1 / 65

PENGANTAR HUKUM KETENAGAKERJAAN

PENGANTAR HUKUM KETENAGAKERJAAN. SILABUS :. PENGERTIAN HKM TENAKER ASAS, TUJUAN & SIFAT HKM TENAKER SUMBER HKM TENAKER HUBUNGAN KERJA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL KESEHATAN KERJA KESELAMATAN KERJA JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA. PENGERTIAN.

morgan
Télécharger la présentation

PENGANTAR HUKUM KETENAGAKERJAAN

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PENGANTAR HUKUM KETENAGAKERJAAN

  2. SILABUS : • PENGERTIAN HKM TENAKER • ASAS, TUJUAN & SIFAT HKM TENAKER • SUMBER HKM TENAKER • HUBUNGAN KERJA • PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA • PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL • KESEHATAN KERJA • KESELAMATAN KERJA • JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

  3. PENGERTIAN Ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) Prof. Iman Soepomo, S.H. menyimpulkan bahwa, Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Istilah ketenagakerjaan berasal dari kata kerja ”tenaga kerja”, yang mempunyai pengertian berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No. 13 Tahun 2003, sebagai : ”Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”

  4. Sementara untuk istilah Pengusaha, Pasal 1 angka 5 UU No. 13 Tahun 2003 memberikan definisi sebagai berikut: ”Pengusaha adalah: • Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; • orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; • orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia” Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam Pasal 1 angka 4 memberikan definisi Pemberi kerja, adalah : ”Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain”

  5. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam Pasal 1 angka 6 memberikan definisi Perusahaan, adalah: • Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; • usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain”

  6. Pemberdayaan tenaker secara optimal dan manusiawi; • pemerataan kesempatan kerja & penyediaan teker yg sesuai dgn kebutuhan pemb nas & daerah; • perlindungan bagi tenaker dalam mewujudkan kesejahteraan; • Peningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Pembangunan Nasional Pembangunan Ke-TENAKER-an ASAS KETERPADUAN MELALUI KOORDINASI LINTAS SEKTORAL PUSAT & DAERAH T U J U A N HKM KETENAGAKERJAAN

  7. Custom Traktat Perjanjian Keputusan Penetapan Per-UU-an SUMBER HUKUM KE-TENAKER-AN

  8. 1. PERATURAN PER-UU-AN • UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan • UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial • UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yg dirubah dgn UU No. 25 thn 1997 & dijelaskan lebih terperinci dalam PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaran Jamsostek dan PP No. 28 thn 2002 tentang Perubahan Pasal 21 PP No. 3 thn 1992; • Dll. 2. PERJANJIAN • Perj Kerja Bersama / Perj Perburuhan / Kesepakatan Kerja Bersama; • Perjanjian Kerja; • Peraturan Perusahaan.

  9. 3. KEPUTUSAN / PENETAPAN Penetapan yang dibuat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan baik tingkat Pusat atau Daerah (P4D atau P4P menurut UU No. 22 tahun 1957) yang kemudian diganti dengan istilah PPHI menurut UU No 2 tahun 2004. Oleh UU telah dinyatakan bahwa penetapan PPHI merupakan compulsory arbitration (arbitrase wajib) sebelum perselisihan pada akhirnya diselesaikan oleh badan peradilan 4. TRAKTAT Kesepakatan internasional baik bilateral maupun multilateral telah banyak melahirkan kaedah-kaedah hukum ketenagakerjaan yang relatif baru atau pun penegasan terhadap praktik ketenagakerjaan yang sudah ada sebelumnya. Contoh: Konvensi ILO No. 100 tentang pengupahan yang sama antara pekerja pria dan pekerja wanita, yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui UU No. 80 tahun 1957; Konvensi ILO No. 120 tentang hygiene dalam perniagaan dan perkantoran, yang kemudian diraifikasi oleh Pemerintah RI melalui UU No. 3 tahun 1969; Konvensi ILO No. 155 tahun 1981 tentang kewajiban penyelenggaraan program K3

