1 / 30

Filsafat dan Teori Pendidikan Islam Nonformal

MEDIA. Filsafat dan Teori Pendidikan Islam Nonformal. Pendidikan Agama Islam IAIN Raden Intan Lampung. Andi Thahir, S.Pt,S.Psi,M.A. Ooee,,,, oeeee,. MATI DALAM HIDUP. Merasa bahwa tidak ada sesuatu yang PERLU dipelajari lagi Merasa bahwa tidak ada sesuatu yang HARUS dicapai lagi

ike
Télécharger la présentation

Filsafat dan Teori Pendidikan Islam Nonformal

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. MEDIA Filsafat dan Teori Pendidikan Islam Nonformal Pendidikan Agama Islam IAIN Raden Intan Lampung Andi Thahir, S.Pt,S.Psi,M.A

  2. Ooee,,,, oeeee,..

  3. MATI DALAM HIDUP • Merasa bahwa tidak ada sesuatu yang PERLU dipelajari lagi • Merasa bahwa tidak ada sesuatu yang HARUS dicapai lagi • Merasa bahwa tidak ada sesuatu yang BISA dipercaya lagi • Merasa bahwa tidak ada sesuatu yang MAU membantu lagi • Merasa bahwa tidak ada sesuatu yang DAPAT diharapkan lagi

  4. 3 PRIBADI ADVERSITY • QUITTERS (Orang yang berhenti) • Menolak kesempatan • Berhenti mendaki • Menghindari kewajiban • CAMPERS (Orang yang berkemah) • Pergi tidak begitu jauh • Merasa cepat puas • Trimo ing pandum • CLIMBERS (Orang yang mendaki) • Terus berjuang • Selalu mencari peluang • Pantang menyerah (Paul G. Stoltz)

  5. Dasar Filosofis • Dalam Islam tak ada pembagian pendidikan formal dan non formal. Rasulullah SAW berkata: اُطْلُبُوُا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ اِلىَ اللََّحْدِ“Tuntutlah ilmu itu sejak dari ayunan sampai masuk liang lahat (mati).” (Al-Hadist) • Artinya, pendidikan dan mencari ilmu itu tak dibatasi. Metodenya ditentukan diri kita sendiri.

  6. Dasar Filosofis • Dan dalam Hadist lain bersabda Nabi SAW:“Menuntut ilmu itu kewajiban bagi tiap-tiap laki-laki muslim dan perempuan muslimah.”(HR. Baihaqi)  • Tuntulah ilmu itu walaupun di Negeri China.” (HR. Ibnu Abdul Barr) • Terlepas dari dhaif-nya salah satu hadits tersebut, sesungguhnya nabi telah mengajarkan bahwa menuntut ilmu itu bebas dari sekat usia, gender, organisasi, tempat dan Formal atau Nonformal

  7. Sistematika Filsafat • Al-Jarnuzi Ontologi Epistemologi A k s i o l o g i Adapun Bidang-bidang kajian/sistimatika filsafat antara lain adalah : Bidang filsafat yang meneliti hakikat wujud/ada (on = being/ada; logos = pemikiran/ ilmu/teori). Filsafat yang menyelidiki tentang sumber, syarat serta proses terjadinya pengetahuan (episteme = pengetahuan/knowledge; logos = ilmu/teori/pemikiran) Bidang filsafat yang menelaah tentang hakikat nilai-nilai (axios = value; logos = teori/ilmu/pemikiran)

  8. ONTOLOGI PENDIDIKAN ISLAM Kalau kita membicarakan ilmu hakikat ini sangat luas, apakah hakikat dibalik alam nyata ini, menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang terbatas oleh panca indera kita. Hakikat ialah realitas, realitas ialah ke-real-an, real yakni kenyataan yang sebenarnya, kenyataan yang sesungguhnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukanlah keadaan yang sementara atau keadaan yang menipu, bukan pula keadaan yang berubah dan bukan sesuatu yang fatamorgana. Jadi, ontologi pendidikan adalah menyelami hakikat dari pendidikan Islam, kenyataan dalam pendidikan Islam dengan segala pola organisasi yang melingkupinya:

  9. ONTOLOGI PENDIDIKAN ISLAM • Hakikat Pendidikan Islam dan Ilmu Pendidikan Islam • Hakikat Tujuan Pendidikan Islam • Hakikat Manusia Sebagai Subjek Pendidikan (Pendidik dan Peserta Didik) • Hakikat Kurikulum Pendidikan Islam

  10. EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM Pengertian dan Ruang Lingkup Epitemologi • Apa sebenarnya epistemologi itu? Dari beberapa literatur dapat disebutkan bahwa Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari obyek yang ingin dipikirkan. • Epistemologi yang lebih jelas, diungkapkan oleh Azyumardi Azra bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.

