1 / 22

KONSEP DIVERSI DAN RESTORATIVE JUSTICE : DALAM RUU SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK OLEH :

KONSEP DIVERSI DAN RESTORATIVE JUSTICE : DALAM RUU SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK OLEH : Dr. MARLINA, SH, M.HUM DISAMPAIKAN PADA SEMINAR SOSIALISASI RUU TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI HOTEL GRAND ANTARES, JUMAT, 18 Juni 2010

egil
Télécharger la présentation

KONSEP DIVERSI DAN RESTORATIVE JUSTICE : DALAM RUU SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK OLEH :

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. KONSEP DIVERSI DAN RESTORATIVE JUSTICE : DALAM RUU SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK OLEH : Dr. MARLINA, SH, M.HUM DISAMPAIKAN PADA SEMINAR SOSIALISASI RUU TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI HOTEL GRAND ANTARES, JUMAT, 18 Juni 2010 MEDAN

  2. LATAR BELAKANG • Anak adalah mahluk yang masih memerlukan perawatan dan perlindungan khusus dari negara dan masyarakat • Anak adalah mahluk yang belum secara cermat dapat menangkal dan melindungi dirinya sendiri. • Akibat dari majunya teknologi dan ilmu pengetahuan salah satu dampak negatifnya menyebabkan anak terkait sebagai pelaku dan korban tindak pidana. • Sebagai generasi bangsa ketika anak berhadapan dengan hukum baik sebagai pelaku maupun sebagai korban anak tetap harus mendapatkan perlindungan hukum. • Anak memiliki hak mendapatkan perlindungan.

  3. Secara legislasi pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan dalam upaya memberikan perlindungan terhadap anak diantaranya: • Pasal 66 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam proses peradilan anak: • Hak untuk tidak disiksa • Tidak boleh dihukum mati atau seumur hidup • Dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum • Perampasan kemerdekaan sebagai upaya terakhir • Pemisahan tahanan anak dari orang dewasa • Hak atas bantuan hukum • Memperoleh keadilan di depan hukum

  4. Pasal 64 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak • Perlakuan terhadap anak secara manusiawi sesuai dengan martabatnya • Adanya pendamping khusus anak • Penjatuhan sanksi yang tepat sesuai dengan kepentingan terbaik buat anak • Penyediaan sarana dan prasarana yang cukup • Penghindaran dari publikasi • Secara internasional PBB telah menetapkan pedoman pelaksanaan SPPA dalam Beijing Rules, yang memuat prinsip-prinsip • Non diskriminasi dalam proses peradilan • Peradilan yang adil, efektif dan manusiawi • Penentuan batas usia pertanggungjawaban • Penjatuhan pidana penjara sebagai upaya terakhir • Tindakan diversi dilakukan dengan persetujuan anak/orang tua • Perlindungan privasi anak

  5. Kenyataan kondisi sistem peradilan pidana anak Indonesia saat ini • Masih ada tindakan kekerasan pada saat pemeriksaan • Tidak adanya pemberitahuan orang tua/wali saat penangkapan anak • Proses penahanan sebelum putusan pengadilan • Jaksa mengajukan tuntuan pidana bukan tindakan • Kondisi lembaga pemasyarakatan yang ada hari ini belum mendukung proses pembinaan terhadap anak • Masih adanya stigmatisasi dari masyarakat terhadap anak • ditemukan tidak semua anak masuk dalam sistem peradilan pidana • Masih terbatasnya rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan anak • Petugas pemasyarakatan di bidang pembinaan dan kegiatan kerja yang masih terbatas

  6. Kondisi sistem peradilan pidana dan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang belum sepenuhnya memasukan prinsip Beijing Rules memunculkan pemikiran bahwa perlu adanya perubahan

  7. Revisi UU No. 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak • Filosofi sistem peradilan pidana anak: kepentingan terbaik untuk anak • Memasukan konsep diversi dan restorative justice • Perlindungan anak dalam proses peradilan pidana • Perlindungan Privasi anak pelaku tindak pidana • Perampasan kemerdekaan sebagai upaya terakhir

  8. Judul:RUU Sistem Peradilan Pidana Anak Sesuai dengan penjelasan pasal 1 ayat 1 bahwa pengertian SPPA adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

  9. RUU SPPA yang terdiri dari 10 Bab 88 Pasal telah mencakup tahapan dalam sistem peradilan pidana anak, hal ini juga telah tercermin dengan adanya pengkhususan seperti penyidik anak, penuntut umum anak, hakim anak, hakim banding anak, hakim kasasi anak. Hanya saja RUU SPPA belum mengkhususkan pembimbing kemasyarakatan anak.

