270 likes | 590 Vues
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PETA JALAN PNPM MANDIRI MENUJU KEBERLANJUTAN DAN DESENTRALISASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT. Pamuji Lestari Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan Masyarakat/Sekretaris Pokja Pengendali PNPM Mandiri. Batam , 2 7 Mei 2013.
E N D
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA PETA JALAN PNPM MANDIRI MENUJU KEBERLANJUTAN DAN DESENTRALISASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pamuji Lestari Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan Masyarakat/Sekretaris Pokja Pengendali PNPM Mandiri Batam, 27 Mei 2013
SITUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PNPM SAAT INI • Munculnya berbagai program pemberdayaan masyarakat dengan label PNPM (dan juga bukan PNPM), dan berjalan di tengah masyarakat dengan variasi pelaksanaan yang besar. • Prinsip partisipasi dalam program pemberdayaan masyarakat saat ini belum mewarnai perencanaan sektoral dan perencanaan di daerah 2
Peta Jalan PNPM Mandiri Tujuan Penyusunan Peta Jalan Peta Jalan PNPM Mandiri bertujuan memberikan arah, prinsip, kriteria, indikator dan panduan yang harus dicapai oleh setiap pemangku kepentingan untuk memastikan terjadinya percepatan penanggulangan kemiskinan dan terwujudnya kesejahteraan rakyat di Indonesia. Arti Penting Peta Jalan • Menjadi dasar untuk menyiapkan Kerangka Kebijakan bagi keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat • Memberi arahan tentang prioritas dan strategi • Memperkuat interaksi dan koordinasi antara Kementerian/Lembaga dan Daerah 4
Pendekatan Peta Jalan • PetaJalan PNPM Mandirihanyamemuatarahanutama agar pendekatan yang semulaberbentuk program-program bertransformasimenujusebuahgerakan, dimanasemuapihakbisaberkontribusidalampemberdayaanmasyarakat. • Agar pemberdayaanmasyarakatmenjadisuatugerakanmakaperludilakukankonsolidasi program-program pemberdayaan, Integrasiperencanaandanpelaksanaan, desentralisasidanpercepatandaritingkatberdayamenujumandiri, selanjutnyamenujumadani/berdaulat. 5
KERANGKA KERJA PETA JALAN PNPM MANDIRI 2012 SEKRETARIAT TNP2K BERSAMA KEMENKOKESRA TELAH MENTERJEMAHKAN 2 ARAH STRATEGIS 5 PILAR 12 AGENDA KERJA INTEGRASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KONSOLIDASI PROGRAM PEMBERDAYAAN 7
12 AGENDA KERJA Lanjutan...... 9
Agenda Kerja (1): Penetapan Indikator Kunci Kinerja Program untuk komponen utama Program Pemberdayaan Masyarakat (Bappenas, TNP2K) Kondisi dan Permasalahan • KPI yang digunakan oleh program-program pemberdayaan masyarakat masih beragam, meskipun menggunakan nama PNPM Mandiri • Belum ada regulasi baku yang mengatur dan menetapkan KPI Nasional untuk Program Pemberdayaan Masyarakat Usulan Solusi • Merumuskan dan menetapkan Indikator Kunci Kinerja Program (Key Performance Indicators, KPI) sebagai ukuran pencapaian Program Pemberdayaan Masyarakat • Menggunakan KPI tersebut sebagai dasar dalam penetapan alokasi anggaran 10
Agenda Kerja (2): Perumusan dasar hukum bagi eksistensi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (KemenDagri) Kondisi dan Permasalahan • Belum adanya legalitas/payung hukum sebagai dasar eksistensi Lembaga Masyarakat bentukan PNPM Mandiri (misalnya: BKM, dan BKAD/UPK) • Prinsip transparansi, partisipasi dan akkuntabilitas dalam program pemberdayaan masyarakat belum mewarnai lembaga regular di daerah (misalnya: BPD, LPM, PKK) • Ketidakjelasan status kepemilikan aset dari Lembaga Masyarakat Usulan Solusi • Perumusan status hukum yang tepat bagi Lembaga Masyarakat sebagai mitra pelaksanaan pembangunan pada level kecamatan/desa/kelurahan (usulan ke RUU Desa dan penyempurnaan PP no. 72 Tahun 2005 tentang Desa, PP no. 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan dan Permendagri no. 5 tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Masyarakat) • Pemerintah Pusat berperan memastikan penegakan prinsip-prinsip program pemberdayaan, termasuk payung hukum yang memperbolehkan kelompok masyarakat menerima dan mengelola BLM dan mekanisme keikutsertaan kelompok masyarakat dalam kebijakan setempat • Status hukum yang memberikan kejelasan kepada status kepemilikan aset Lembaga Masyarakat 11