  10. 5. KEBIASAAN (CUSTOM) • Terkesan (seringkali) dianggap wajib untuk dilakukan sehingga dengan tidak dilakukannya kebiasaan tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran; • Berulang-ulang dilakukan Sebuah kebiasaan yang telah lama berlangsung kemudian diberikan penegasan yang lebih kuat oleh hukum dengan dimuatnya materi yang diatur sebuah kebiasaan menjadi sebuah norma / kaidah yang berlaku mengikat

  11. P K W T P K W T T • Pekerja / karyawan TETAP; • Dpt diberlakukan masa percobaan asal tertulis dlm kontrak atau surat pengangkatan; • PKWTT tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan oleh penjualan, pewarisan atau hibah • Pekerjaan yg sekali selesai atau bersifat sementara; • Kerja selesai dlm jangka waktu tdk terlalu lama, max. 3 thn ( 2 thn masa kerja & dpt diperpanjang 1 thn) • Bersifat musiman • Berkaitan dgn produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dlm percobaan atau penjajakan HUBUNGAN KERJA PK DGN PERUSH PEMBORONG PK DGN PPJP • Menyediakan jasa pekerja bagi kepentingan perushn lain; • T’dpt hub kerja antara pekerja dgn PPJP; • Mrpkn PKWT; • Upah, kesejahteraan, syarat kerja, perselisihan menjadi tanggungjawab PPJP ; • dibuat tertulis dan didaftar pada dinas ketenagakerjaan • Harus dibuat tertulis; • Dilakukan terpisah dari kegiatan utama; • Dilakukan melalui perintah langsung atau tidak adri pemberi pekerjaan; • Mrpkn kegiatan penunjang dari perushn scr keseluruhan; • Tdk menghambat produksi

  12. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA “Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak-hak dan kewajiban (prestrasi dan kontra-prestasi) antara pekerja/buruh dengan pengusaha” Bila segala upaya telah dilakukan (secara bipartit), dan PHK tidak dapat dihindari, maksud PHK tersebut wajib dirundingkan (membahas mengenai hak-hak atas PHK) oleh pengusaha dengan serikat pekerja/buruh yang bersangkutan (apabila tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh atau tidak ada Serikat Pekerja di perusahaan tersebut.). Setelah perundingan benar-benar tidak menghasilkan Persetujuan Bersama (PB), pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja (PHK) setelah memperoleh penetapan (izin) dari lembaga PPHI. Dengan kata lain, PHK yang tidak terdapat alasan dan normanya dalam UUK, dapat dilakukan dengan besaran hak-haknya harus disepakati melalui perundingan (dituangkan dalam PB)

  13. PHK Oleh Perushn, Majikan, Pengusaha J E N I S P H K PHK Oleh TENAKER PHK Oleh Pengadilan (PPHI) PHK Demi Hukum

  14. PHK OLEH MAJIKAN / PENGUSAHA / PERUSAHAAN • PHK karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 158 ayat 4 UUKK); • PHK karena pekerja/buruh (setelah) ditahan pihak berwajib selama 6 (bulan) berturut-turut disebabkan melakukan tindak pidana di luar perusahaan (Pasal 160 ayat 3 UUKK); • PHK setelah melalui SP (surat peringatan) I, II, dan III (Pasal 161 ayat 3 UUKK); • PHK oleh pengusaha yang tidak bersedia lagi menerima pekerja/buruh (melanjutkan hubungan kerja) karena adanya perubahan status, penggabungan dan peleburan perusahaan (Pasal 163 ayat 2 UUKK); • PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang disebabkan bukan karena perusahaan mengalami kerugian (Pasal 164 ayat 2 UUKK); • PHK karena mangkir yang dikualifikasi mengundurkan diri (Pasal 168 ayat 3 UUKK); • PHK atas pengaduan pekerja/buruh yang menuduh dan dilaporkan pengusaha (kepada pihak yang berwajib) melakukan "kesalahan" dan (ternyata) tidak benar (Pasal 169 ayat 3 UUKK); • PHK karena pengusaha (orang-perorangan) meninggal dunia (Pasal 61 ayat 4 UUKK);

