1 / 36

KETENTUAN PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

PIDANA. Nestapa/deritaYang dijatuhkan dengan sengaja oleh negara (melalui pengadilan)Dikenakan pada seseorangYang secara sah telah melanggar hukum pidanaMelalui proses peradilan pidana . Pidana sebagai pranata sosial. Sebagai bagian dari reaksi sosial manakala terjadi pelanggaran terhadap norma

blue
Télécharger la présentation

KETENTUAN PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


    1. KETENTUAN PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) MATERI DISAMPAIKAN PADA ACARA CERAMAH PENINGKATAN PENGETAHUAN PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Jumat, 27 Agustus 2010

    2. PIDANA Nestapa/derita Yang dijatuhkan dengan sengaja oleh negara (melalui pengadilan) Dikenakan pada seseorang Yang secara sah telah melanggar hukum pidana Melalui proses peradilan pidana

    3. Pidana sebagai pranata sosial Sebagai bagian dari reaksi sosial manakala terjadi pelanggaran terhadap norma2 yang berlaku Mencerminkan nilai & struktur masyarakat Merupakan reafirmasi simbolis atas pelanggaran terhadap ‘hati nurani bersama’ Sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap perilaku tertentu Selalu berupa konsekwensi yang menderitakan, atau setidaknya tidak menyenangkan.

    4. Pengertian Hukum Penitentier (Utrecht II hal. 268) : Segala peraturan positif mengenai sistem hukuman dan sistem tindakan yang memuat: Jenis sanksi atas tindak pidana yang dilakukan; Beratnya sanksi itu; Lamanya sanksi itu dijalankan oleh pelaku; Perumusannya dalam aturan pidana; Cara sanksi itu dilakukan; Tempat sanksi itu dijalankan;

    5. Unsur-unsur atau ciri-ciri pidana Merupakan suatu pengenaan penderitaan/nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; Diberikan dengan sengaja oleh badan yang memiliki kekuasaan (berwenang); Dikenakan pada seseorang penanggung jawab peristiwa pidana menurut UU (orang memenuhi rumusan delik/pasal). (Muladi & Barda Nawawi Arief, 1982)

    6. PEMIDANAAN Penjatuhan Pidana/sentencing : Upaya yang sah Yang dilandasi oleh hukum Untuk mengenakan nestapa penderitaan Pada seseorang yang melalui proses peradilan pidana Terbukti secara sah dan meyakinkan Bersalah melakukan suatu tindak pidana.

    7. Dasar-Dasar Hukuman : Hukum pidana sebagai suatu sanksi yang bersifat istimewa: terkadang dikatakan melanggar HAM ? melakukan perampasan terhadap harta kekayaan (pidana denda), pembatasan kebebasan bergerak/ kemerdekaan orang (pidana kurungan/penjara) dan perampasan terhadap nyawa (hukuman mati). Merupakan Ultimum Remedium (senjata pamungkas, jalan terakhir, jalan satu-satunya/tiada jalan lain).

    8. Teori-Teori Pemidanaan/ Tujuan Pemidanaan menurut doktrin TeoriAbsolut/Retributif/Pembalasan (lex talionis): Hukuman adalah sesuatu yang harus ada sebagai konsekwensi dilakukannya kejahatan; Orang yang salah harus dihukum (E. Kant, Hegel, Leo Polak).

    9. Teori Relatif/Tujuan (utilitarian) Menjatuhkan hukuman untuk tujuan tertentu, bukan hanya sekedar sebagai pembalasan: Hukuman pd umumnya bersifat menakutkan, o.k.i, seyogyanya : Hukuman bersifat memperbaiki/merehabilitasi ? orang yang “sakit moral” harus diobati. Tekanan pada treatment/pembinaan. Rehabilitasi, individualisasi pemidanaan. Anti punishment, model medis.

    10. Prevensi: hukuman dijatuhkan utk pencegahan Prevensi Umum : sebagai contoh pada masyarakat secara luas agar tidak meniru perbuatan/kejahatan yang telah dilakukan. Prevensi Khusus: Ditujukan bagi pelaku sendiri, supaya jera/kapok, tidak mengulangi perbuatan/kejahatan serupa; atau kejahatan lain. Deterrence : menakut/nakuti – serupa dengan prevensi Perlindungan: agar orang lain/masyarakat pada umumnya terlindungi, tidak disakiti, tidak merasa takut dan tidak mengalami kejahatan

    11. Teori Gabungan : Berdasarkan hukuman pada tujuan (multifungsi) retributive/pembalasan dan relative/tujuan. Berdasarkan teori gabungan maka pidana ditujukan untuk: Pembalasan, membuat pelaku menderita Upaya Prevensi, mencegah terjadinya tindak pidana Merehabilitasi Pelaku Melindungi Masyarakat.

    12. Retributive Justice Retributive Justice : Pemidanaan untuk tujuan pembalasan Restorative Justice : Keadilan yang merestorasi ? pelaku harus mengembalikan kepada kondisi semula; Keadilan yang bukan saja menjatuhkan sanksi yang seimbang bagi pelaku namun juga memperhatikan keadilan bagi korban.

    13. Tujuan Pemidanaan : Berdasarkan Pasal 54 R-KUHP tahun 2008: Prevensi umum, mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman kepada masyarakat Rehabilitasi & Resosialisasi, memasyarakatkan terpidana, dengan melakukan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna. Supaya mereka bisa kembali ke masyarakat ( LP = Lembaga Pemasyarakatan): ” Mereka bukan penjahat, hanya tersesat, masih ada waktu untuk bertobat .. ”

    14. Tujuan Pemidanaan Restorasi, menyelesaikan konflik, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai Membebaskan rasa bersalah pada terpidana Pemidanaan tidak dimaksudkan utk menderitakan dan merendahkanmartabat manusia (CAT ... ) Sampai saat ini Hukum Pidana Indonesia belum memiliki Sentencing Guidelines (pedoman yang memuat tentang pemidanaan), tp sudah dirumuskan dalam Pasal 55 R-KUHP 2008.

More Related