Agenda Kerja (3): Kebijakan Penggunaan Pendamping yang bersertifikat dan Standar Remunerasi Fasilitator Pendamping Masyarakat (Bappenas) Kondisi dan Permasalahan • Fasilitator pemberdayaan masyarakat belum berbasis standar kompetensi; sehingga tidak menjamin standar mutu proses fasilitasi pemberdayaan masyarakat • Ragam fasilitator: (i) Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat, (ii)Pendamping Lokal yang berasal dan bekerja bersama masyarakat, dan (iii) Pemandu Pemberdayaan Masyarakat dari aparat Pemerintah Daerah, Masyarakat Sipil dan Perguruan Tinggi • Terjadi “turn over” fasilitator sekitar 20-30% setiap tahun, antara lain karena tidak adanya standar remunerasi/gaji fasilitator. Usulan Solusi • PNPM menggunakan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang memiliki sertifikasi kompetensi. Sertifikasi dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat • Pengelola PNPM dan/atau program pemberdayaan masyarakat mengadakan program pelatihan dan penguatan kapasitas fasilitator pemberdayaan masyarakat berbasis SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang sudah disahkan oleh Menakertrans 2012) • Merumuskan standar renumerasi fasilitator pemberdayaan masyarakat yang akan menjadi dasar bagi K/L maupun Pemda menetapkan standar remunerasi. 12
Agenda Kerja (4) : Penyusunan Mekanisme Pemanfaatan Data Terpadu dalam rangka Efektifitas Cakupan Program Pemberdayaan Masyarakat (Bappenas , TNP2K) Kondisi dan Permasalahan Belum semua K/L sebagai pengelola program PNPM, menggunakan data terpadu sebagai dasar penetapan alokasi & target BLM Usulan Solusi Disusun standar pemanfaatan data terpadu (SOP) sebagai dasar acuan semua K/L dan Pemda untuk penetapan sasaran program penanggulangan kemiskinan; Meningkatkan pemanfaatan data terpadu sebagai dasar (1) penentuan desa/kelurahan yang perlu mendapat perhatian atau prioritas khusus, (2) prioritas pemberian pinjaman dana bergulir, (3) prioritas pemberian lapangan pekerjaan kepada masyarakat miskin 13
Agenda Kerja (5) : Penyusunan Kebijakan dan Strategi untuk Meningkatkan Prinsip ‘Transparansi dan Akuntabilitas Sosial’(KemenDagri, KemenkoKesra) Kondisi dan Permasalahan • Mekanisme dan prinsip tata kelola yang baik, transparansi dan akuntabilitas sosial belum terlembaga • Meningkatnya resiko penyimpangan dana atau korupsi terutama dalam kegiatan dana bergulir serta pemanfaatan program untuk kepentingan politik • Terbatasnya partisipasi kelompok masyarakat miskin dalam pengawasan pelaksanaan program serta dukungan pemerintah dalam penyelesaian masalah korupsi Usulan Solusi • Revisi Pedoman Umum PNPM Mandiri 2008, terkait peningkatan tata kelola, transparansi dan akuntabilitas sosial • Pengarusutamaan komponen pemberdayaan hukum masyarakat di seluruh program PNPM Mandiri • Kerjasama PNPM Mandiri dengan Lembaga Hukum serta Kebijakan Pemerintah mengenai Pelarangan Pemanfaatan PNPM untuk kepentingan politik praktis • Penguatan sistem pengelolaan dan pemeliharaan aset PNPM Mandiri guna mencegah, mendeteksi dan menangani masalah penyimpangan dana dan korupsi. 14
Agenda Kerja (6): Penyusunan Peraturan/Pedoman Peningkatan Integrasi dan Koordinasi Pusat , serta Kemitraan Pusat–Daerah dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (KemenDagri) • Kondisi dan Permasalahan • Idealnya kegiatan pemberdayaan masyarakat dikoordinasikan oleh Pemda. Namun saat ini belum ada pengaturan baku pembagian tugas Pusat-Daerah dalam bidang Pemberdayaan Masyarakat. • Banyaknya program pemberdayaan masyarakat yang muncul dari kreatifitas dan inovasi lokal, dan dilaksanakan dengan pembiayaan pos anggaran Daerah. • Usulan Solusi • Peran Pemerintah Pusat memastikan penegakan prinsip-prinsip program pemberdayaan serta melaksanakan fungsi pengawasan, monitoring dan evaluasi. • Pemerintah Daerah diarahkan untuk mengembangkan inisiatif dan penyesuaian mekanisme di dalam pengelolaan program pemberdayaan masyarakat. • Revisi Pedoman Umum pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang menegaskan peran dan tugas Pemerintah Pusat dan Pemda, serta Masyarakat - dan sinkron dengan PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Peran/Wewenang Pusat dan Daerah. 15