  10. Filosofi SPPA: RUU SPPA • Filosopi SPPA: yaitu mengutamakan perlindungan dan rehabilitasi pelaku anak sebagai orang yang masih mempunyai sejumlah keterbatasan dibanding dengan orang dewasa. Anak memerlukan perlindungan dari negara dan masyarakat dalam jangka waktu kedepan yang masih panjang. Terhadap anak yang terlanjur menjadi pelaku tindak pidana diperlukan strategi SPPA yang mengupayakan seminimal mungkin intervensi SPP

  11. Anak yang melakukan tindak pidana sangat dipengaruhi berbagai faktor diantaranya lingkungan pengaulan teman sebaya dan lingkungan keluarga yang tidak harmonis atau juga karna faktor ekonomi

  12. RUU SPPA • Mengadopsi prinsip beijing rules • Mengubah landasan filosofi SPPA anak • Memperhatikan ketentuan hukum yang telah ada seperti UU No.39 tahun 1999 tentang HAM, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak • Konversi Hak anak (kepres No. 36 Tahun 1990

  13. Pasal 2 dan Pasal 3 RUU SPPA. Pasal 2 SPPA berasaskan: • Perlindungan dan non diskriminasi • kepentingan terbaik bagi anak, • Penghargaan terhadap pendapat anak • Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, • Proposional dan perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir.

  14. Pasal 3 RUU SPPA • Perlakuan secara manusiawi • Pemisahan dengan orang dewasa • Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya • Melakukan kegiatan rekreasional • Bebas penyiksaan, tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup

  15. Mengenai konsep diversi dan restorative justice • Bab II: Diversi yang bertujuan memberikan perlindungan terhadap ABH akan tercapai apabila semua sub SPPA mengupayakan diversi pada setiap tingkat pemeriksaandengan menjalankan hak diskresi yang dimiliki aparat dalam sub SPPA. DIVERSI “Sebuah tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana” (Jack E. Bynum)

  16. Diskresi (discretion) • Wewenang dari aparat penegak hukum yang menangani kasus tindak pidana untuk mengambil tindkan meneruskan perkara atau menghentikan perkara, mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakan yang dimilikinya. • RUU SPPA • Pasal 7 pada semua tingkatan pemeriksaan, mulai dari penyidikan,penuntutan dan pemeriksaan perkara anak dipengadilan wajib mengupayakan diversi dan hal ini di pertegas kembali dalam • Pasal 28 penyidik wajib mengupayakan diversi dalam waktu 7 hari setelah ditemukan anak.

  17. Pasal 37 Penuntut umum wajib mengupayakan diversi. • Pasal 49 Hakim wajib mengupayakan diversi • Namun dalam hal ini diversi yang di lakukan masing-masing tingkatan pemeriksaan perkara anak harus merujuk ketentuan pasal 9 tentang pertimbangan diversi yaitu: • Kategori tindak pidana • Usia anak • Hasil penelitian kemasyarakatan dari balai pemasyarakatan • Kerugian yang ditimbulkan • Tingkat perhatian masyarakat • Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

  18. Kewenanganuntukmelakukandiversiadalahdariaparatpenegakhukumpadamasingmasingtingkatanpemeriksaansebagaimana yang dimuatdalamPasal 7 makaPasal 8 mengaturketentuanpertimbangandilakukannyadiversi yang adadipasal 9, setelahitubaruprosesdiversi. JadiPasal 8 menjadipasal 9, Pasal 9 menjadiPasal 8 Tigabentuk Program Diversi • PelaksanaanKontrolsecarasosial • Pelayanansosialolehmasyarakatterhadappelaku • Menujuproses restorative justice.

  19. Restorative Justice “sebuah proses dimana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggan tersebut demi kepentingan masa depan” (Tony F. Marshall) Pihak yang terlibat dalam restorative justice yaitumediator,koban dan keluarganya, pelaku dan keluarganya dan wakil masyarakat

  20. Tujuan RJ • Mempertemukanpihakkorban, pelakudanmasyarakatdalamsatupertemuan; • Mencarijalankeluarterhadappenyelesaian; • Memulihkankerugian yang telahterjadi. • Karakteristikpelaksanaannya: • membuatpelanggarbertanggungjawabatasperbuatannya; • membuktikankemampuandankesempatanpelakubertanggungjawab ; • pelibatankorban, pelaku, orangtuakorbandanpelaku, temansekolah, temanbermaindanmasyarakat ; • Menciptakan forum bekerjasama; • Menetapkanhubunganlangsungdannyataantarakesalahandenganreaksisosial.

  21. Prasyarat pelaksanaan restorative justice • Pernyataanbersalahdaripelaku • Persetujuankorban • Persetujuanpihakaparatpenegakhukum • Dukunganmasyarakatsetempat Pasal 8 : (1) prosesdiversidilakukanmelaluimusyawarah yang melibatkananakdanorangtua/walinya, korbandanatauorangtua/walinya, pembimbingkemasyarakatdanpekerjasosialprofesional (2) Jikadiperlukandapatmelibatkanrelawansosialdanataumasyarakat (3) Memperhatikan: kepentingankorban, kesejahteraandantanggungjawabanak, penghindaran stigma negatifdanpembalasan, keharmonisan, kepatutan, kesusilaandanketertibanumum

  22. BAB VIII RUU SPPAPERAN SERTA MASYARAKAT • Melaporkan pelanggaran anak pada pihak berwenang • Mengusulkan perumusan dan kebijakan • Melakukan Penelitian dan pendidikan anak • Memantau kinerja APH penangganan anak • Sosialisasi hak anak serta peruu terkait anak Terima Kasih

More Related