  15. PHK OLEH TENAKER • PHK karena pekerja/buruh mengundurkan diri (Pasal 162 ayat 2 UUKK); • PHK karena pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja disebabkan adanya perubahan status, penggabungan, peleburan dan perubahan kepemilikan perusahaan ( Pasal 163 ayat 1 UUKK); • PHK atas permohonan pekerja/buruh kepada lembaga PPHI karena pengusaha melakukan "kesalahan" dan (ternyata) benar (Pasal 169 ayat 2 UUKK); • PHK atas permohonan P/B karena sakit berkepanjangan, mengalami cacat (total-tetap) akibat kecelakaan kerja (Pasal 172 UUKK);

  16. PHK DEMI HUKUM • PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang disebabkan mengalami kerugian (Pasal 164 ayat 1 UUKK); • PHK karena pekerja/buruh meninggal (Pasal 166 UUKK); • PHK karena memasuki usia pensiun (Pasal 167 ayat 5 UUKK); • PHK karena berakhirnya PKWT pertama (154 huruf b kalimat kedua UUKK);

  17. PHK OLEH PENGADILAN (PPHI) • PHK karena perusahaan pailit (berdasarkan putusan Pengadilan Niaga) (Pasal 165 UUKK); • PHK terhadap anak yang tidak memenuhi syarat untuk bekerja yang digugat melalui lembaga PPHI (Pasal 68 UUKK); • PHK karena berakhirnya Perjanjian Kerja (154 huruf b kalimat kedua UUKK);

  18. IZIN PHK Pada prinsipnya PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan (izin) dari lembaga PPHI (cq P4D/P4P) karena PHK tanpa izin adalah batal demi hukum (null and void). Namun terdapat beberapa macam PHK yang tidak memerlukan izin dimaksud, antara lain: • PHK bagi pekerja yang masih dalam masa percobaan bilamana  (terlebih dahulu) telah dipersyaratkan adanya masa percobaan tersebut secara tertulis; • PHK bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri  (tertulis) atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi; • Pekerja/buruh mangkir yang dikualifikasikan sebagai mengundurkan diri (Pasal 168 ayat (1) jo Pasal 162 ayat (4) UUK) • Berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan PKWT (dalam hal perjanjian-kerjanya untuk waktu tertentu); • Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketentuan (batas usia pensiun) dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan /Perjanjian Kerja Bersama (PK/PP/PKB) atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  19. PHK YG TDK MEMERLUKAN IZIN : • Pekerja/buruh meninggal dunia (Pasal 154 UUKK); • PHK bagi pekerja/buruh yang mengajukan kepada lembaga PPHI dalam hal pengusaha melakukan kesalahan, namun tidak terbukti adanya kesalahan tersebut (Pasal 169 ayat 3 UUKK); • Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 171 jo 158 ayat 1 UUKK); • Pekerja/buruh melakukan tindak pidana di luar perusahaan setelah ditahan 6 bulan/lebih (Pasal 171 jo Pasal 160 ayat (3) UUK)

  20. LARANGAN P H K • P/B sakit (sesuai surat keterangan dokter) selama (dalam waktu) 12 bulan secara terus terus menerus; (Pasal 93 ayat (2) huruf a UUKK) • P/B menjalankan tugas negara (lihat penjelasan Pasal 6 PP No. 8 Tahun 1981 jo Pasal 93 ayat (2) huruf d UUKK) • P/B menjalankan ibadah (tanpa pembatasan pelaksanaan ibadah yang keberapa, (biasanya ibadah yang pertama upah dibayar penuh), lihat Pasal 93 ayat (2) huruf e UUKK • P/B menikah (Pasal 93 ayat 2 UUKK) • P/B (perempuan) hamil, melahirkan, gugur kandung, atau menyusui bayinya (lihat Pasal 93 ayat (2) huruf c jo Pasal 82 dan Pasal 83) • P/B mempunyai hubungan (pertalian) darah dan semenda, kecuali (terlebih dahulu) telah diatur dan ditentukan lain dalam PERJANJIAN KERJA,PP/PB • P/B mengadukan pengusaha (kepada yang berwajib) yang melaporkan mengenai suatu perbuatan tindak pidana kejahatan • Adanya perbedaan faham , agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan (sp) • P/B cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja/hubungan kerja yang menurut keterangan dokter jangka waktu penyembuhannya tidak dapat ditentukan

  21. HAK TENAKER YG DI-PHK Pada prinsipnya, apabila terjadi PHK maka pengusaha diwajibkan membayar upah pesangon (UP) dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima yg dihitung berdasarkan MASA KERJA U P U P M K