Agenda Kerja (7) : Mekanisme Perencanaan Partisipatif Tingkat Desa/Kelurahan dan Kecamatan Yang Terintegrasi dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (KemenDagri, Bappenas) • Kondisi dan Permasalahan • Usulan Desa/Kelurahan umumnya memiliki skala lokal, sehingga sulit untuk terkoneksi dengan usulan yang lebih tinggi (SKPD Kabupaten); • Rendahnya rasio usulan yang diajukan dalam RKP Desa dibandingkan dengan hasil penetapan usulan pada Musrenbang Kabupaten; • Tidak adanya dokumen perencaaan pembangunan di tingkat Kecamatan yang menampung usulan Desa/Kelurahan untuk alokasi pembiayaan APBD; • Belum efektifnya Musrengbang Kecamatan untuk difungsikan sebagai ‘forum’ pembahasan seluruh usulan Desa, sebelum diteruskan untuk dibahas pada tingkat yang lebih tinggi (Kabupaten). 16
Agenda Kerja (7): Mekanisme Perencanaan Partisipatif Tingkat Desa/Kelurahan & Kecamatan Yang Terintegrasi dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (KemenDagri, Bappenas) • Usulan Solusi • Penambahan pasal pada Bagian II, Permendagri No 66/2007 dalam penyusunan RKP Desa harus mempertimbangkan keberadaan indikator yang digunakan dalam penyusunan Renja Kecamatan. • Penambahan Pasal Bagian III, Permendagri No 54/2010 Forum BKAD menjadi mitra Kecamatan di dalam penyusunan Rencana Strategis Kecamatan. • Penambahan pasal pada Bagian I, Permendagri No 66/2007 penyusunan RPJM Desa harus mempertimbangkan arahan yang ada dalam Renstra Kecamatan. • Penetapan Pagu Indikatif Kecamatan sebagai dasar penyusunan alokasi pembiayaan usulan di dalam Renja Kecamatan. Kemudian, diikuti dengan penambahan isi Pasal 127 dalam Permendagri No 54 tahun 2010 yang menjelaskan bahwa pembahasan Rancangan Akhir RKPD Kabupaten tidak akan merubah Pagu Indikatif Kecamatan. Perubahan yang perlu dilakukan hanya diterapkan untuk usulan yang terkait dengan SKPD Sektoral dalam Renja Kecamatan. 17
Agenda Kerja (8): Peningkatan peran Kecamatan sebagai SKPD ‘Wilayah’ yang mengurus perencanaan partisipatif dan koordinasi program pemberdayaan masyarakat (KemenDagri) • Kondisi dan Permasalahan • Kecamatan hanya berfungsi sebagai fasilitator/pendamping dalam proses pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dan desa – tetapi tidak menjadi suatu bentuk kesatuan pertemuan proses perencanaan pembangunan ‘di atas desa/kelurahan’ dan desa/kelurahan. • Kecamatan belum mendapatkan delegasi kewenangan dari Bupati/Walikota secara maksimal. Pemerintah Daerah cenderung mengedepankan logika sektoral dan belum mampu memberdayakan Kecamatan dalam logika kewilayahan. • Regulasi menyebutkan bahwa Kecamatan menyusun dokumen Rencana Strategis Kecamatan, tetapi isi dari dokumen ini hanya berupa Rencana Kerja wilayah Kecamatan sebagai SKPD, dan bukan sebagai dokumen perencanaan pembangunan wilayah Kecamatan (sebagai kesatuan wilayah). • Pelimpahan wewenang pada Kecamatan belum disertai dengan penyediaan kapasitas personil dan alokasi pembiayaan yang proporsional. 18
Agenda Kerja (8): Peningkatan peran Kecamatan sebagai SKPD ‘Wilayah’ yang mengurus perencanaan partisipatif dan koordinasi program pemberdayaan masyarakat (KemenDagri) • Usulan Solusi • Penambahan Pasal bagian VII tentang Kecamatan di PP No 41/2007 menjelaskan kedudukan Kecamatan sebagai SKPD Wilayah dan memiliki tanggung jawab terhadap kualitas pelayanan publik di wilayahnya. • Revisi PP No 19/2008 memberikan penegasan bahwa Kecamatan tidak hanya sebagai SKPD yang mengurusi delegasi tugas dari Bupati, tetapi berperan sebagai SKPD Wilayah yang akan memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di wilayahnya. • Penambahan Penjelasan Lampiran IV dan VI Permendgari No 54/2010 yang menguraikan tata cara penyusunan Rencana Strategis Kecamatan. • Perlu penambahan keterangan pada Pasal 30 PP No 19/2008 yang menyatakan bahwa penyusunan Rencana Strategis Kecamatan akan diatur dalam peraturan Menteri. 19
