1 / 10

Disampaikan pada :

PERAN MAA DALAM PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN BUDAYA ACEH SERTA HUBUNGAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.6 TAHUN 2014 Oleh : H.Badruzzaman Ismail, SH, M.Hum. Disampaikan pada :

jamuna
Télécharger la présentation

Disampaikan pada :

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PERAN MAA DALAM PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN BUDAYA ACEH SERTA HUBUNGAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.6 TAHUN 2014Oleh : H.Badruzzaman Ismail, SH, M.Hum Disampaikan pada : Rakor Pilot Project dan Pembekalan Fasilitator Pelestarian Adat Istiadat dalam Budaya Aceh Tahun 2014, Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Aceh, 7 Agustus 2014

  2. MAA : Latar Belakang Historis dan filosofis Kelahirannya di Aceh Asas-asas filosofis kultural (Adat budaya Aceh), berorientasi pada: • Adat ngon hukom lagei zat ngon sifeut, hanjeut crei-brei • Adat bak Poe Teumeureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Lakseumana • Adat budaya Aceh bersifat multy kultural (multy etnis) • Gampong dan Mukim adalah kawasan tataruang/ tempat untuk hidup dan berkembangnya adat budaya Aceh • Komunitas masyarakat Aceh, dimanapun mereka berada Momentum Kelahiran MAA: • Sentralisasi kebijakan politik nasional Orde Baru, Tahun1987, menggilas pranata adat budaya daerah (lokal) seluruh Indonesia (bertentangan dengan Bhinneka Tunggal Ika • Penerapan UU.Pokok tentang Pemerintah Daerah No. 5 Tahun1974, dan UU.N0.5 Tahun 1979, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa, yang merusak tatanan budaya adat istiadat daerah (Aceh : Mukim dan Tuha Peut/ ganti LMD dan LKMD), dll), Perobahan nama Gampong menjadi Desa, Keuchik menjadi Kepala Desa • Lahirnya LAKA di Aceh, 1987, dan Perda lahirnya Perda tentang Mukim. • Lahirnya MAA, Tahun 2003, setelah lahir UU.No.44 Tahun 1999, tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh

  3. Peran MAA dalam Pengembangan VISI dan MISI , serta sasaran Pelaksanaan VISI : • “ TERWUJUDNYA LEMBAGA MAJELIS ADAT ACEH (MAA), YANG BERMARTABAT, UNTUK MEMBANGUN MASYARAKAT ACEH YANG BERADAT BUDAYA BERLANDASKAN DINUL ISLAM” MISI : • PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT DAN TOKOH-TOKOH ADAT • PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM ADAT • PELESTARIAN DAN PEMBINAAN ADAT ISTIADAT • PELESTARIAN DAN PEMBINAAN KHAZANAH ADAT DAN ADAT ISTIADAT • PENGKAJIAN DAN PENELIYIAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT Garis Besar Program Kegiatan: • Adat Istiadat dalam implimentasi karakter/ prilaku dalam berbagai penampilan dan kreasi nilai-nilai adat budaya • Adat dalam implimentasi kaedah-kaedah/ norma hukum adat/peradilana adat/ adat musyawarah musapat (sekarang telah menjadi guide line/ standar acuan nasional dalam Program Peradilan Adat unt.uk Gampong dan Mukim (nama lain) Sasaran Tataruang Pelaksanaan : • Wilayah Gampong • Wilayah Mukim • Masyarakat Aceh (orang-orang Aceh)

  4. Dasar-dasar Yuridis Kelahiran MAA dan Perkembangan Sosiologis, Yuridis dalam hubungan MoU Helsinki 15 Agt 2005 dan UU.No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Pasal 18 B UUD 1945 (LEX SPECIALIS) LandasanYuridis: UUD.45, Pasal 18 B: • (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang • (2)Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan pekembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan RI, yang diatur dengan Undang-undang * Pasal 3 a R.O. Stb.1935 (PeraturanOrganisasiPeradilan) * Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 ttg Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh * MoU Helsinki 15 Agustus 2015, Angka 1.1.6 ; Kanun Aceh akan disusun kembali untuk Aceh dengan menghormati tradisi sejarah dan adat istiadat rakyat Ach serta mencerminkan kebutuhan hukum terkini Aceh. 1.1.7 Lembaga Wali Nanggroe akan dibenuk dengan segala peangkat upacara dan gelarnya * Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 ttg Pemerintahan Aceh. * Qanun No.4 Tahun 2003 ttgPemerintahanMukim * QanunNomor 5 Tahun 2003ttgPemerinttahanGampong * Qanun No.3 Tahun 2004 ttgOrganisasidanHub.TT.Kerja MAA * QanunNomor 9 Tahun 2008 ttgKebiasaanAdat/ AdatIstiadat * Qanun No.10 Tahun 2008 ttgLembagaAdat * KesepakatanBersamaPolda , MAA (9 Pilar: Polmas), ttgPenitipanpolisipadaTuhaPeutGampong * KeputusanBersama ; Gub Aceh, MAA danPolda Aceh ttgPenyelenggaraanPeradilanAdatdiGampongdanMukim * Peraturan Gubernur No. 60 Tahun 2013 Tentang Sengketa Adat * Dan lain-lain KetentuanProv/ Kab/ Kota yang menunjangberlakunyaKetentuan-ketentuandiatas