  22. Perselisihan H A K Perselisihan P H K Perselisihan Antar Serikat Pekerja Perselisihan KEPENTINGAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama Perselisihan yang timbul akibat tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak (pengusaha dan pekerja) Perselisihan antara serikat pekerja dengan serikat pekerja lainnya hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan

  23. Pembagian perselisihan menjadi beberapa klasifikasi mensyaratkan pengetahuan dalam membedakan jenis perselisihan. Pengetahuan ini menjadi penting dengan mengingat bahwa perbedaan perselisihan tersebut akan berdampak pada jenis lembaga penyelesaian perselisihan yang akan ditempuh oleh para pihak yang berselisih

  24. LEMBAGA PENYELESAI PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (HI)

  25. Berkaitan dengan prediksi waktu proses pemeriksaan, maka pengadilan perburuhan terbagi atas : • Tingkat pertama untuk perselisihan hak dan perselisihan PHK, sehingga para pihak masih dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung • Tingkat pertama dan terakhir (final) untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja

  26. KESEHATAN KERJA PERSPEKTIF MEDIS: “spesialisasi dalam ilmu kesehatan (kedokteran) beserta praktiknya yang bertujuan agar pekerja (masyarakat pekerja) memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun sosial melalui usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit (gangguan kesehatan) yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan serta terhadap penyakit-penyakit umum” PERSPEKTIF HUKUM TENAKER : “kumpulan aturan (kaidah/norma) yang berisikan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari kejadian atau keadaan ketenagakerjaan yang merugikan atau dapat merugikan kesehatan karena melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja”

  27. Kesehatan kerja adalah bagian dari hukum ketenagakerjaan yang paling banyak dibahas serta dibuatkan peraturan perundang-undangannya dibanding peraturan di bidang ketenagakerjaan lainnya, dengan alasan: • Apabila peraturan di bidang kesehatan kerja tidak diprioritaskan, maka banyak peraturan di bidang ketenagakerjaan lainnya akan kehilangan (kekurangan) makna; • peraturan di bidang kesehatan kerja merupakan bentuk peraturan yang langsung menampakkan perlindungannya terhadap pekerja dengan meletakkan kewajiban-kewajiban pada perusahaan (pengusaha)

  28. C A B D E PEKERJA ANAK PEKERJA ORANG MUDA PEKERJA WANITA WAKTU KERJA WAKTU ISTIRAHAT F TEMPAT KERJA

  29. A PEKERJA ANAK Berdasarkan PEMENAKER No. 01/MEN/1987 tentang Perlindungan Anak Yang Terpaksa Harus Bekerja menyebutkan bahwa anak yang bekerja harus dikarenakan keterpaksaan dan mendapat izin dari orang tua (wali/pengasuhnya). Selain itu, berdasarkan pasal 71 dan pasal 74 UU No. 13 tahun 2003 dinyatakan bahwa perusahaan yang terpaksa mempekerjakan anak wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: • Membuat perjanjian kerja dengan orang tua / wali; • waktu kerja maksimal 3 jam setiap harinya; • pekerjaan dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; • memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja pekrja anak; • adanya hubungan kerja yang jelas; • memberikan upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

  30. Selain itu, PEMENAKER No. 01/MEN/1987 juga menyatakan bahwa anak yang terpaksa bekerja D I L A R A N G melakukan pekerjaan-pekerjaan: • Pekerjaan dalam tambang, lobang di dalam tanah atau tempat mengambil logam dan bahan-bahan lain di dalam tanah; • pekerjaan di kapal sebagai tukang api (tukang baubara); • pekerjaan mengangkat barang-barang berat; • pekerjaan yang berhubungan dengan alat-alat produksi dan bahan-bahan berbahaya; • dilibatkan dalam pekerjaan-pekerjaan terburuk, semisal: • - perbudakan dan sejenisnya; • - pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk • pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno atau perjudian; • - pekerjaan yang memanfaatkan menyediakan dan melibatkan anak untuk • produksi dan perdagangan miras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif • lainnya; • - semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral • anak;