  11. EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM • Hal inilah yang kemudian menjadi tekanan dalam pembahasan filasafat Barat modern dan berusaha untuk disosialisasikan ke seluruh dunia, sehingga terjadilah apa yang disebut dengan “imperialisme epistemologi”. Sementara itu, epistemologi Barat memiliki ciri-ciri pendekatan skeptis, rasional-empirik, dikotomik, dan pendekatan yang menentang dimensi spiritual. Oleh karena itu, epistemolog Barat setidaknya masih sulit dipertemukan dengan pesan-pesan Islam, bahkan dalam banyak hal bertentangan dengan ajaran Islam. Hal inilah yang dipandang dapat membahayakan umat Islam

  12. EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM Melihat kenyataan tersebut, dipelopori oleh Ziauddin Sardar, Ismail Raji al-Faruqi, Syed Mohammad Naquib al-Attas dan lainnya, epistemologi Islam mulai dibangun. Epistemologi yang berdasarkan Alquran dan hadis ini dirancang dengan mempertimbangkan konsep ilmu pengetahuan, islamisasi ilmu pengetahuan dan karakter ilmu dalam perspektif Islam yang bersandar pada kekuatan spiritual. Dari sinilah kemudian muncul epistemologi pendidikan Islam. Perlu disadari bahwa selama ini ilmu pendidikan Islam belumlah didasari dengan epistemologi pendidikan Islam yang kokoh. Jika pendidikan menjadi penentu kemajuan dan kejayaan peradaban, maka pendidikan Islam harus diperkokoh dengan pondasi yang kuat. Dan pondasi yang kuat itu dapat eksis bila didasari oleh epistemologi yang mapan.

  13. EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM Harus ditegaskan terlebih dahulu, sebelum mengulas epistemologi di perguruan tinggi Islam, bahwa yang dimasudkan dengan perguruan tinggi Islam tidak hanya sebatas lembaga pendidikan tinggi yang sudah masyhur dalam sejarah pendidikan Islam seperti madrasah (misalnya Nizamiyah), dan al- Jami’ah (seperti al-Azhar). Dua lembaga terakhir ini merupakan pengembangan selanjutnya dari pendidikan tinggi Islam. Namun, perguruan tinggi Islam adalah pelaksanaan proses belajar-mengajar yang dapat dikategorikan dalam jenjang pendidikan tinggi, yang dipraktikkan dalam mayarakat Islam, meskipun masih dalam bentuk yang non-formal atau informal sebelum kehadiran madrasah.

  14. EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM Hal ini berarti, sebagaimana yang dikatakan Bayard Dodge, proses belajar-mengajar yang masuk kategori jenjang pendidikan tinggi dalam lembaga masjid, majlis maupun halaqah ataupun di lembaga-lembaga lain dapat dikategorikan sebagai perguruan tinggi Islam. Penegasan ini dirasakan perlu karena memang yang menjadi fokus telaah bukanlah persoalan manajemen, organisasi dan profesionalisme kelembagaan, melainkan adalah bagaimana sumber pengetahuan di perguruan tinggi tersebut &Cara memperoleh pengetahuan tersebut serta pengembangannya.

  15. EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM Dari pengertian, ruang lingkup, objek, & landasan epistemologi ini, dapat kita disimpulkan bahwa epistemologi merupakan salah satu komponen filsafat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, khususnya berkenaan dengan cara, proses, dan prsedur bagaimana ilmu itu diperoleh. Metode ilmiah mrpkan prosedur dlm mendapatkan pengetahuan. Jadi, imu pengetahuan mrpkan pengetahuan yg diperoleh lewat metode ilmiah. Dg demikian, metode ilmiah mrpkan penentu layak-tidaknya pengetahuan mjdi lmu, sehingga memiliki fungsi yg sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.

  16. AKSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM • Pengertian AksiologiAksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; • axios yang berarti sesuai atau wajar. • logos yang berarti ilmu. • Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. • Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.

  17. AKSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?). Tatkala yang baikteridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought/should). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai

  18. Pengujian filosofis pendidikan nonformal perlu didasarkan pada faktor2 berikut: Hakikat kehidupan yg baik menjadi tujuan pendidikan nonformal. Kehidupan yg baik itu menyangkut norma dan nilai2 kehidupan yg ideal yg harus dapat dicapai oleh manusia melalui pendidikan, khususnya pendidikan nonformal; Hakikat masyarakat itu sendiri sehubungan dengan pendidikan nonformal sebagai peroses yg terjadi di tengah2 masyarakat luas diluar persekolahan. Masyarakat senantiasa berubah sesuai dengan ruang dan waktu;

