahun, denda 10 juta. • UU No. 4/1976 perubahan dan penambahan tentang Kejahatan penerbangan : Ps 3, Ps 4 angka 4, Ps 95a, 95b,95c, Bab XXIX A. • UU No. 20/2001 : menghapus pasal-pasal tentang korupsi dari KUHP
UU Hukum Pidana di luar KUHP • UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 31/1999 sebagai mana diubah oleh UU No. 20/2001 • UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No.7/drt/1955 • UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme • UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang UU No …./2010
Contoh UU non hukum pidana yang memuat sanksi pidana • UU Lingkungan • UU Pers • UU Pendidikan Nasional • UU Perbankan • UU Pajak • UU Partai Politik • UU pemilu • UU Merek • UU Kepabeanan • UU Pasar Modal • etc
KULIAH 2 • Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu • Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat
Pasal 1 KUHP (1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya. (2) Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan .
ASAS YG TERCAKUP DLM PASAL 1 (1) KUHP • Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali : • Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yg terlebih dahulu menyebut perbuatan yang bersangkutan sebagai suatu delik dan yang memuat suatu hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu • 3 prinsip, sbb:
Asas legalitas mengandung 3 prinsip: 1. Aturan hukum pidana harus tertulis 2. Larangan berlaku surut 3. Larangan penggunaan Analogi
1. Aturan hukum pidana harus tertulis (lex scripta) • Aturan hukum pidana harus mrpkn atauran yg dibuat oleh badan legislatif (produk legislatif) • Produk legislatif yg dimaksud adl dlm bentuk UU atau Perda • Aturan tsb harus jelas rumusannya (lex certa) dan tdk multi tafsir • Hukum adat ? Merupakan pengecualian ? Lihat UU Drt No.1/1951 dan R-KUHP Ps. 1 ayat (3)
2. LARANGAN BERLAKU SURUT (non retroaktif) • Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak ke belakang : X mundur (ke belakang) harus ke depan (maju) (Dilarang) ß---------- UU Pidana ---------------à Perlu diketahui kapan suatu tindak pidana terjadi (wkt terjadinya tindap pidana = tempus delicti.
Teori2 Tempus Delicti 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad) 2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrument) 3. Teori Akibat (de leer van het gevolg) 4. Teori waktu yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)
Tempus delicti penting diketahui dalam hal2 : • Kaitannya dg Ps 1 KUHP • Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa • Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku tindak pidana anak : UU Pengadilan Anak
Larangan berlaku surut dalam berbagai ketentuan selain yang diatur dalam Ps. 1 ayat (1) KUHP Internasional: • Ps 15 (1) ICCPR: hukum tidak berlaku surut • Ps 15 (2) ICCPR àpengecualian, untuk kejahatan menurut hukum kebiasaan international: boleh berlaku surut • Ps 22, 23, dan 24 ICC (Statuta Roma) Nasional • Ps 28i UUD 1945 • Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999
Ps 28i UUD 1945 • Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
UU No. 39/ 1999 ttg HAM • Ps 18 (3) • Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka • Ps 18 (2) Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukan
Pengecualian Larangan Berlaku Surut • Ps 1 ayat (2) KUHP à dalam hal tjd perubahan UU yg meringankan bagi tdkw, digunakan UU yg baru • Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000 (UU Pengadilan HAM) à diperlukan syarat2 ttt, al: pembentukan pengadilan HAM ad hoc dgn persetujuan DPR • Perpu 1/2002 & 2/2002 à UU 15/2003 (UU Pemberantasan TP Terorisme) ; UU 16/2003 yang memberlakukan UU No. 15/2003 untuk kasus Bom Bali (UU No. 16/2003 dibatalkan oleh MK)
UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan HAM (bisa berlaku surut ) • Penjelasan Ps 43 (2) • “Dalam hal DPR Indonesia mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM ad hoc, DPR Indonesia mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM yang berat yg dibatasi pada locus dan tempus delicti tertentu yg terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini. (1) Pelanggaran hak asasi manusia yg. Berat yg. terjadi sebelum diundangkannya UU ini, diperiksa dan diputus oleh pengadilan HAM ad hoc. (2) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul DPR Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dg. Keputusan presiden.