  5. Sumber dan dasar-dasar Hukum/ Lex specialis untuk Pemerintahan Aceh (Acuan 1) MoU Helsinki : 1. Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh 1.1. Undang-undang tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh 1.1.1 Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan diundangkan dan akan mulai berlaku sesegera mungkin dan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2006 (UU.No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Disahkan dan diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2006, Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 62)) 1.1.2 : Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: • Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahhanan luar, keamanan nasional, hal ihwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Konstitusi. • Persetujuan-persetujuan internasionalyang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia..........dst • Keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terkait dengan Aceh akan dilakukan dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh • Kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh Pemerintah indonesia berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh 1.1.6 ; Kanun Aceh akan disusun kembali untuk Aceh dengan menghormati tradisi sejarah dan adat istiadat rakyat Aceh serta mencerminkan kebutuhan hukum terkini Aceh 1.1.7: Lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan segala perangkat upacara dan gelarnya.

  6. Sumber dan dasar-dasar Hukum/ Lex specialisuntuk Pemerintahan Aceh (Acuan 2) UUD 45 Pasal 18 B ayat (1) dan ayat (2): • (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang • (2)Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan pekembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan RI, yang diatur dengan Undang-undang Undang-undang No.44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keisimewaan Aceh Bagian Ketiga Penyelenggaraan Kehidupan Adat, Pasal 6 : menetapkan kebijakan pemerdayaan/ pelestarian adat dan Pasal 7: membentuk lembaga adat di wilayahnya yang dijiwai dengan syariat Islam • Qanun No. 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong Dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pasal 1 angka 5 : Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang meupakan organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Mukim atau nama lain yang menempati wilayah tertentu yang dipimpn oleh Keuchik atau nama lain dan yang berhak menyeleneggarakan urusan rumah tangganya sendiri Undang-undang No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh: Menimbang : • Sistem Pemeritahan NKRI menurut UUD 45 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. yang diatur dengan undang-undang. • Ketatnegaraan RI menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang terkait dengan salah satu karakter khas perjuangan masyarakat Aceh dalam bernegara , berpemerinthan yang demokratis , tatanan kehidupan yang merupakan perwujudan di dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, pandangan hidup yang berlandaskan syariat Islam, yang melahirkan budya Islam yang kuat, sehingga Aceh menjadi salah satu daerah modal bagi perjuangan kemerdekaan NKRI. • d, e, f dan seterusnya lihat Penjelasan Umum..Dst.. • Kehidupan demikian menghendaki implimentai formal dinamis masyarakat Aceh bukan saja dalam kehidupab adat, budaya, sosial dan politik mengadopsi keistimewaan Aceh,melainkan juga memberikan jaminan kepastian hukum dalam segala urusan, karena dasar kehidupan masyarakat Aceh yang relegius telah membentuk sikap, daya juang yang tinggi dan budaya Islam yang kuat. Hal demikian menjadi pertimbangan utama penyelenggaraan keistimewaan Aceh dengan UU.No.44 Tahun 1999

  7. Sumber dan dasar-dasar Hukum/ Lex specialis untuk Pemerintahan Aceh (Acuan 3) • Undang-undang No.11 Tahun 2006 :- • Pasal 1 angka 20 : Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah mukim dan dipimpin oleh keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri. • Pasal 7, ayat (10. Pemerintah Aceh dan Kab/ Kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemrintah • Pasal 16 ayat (2) : Urusanwajiblainnya yang menjadikewenanganPemerintahan Aceh merupakanpelaksanaan keistimewaan Aceh yang antara lain meliputi: • a. penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi • pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama; • b. penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam; • c , d dan e , dan seterusnya................... • Pasal 17 ayat (2) ). Urusanwajiblainnya yang menjadikewenangankhususpemerintahanKabupaten/kota adalah pelaksanaan keistimewaan Aceh yang antara lain meliputi: • a. penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi • pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama; • b. penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam; • c. dan d danseterusnya.................... • Pasal 96 : Lembaga Wali Nanggroe merupakan kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa, dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, dan pemberian gelar/derajat dan upacaraupacara adat lainnya.