  19. Pengujian filosofis pendidikan nonformal perlu didasarkan pada faktor2 berikut: Hakikat manusia yg menjadi warga belajar pendidikan nonformal. Warga belajar sebagai makhluk individual, religius, sosial dan unik memiliki kesamaan dan perbedaan. Persamaannya ialah individu memiliki potensi untuk berkembang, dan perkembangan itu akan mantap apabila melalui pendidikan keterbatasan jangkauan pendidikan formal memberikan tendensi bagi berlakunya pendidikan nonformal untuk berkiprah di dalamnya secara luas; Hakikat kebenaran yg menjadi kajian berbagai ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya pendidikan nonformal. Kebenaran itu berkaitan dg kebenaran yg disepakati (agreement reality) dan kebenaran yg dialami (experiential reality)

  20. TEORI PENDIDIKAN ISLAM NONFORMAL

  21. Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat: (Michael W. Galbraith) • Self determination (menentukan sendiri). • Self help (menolong diri sendiri) • Leadership development (pengembangan kepemimpinan) • Localization (lokalisasi) • Integrated delivery of service (keterpaduan pemberianpelayanan) • Reduce duplication of service. • Accept diversity (menerima perbedaan) • Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) • Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup)

  22. Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat: (Michael W. Galbraith) • Self determination (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut. • Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan mereka untuk menolong dirimereka sendiri telah didorong dan dikembangkan. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri. • Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai ketrampilan untukmemecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat.

  23. Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat: (Michael W. Galbraith) • Localization (lokalisasi). Potensi terbesar untuk tingkatpartisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberikesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibatdekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup. • Integrated delivery of service (keterpaduan pemberianpelayanan) Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakatdan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalammemenuhi tujuan dan pelayanan publik yang lebih baik. • Reduce duplication of service. Pelayanan Masyarakat seharusnyamemanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dansumber dava manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinirusaha mereka tanpa duplikasi pelayanan.

  24. Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat: (Michael W. Galbraith) • Accept diversity (menerima perbedaan) Menghindari pemisahanmasyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jeniskelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangipengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berartipelibatan warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin danmereka dosorong/dituntut untuk aktif dalam pengembangan,perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan aktifitas-aktifitas kemasyarakatan. • Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secaraterus-menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publiksejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat. Lembagaharus dapat dengan cepat merespon berbagai perubahan yangterjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terusdapat dirasakan. • Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatanpembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggotamasyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latarbelakang masyarakat.

  25. Eksistensi dan pentingnya pendidikan nonformal secara fundasional memiliki konsep dasar yg mengacu pada filsafat pendidikan, atau aliran filsafat lainnya. Konsekuensi tersebut memberikan isyarat bahwa mengapa pendidikan nonformal penting, karena konsekuensi filosofis pendidikan nonformal secara fundamental tidak bertentangan dg atribut yg diinginkan oleh aliran dan filsafat pendidikan (Mustofa Kamil, Pendidikan Nonformal, 2009)

  26. Hakikat Pendidikan: Al Syaibany memaknai pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan membentuk pengalaman dan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku individu dan kelompok hanya akan berhasil melalui interaksi seseorang dengan perwujudan dan benda sekitar serta dengan alam sekelilingnya, tempat ia hidup, benda dan persekitaran adalah sebagian alam luas tempat insan itu sendiri dianggap sebagai bagian dari padanya. Dari pengertian tersebut dinyatakan bahwa al Syaibany memahami bahwa pendidikan tidak hanya dipengaruhi dari individu lain, akan tetapi adanya interaksi dengan alam sekelilingnya dimana ia berada dan ia menjadi bagian di dalamnya. Omar Muhammad al Toumy al Syaibany, Falsafatut Tarbiyah Islamiyah, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, tt), 57.

  27. Hakikat Pendidikan: Menurut Ali Ashraf, bahwa pendidikan adalah sebuah aktivitas tertentu yang memiliki maksud tertentu, yang diarahkan untuk mengembangkan individu sepenuhnya. Berbeda pula dengan apa yang diungkapkan oleh Ali Ashraf, bahwa dalam memaknai pendidikan bisa memerlukan suatu pengaruh, bimbingan ataupun panduan, namun bisa juga tidak, yang terpenting jelas adanya aktifitas tertentu dalam rangka mengembangkan individu secara penuh. Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), 1.

  28. Hakikat Pendidikan: Azyumardi Azra menyatakan bahwa pendidikan lebih daripada sekedar pengajaran, yang dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Jelas bahwa apa yang dinyatakan Azra, pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan tukang-tukang atau para spesialis yang terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit, karena itu perhatian dan minatnya pun lebih bersifat teknis. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 3.

  29. VISI EDUKASI • LEARNING TO KNOW • LEARNING TO DO • LEARNING TO BE • LEARNING TO LIVE TOGETHER (DIKDASMENUM, 2002)

  30. TIADA KEKAYAAN LEBIH UTAMA DARIPADA AKAL. • TIADA KEPAPAAN LEBIH MENYEDIHKAN DARIPADA KEBODOHAN. • TIADA WARISAN LEBIH BAIK DARIPADA PENDIDIKAN • (SAYIDINA ALI BIN ABI THALIB) السلام عليكم 16x9

More Related