UU Pemberantasan TP Terorisme dan Putusan MK • MK membatalkan ketentuan berlaku surut dalam UU Pemberantasan TP Terorisme (UU No.16/2003) karena bertentangan dengan UUD 1945
3. Larangan penggunaan analogi • Penafsiran diperbolehkan dalam hukum pidana karena diperlukan utk memahami UU hukum pidana yang tidak selalu jelas rumusannya • Analogi tdk diperbolehkan krn analogi bukan penafsiran melainkan metode konstruksi • Penafsiran yg dikenal dalam huk pidana, sbb:
JENIS-JENIS PENAFSIRAN - Otentik - Sistematis - Gramatikal - Historis - Sosiologis - Teleologis - Ekstensif
Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ? • Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus pencurian listrik di Gravenhage) • Putusan Rechtbank Leeuwarden, 10 Des 1919 (pencurian sapi) Taverne Vs para sarjana pidana lainnya (Van Hattum, Simons, Zevenbergen, Van Hamel)
Pendapat Scholten (dan juga Utrecht) • Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara penafsiran ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal itu hakim membuat konstruksi , yaitu membuat (mencari) suatu pengertian hukum yang lebih tinggi. Hakim membuat suatu kaidah yang lebih tinggi dan yang dapat dijadikan dasar beberapa ketentuan yang mempunyai kesamaan. Mis. • Mengambil = mengadakan suatu perbuatan yang bermaksud memindahkan sesuatu benda dari tangan yang satu ke tangan yang lain
Pendapat Scholten (dan Utrecht) • PENAFSIRAN EKSTENSIF Hakim meluaskan lingkungan kaidah yang lebih tinggi sehingga perkara yang bersangkutan termasuk juga di dalamnya • ANALOGI • Hakim membawa perkara yang harus diselesaikan ke dalam lingkungan kaidah yang lebih tinggi
Pasal 1 Ayat (2) KUHP • UU dimungkinkan utk berlaku surut • 3 syarat memberlakukan surut suatu UU a. terjadi perubahan UU b. perubahan tjd setelah tindak pidana dilakukan c. perubahan menguntungkan bg TSK/TDW 3. Disebut sbg hukum transitoir
Pasal 1 ayat (2) KUHP -+-----------+---------------+----> UU Perbuatan Perubahan UU • Apa yg dimaksud dgn Perubahan UU ? Teori : (1) Teori formil (2) Teori materiil terbatas (3) Teori materiil tidak terbatas • Apa yg dimaksud dgn Paling menguntungkanbg tersangka/terdakwa?
Yg menguntungkan bg TSK/TDKW • Hal ini tidak dapat ditentukan sec. Umum (in abstracto), dan hanya dapat ditentukan untuk masing2 perkara sendiri (in concreto). Yang menguntungkan bagi TSK/TDKW: sanksi menjadi lebih ringan, diubah menjadi delik aduan, unsur- unsur pokok delik menjadi lebih banyak (ditambah) (Periksa : Utrecht h.228)
Perubahan UU yg dimaksud Pasal 1 ayat (2) KUHP • Teori Formil :Ada perubahan undang-undang kalau redaksi undang-undang pidana berubah (Simons) à ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps 295 sub 2 KUHP, batas dewasa 23 à 21 tahun dlm BW • Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai dg suatu perubahan perasaan (keyakinan) hukum pada pembuat undang-undang (jadi tidak boleh diperhatikan perubahan keadaan karena waktu) • Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan – baik dalam perasaan hukum dari pembuat undang-undang maupun dalam keadaan karena waktu – boleh diterima sebagai suatu perubahan dalam undang-undang à Sesuai HR 5 Des 1921
Perubahan kesadaran/perasaan hukum • Menjadi tidak dapatnya dihukum suatu perbuatan • Menjadi dapat dihukumnya suatu perbuatan • Diperberat/diperingan pidana atas suatu perbuatan. • (Baca lebih lanjut dalam buku Lamintang Putusan MA, dalam bag. Berlakunya UU Pidana Menurut Waktu)
Perubahan UU terjadi setelah tindak pidana dilakukan Yang harus diperhatikan: • Waktu terjadinya tindak pidana (tempus delictie) • Teori2 tempus delicti
Berlakunya Hukum Pidana menurut Tempat Untuk mengetahui hukum pidana negara mana yang digunakan: hukum pidana Indonesia atau hukum pidana negara lain.
Asas2 Berlakunya Hukum Pidana menurut tempat(1) Indonesia menganut asas2 di bawah dibuktikan dgn dasar hukum yg terdapat dalam KUHP: • Asas Teritorialitas/ wilayah : Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976 • Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps 8 KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999 • Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif : Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP • Asas Universalitas : Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976 “melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas negara atau uang kertas Bank”
Asas-asas Berlakunya Hukum PidanaMenurut Tempat • Asas teritorial/wilayah berlakunya hukum pidana sesuai tempat terjadinya tindak pidana Pasal 2 dan 3 KUHP • KUHP Indonesia • TP terjadi di Indonesia • Pelaku WNA/WNI • Berlaku teori2 locus delicti