  8. Sumber dan dasar-dasar Hukum/ Lex specialis untuk Pemerintahan Aceh (Acuan 4) • Pasal 115 Ayat (1) Dalam wialayah Kabupaten /Kota dibentuk gampong atau nama lain Ayat (2) Pemerintahan Gampong terdiri atas keuchik dan badan permusyawaratan gampong yang disebut tuha peut atau nama lain Ayat (3)Gampong dipimpin oleh keuchik yang dipilih secara langsung dari dan oleh anggota masyarakat untuk masa jabatan 6(enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutya KETENTUAN PENUTUP: Pasal 269 Ayat (2) : Peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang berkaitan secara langsung dengan otonomi khusus bagi Daerah Provinsi Aceh dan kabupaten/kota disesuaikan dengan Undang-Undang ini. Ayat (3): Dalam hal adanya rencana perubahan Undang-Undang ini dilakukan dengan terlebih dahulu berkonsultasi dan endapatkan pertimbangan DPRA. BEBERAPA CATATAN: U.U.No.6 Tahun 2014:  • UU.terebut tak ada kaitan dengan UU.No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan ( baca Konsideran enimbang dana Mengingat) • UU.tersebut mengatur tentang Desa dalam NKRI (nasional), diluar dari UU.No.11 Tahun 2006 tentang Pemefintahan Aceh , yang mengatur tentang sistem/ struktural Pemefrintahan Aceh, termasuk Gampong dan Mukim ) • Pasal 4 UU tersebut memberi pengakuan dan penghormatan kepada Desa, sedangkan UU.N0.11 Tahun 2006 telah memberikan kepastian hukum kepada Gampong Pasal 115, sebagai Pemerintahan Gampong dan Qanun No.5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong (lebih kuat/ kepastian hukum) • Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Desa, Pasal 1, angka 1: Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. • Pasal 120 ayat (2): Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Ditetapkan di Jakarta 15 Jnuari 2014

  9. KESIMPULAN • Majelis Adat Aceh , sebagai lembaga istiemewa dan khusus, dalam menjalankan perannya menyangkut dengan VISI, MISI dn TUPOKSI , berlandaskan pada UU dan qanun-qanun lex specialias (khusus dan istimewa) yang berlaku nasional untuk Pemerintahan Aceh, sebagaimana yuridis tersebut diatas. • Peran MAA secara yuridis tidak mempunyai hubungan dengan Undang-undang No.6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa (karena acuan MAA adalah UU.No.11 Tahun 2006 yo UU N.44 Tahun 1999 an Qanun-qanun implimentsinya) • Undang-undang No.6 Tahun 2014 secara phisikologis dan politis bernuansa sama dengan jiwa Undang-unang No.5 Tahun 1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah (lihat pola struktural dan ideal menggilas nomenklatur dan titelatur Gampong/ Desa, Keuchik / Kepala Desa, Tuha Peut/ Badan Musyawarah Desa dan beberapa sifat kontraversial tentang pembentukan : Desa atau Desa Adat dan atau Desa/ sekaligus Desa Adat SARAN/ MASUKAN : Mengusulkan melalui form ini/ BPM/ Biro Hukum Pemda / Biro Pemerintahan Pemda Aceh, untuk segera mengambil gagasan bahwa UU No.6 Tahun 2014 ini tentang Desa, perlu dilakukan langkah-langkah: • Melkukan pembahasan beesama Pemerintahan Aceh (Gubernur dan DPRA0) dan Wali Nanggroe, tentang pelaksanaan UU ini dari sudut UU.N0.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan MoU Helsinki • Untuk tidak menimbulkan kerancuan pemahaman dan implimentasi dalam masyarakat, khususnya berkaitan dengan MoU Helsinki dan UU.No.11 Tahun 2006, UU.ini perlu pembahasan dan sosilialisasi berdasarkan kebijakan arahan dari Pemerintah Aceh (prosedural/ mekanisme yuridis)

  10. TerimaKasihdanSUKSES UNTUK ANDA ! THANK’S

More Related