  31. B PEKERJA ORANG MUDA Pengertian orang muda adalah anak yang berusia lebih dari 12 tahun namun belum genap berusia 18 tahun. Pada dasarnya, orang muda boleh melakukan semua jenis pekerjaan namun oleh UU diberikan batasan sebagai berikut: • Tidak boleh melakukan pekerjaan pada malam hari, keecuali menurut sifat dan jenis pekerjaan tersebut harus dilakukan pada malam hari; • Tidak boleh melakukan pekerjaan di dalam tambang, lobang di dalam tanah atau tempat mengambil logam dan bahan-bahan lain di dalam tanah; • Tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatannya

  32. C PEKERJA WANITA Yang dimaksud pekerja wanita adalah pekerja wanita yang telah dewasa, karena akan digolongkan oleh hukum sebagai pekerja anak atau pekerja orang muda bila berusia di bawah 18 tahun (belum dewasa). Pada dasarnya diperkenankan melakukan semua jenis pekerjaan dan pengaturannya sama dengan apa yang diatur pada pekerjaan yang dilakukan orang muda

  33. D WAKTU KERJA Berdasarkan pasal 77 ayat (2) UU No. 13 tahun 2003 (UUKK), waktu kerja adalah: • Untuk 6 hari kerja adalah 7 jam setiap harinya atau sama dengan 40 jam setiap minggunya; • Untuk 5 hari kerja adalah 8 jam setiap harinya atau sama dengan 40 jam setiap minggunya; Berdasarkan sifat dan jenis pekerjaan diperkenankan terjadi waktu kerja di luar waktu yang telah ditetapkan atau yang biasa disebut “lembur” atau waktu kerja tambahan. Menurut pasal 78 UUKK, waktu lembur yang diperkenankan adalah tidak lebih 3 jam setiap harinya atau sama dengan 14 jam setiap minggunya

  34. E WAKTU ISTIRAHAT Berdasarkan pasal 79 UUKK dikenal beberapa macam waktu istirahat, yaitu: • Istirahat antara jam kerja, yaitu minimal setengah jam setelah 4 jam bekerja terus menerus; • istirahat mingguan, yaitu satu hari untuk 6 hari kerja dan 2 hari untuk 5 hari kerja; • cuti tahunan, yaitu minimal 12 hari jika pekerja telah bekerja 12 bulan terus menerus; • istirahat panjang, yaitu minimal 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ke-7 dan tahun ke-8 setelah pekerja bekerja selama 6 tahun terus menerus; • hari libur nasional sebagaimana penetapan pemerintah; • istirahat “haid” dan hamil atau pun melahirkan/keguguran bagi pekerja wanita, yaitu: • Pengusaha tidak boleh mewajibkan pekerja wanita pada hari I dan hari II terjadi haid untuk melakukan pekerjaan; • 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan; • 1,5 bulan setelah keguguran atau berdasarkan surat keterangan dokter bila harus beristirahat lebih dari 1,5 bulan;

  35. F TEMPAT KERJA “tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja melakukan pekerjaan baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air di dalam air maupun di udara yang masih berada di wilayah kekuasaan hukum RI “ Lingkungan kerja yg sehat adlh lingkungan kerja yg bersih & tidak menimbulkan Penyakit Akibat Kerja, sesuai dgn per-UU-an yg berlaku.

  36. PENGENALAN PENILAIAN LINGKUNGAN LINGKUNGAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN

  37. MAKSUD UNTUK MELINDUNGI MASYARAKAT TENAGA KERJA DAN MASYARAKAT UMUM DARI EFEK SAMPING KEMAJUAN TEKNOLOGI

  38. PENGENALAN LINGKUNGAN. Maksud untuk mengetahui secara kualitatif tentang faktor bahaya lingkungan. Sumber informasi : • Flow diagram dari kegiatan proses dan operasi • Kondisi operasi tiap tahap dalam rangkaian operasi dan proses • Bahan baku, bahan pembantu, hasil antara, hasil samping, hasil dan limbah • Jurnal teknik • Keluhan dari tenaga kerja dan laporan safety inspector.

  39. MANFAAT : Ketahui secara kualitatif faktor bahaya pada setiap tahapan dari rangkaian proses Bila diperlukan tindakan lebih lanjut maka dapat secara tepat dan cepat dimana lokasi bahaya termasuk penggunaan alat dan metode Ketahui secara kuantitatif jumlah pekerja yang terpapar suatu faktor bahaya

  40. PENILAIAN LINGKUNGAN Maksud : • Enggineering surveilance • Legal surveilance • Epidemiologi dan penelitian medis Manfaat : • Sebagai dasar untuk nyatakan kondisi lingkungan kerja membahayakan / tidak • Sebagai dasar untuk perencanaan alat2 kontrol • Sebagai dasar untuk membantu mengkorelasikan penyakit dengan lingkungan kerja • Sebagai dokumen untuk inspeksi sesuai peraturan perundangan

  41. Hal yang perlu diperhatikan : • Pemilihan alat dan metode yang digunakan • Lokasi pengambilan sample • Waktu pengambilan sample • Jumlah sample

  42. PENGENDALIAN LINGKUNGAN. Ialah penerapan metode teknis untuk menurunkan tingkat faktor bahaya lingkungan sampai batas yang masih ditolelir oleh tenaga kerja

  43. Upaya pencegahan meliputi : • Eliminasi • Substitusi • Isolasi • Enclosing • Ventilasi • Penyempurnaan proses • Penyempurnaan produksi • Houskeeping • Pengendalian/peniadaan debu • Maintenance • Sanitasi • Inspeksi • Pendidikan • Membuat label dan tanda peringatan • APD • Monitoring lingkungan kerja • Pengendalian limbah • Administrasi control • Pemeriksaan kesehatan • Manajemen program pengendalian sumber bahaya

  44. KESELAMATAN KERJA • DASAR HUKUM : UU NO. 1 THN 1970 tentang KESELAMATAN KERJA • TINDAKAN & KONDISI TIDAK AMAN • ALAT-2 PELINDUNG DIRI • SAFETY SYMBOLS

  45. JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DASAR HUKUM • UU NO. 3 THN 1992 jo. UU NO. 25 THN 1997 tentang JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA • PP NO. 14 THN 1993 jo. PP NO. 28 THN 2002 tentang PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA • PP NO. 28 THN 2002 tentang PERUBAHAN PASAL 22 PP NO. 14 THN 1993 perihal SANTUNAN KEMATIAN & BIAYA PEMAKAMAN • KEPPRES NO. 22 THN 1993 tentang PENYAKIT YANG TIMBUL AKIBAT HUBUNGAN KERJA • PERMENAKER NO. 05/ MEN/ 1993 tentang PROGRAM MINIMAL JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

  46. RESIKO TENAGA KERJA

  47. JAMSOSTEK ADALAH: “suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia” Kriteria suatu perusahaan wajib menjadi peserta jamsostek adalah: • Perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja 10 orang atau lebih; • Perusahaan yang membayar upah paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) per bulan (walaupun kenyataannya tenaga kerjanya kurang dari 10 orang)

  48. WUJUD PERLINDUNGAN KAIDAH HUKUM YG MEMAKSA PROGRAM JAM SOS TEK SANTUNAN BERUPA UANG PELAYANAN KESEHATAN • SETIAP BENTUK PELANGGARAN, DIANCAM DGN SANKSI : • KURUNGAN PALING LAMA 6 (ENAM) BULAN; • DENDA PALING TINGGI RP. 50,000.000,- • PERINGATAN YG BERUJUNG PADA PENCABUTAN IJIN USAHA • DENDA BUNGA 2% DARI TOTAL PREMI YG HARUSNYA DIBAYAR BILA TERJADI KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PREMI

  49. MAKSUD PENYELENGGARAAN PROG. JAMSOSTEK • Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya; • Merupakan penghargaan bagi tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja Mekanisme penyelenggaraan jamsostek sampai saat ini dilakukan melalui program asuransi, namun tidak menutup kemungkinan dilakukan melalui mekanisme lain yang mungkin lebih menguntungkan, semisal : program bagi hasil, dll.

  50. KESEHATAN JAMINAN JAMINAN JAMINAN JAMINAN KEMATIAN HARI TUA KECELAKAAN PELAYANAN KERJA PERLINDUNGAN TENAKER PROGRAM MINIMAL JAMSOSTEK

More Related