Agenda (9): Perumusan Penganggaran Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Kemkeu) Kondisi Sekarang • BLM dialokasikan per kecamatan/kelurahan sesuai indeks fiskal & kemiskinan; BLM diterima langsung masyarakat melalui BKM/UPK sebagai komitmen pendanaan prioritas masyarakat. • Penetapan anggaran BLM melalui MAK Bansos – K/L (APBN). Sudah ada penyesuaian Permenkeu No. 81/PMK.05/2012 (1 Juni 2012) yang memungkinkan K/L menyalurkan langsung Bantuan sosial kepada kelompok masyarakat dengan tata cara PNPM. • Penyaluran BLM melalui Bansos (APBD/DPA-SKPD), tertuang dalam Permendagri No 32.2011 yang dilakukan perubahan melalui Permendagri No.39 Tahun 2012. Permasalahan dan Usulan Solusi • DUB/DDUB terbatas pada PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan. Kementerian lain yang memiliki urusan bersama (kongkuren dengan daerah) tidak bisa menggunakan skema anggaran DUB/DDUB. Bila prioritas nasional diselenggarakan dengan mekanisme/skema berbeda maka keberlanjutan pendanaan BLM bisa juga berubah/terancam.. • Pengaturan DUB/DDUB menjadi PP sekaligus mengakomodasi skema insentif/disinsentif dengan penyesuaiannya pada Undang-undang agar lebih menjamin keberlanjutan BLM 20
Agenda Kerja (10) : Penguatan Kapasitas dan Peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kab/Kota dalamKoordinasi dan Pemantauan Program Pemberdayaan Masyarakat (TNP2K, KemenDagri) Kondisi dan Permasalahan • TKPKD belum dimanfaatkan dan diperankan secara optimal • Belum semuanya Provinsi dan Kabupaten menyusun dan memiliki “Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)” sebagai dokumen yang mengintergrasikan rencana kegiatan SKPD dalam pengentasan kemiskinan • Pasal 27 & 28 Permendagri 42/2010 terkait Jalur Informasi dan Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) perlu diselaraskan dengan Pasal 20 ayat 2 dan 3 Perpres 15 tahun 2010 • Kedudukan Satker daerah belum terakomodir pada struktur TKPKD. Situasi tersebut menghambat akses informasi, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan program di daerah. 21
Agenda Kerja (10) : Penguatan Kapasitas dan Peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kab/Kota dalamKoordinasi dan Pemantauan Program Pemberdayaan Masyarakat (TNP2K, KemenDagri) Usulan Solusi Setiap K/L yang memiliki program pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan, melibatkan dan menggunakan TKPKD untuk fungsi pengendalian dan koordinasi, dengan tidak membentuk kelembagaan baru diluar TKPKD sebagai Tim Pengarah maupun Tim Pelaksana; Diperlukan penguatan TKPKD dalam penyusunan SKPD melalui pelatihan dan bantuan teknis dan pedoman operasional penyusunan SPKD; Penyempurnaan pasal 27 dan 28 Permendagri 42/2010 pada, memperjelas jalur informasi dan pelaporan mengacu Perpres 15/2010, dan petunjuk teknis yang mengatur tentang hal tersebut; Penambahan pasal Permendagri 42/2010 yang menjelaskan kedudukan Satker atau pengelola program di daerah, menjadi bagian dari Kelompok Program pada struktur TKPKD. 22
Agenda Kerja (11) : Perumusan Pengaturan Mekanisme Tanggung Jawab Pemeliharaan Aset Fisik Hasil Pemberdayaan Masyarakat oleh Pemerintah Daerah (Kemendagri, Kemen-PU) Kondisi dan Permasalahan • Pemeliharaan aset-aset PNPM Mandiri masih bergantung pada kesadaran dan kepedulian masyarakat • Peran pemerintah daerah dalam mendukung usaha pemeliharaan aset-aset PNPM Mandiri masih sangat rendah • Kejelasan status hukum kepemilikan aset-aset PNPM Mandiri Usulan Solusi • Mekanisme yang seragam mengenai penanganan/pengalihan aset PNPM Mandiri • Memasukkan aset-aset PNPM Mandiri kedalam aset daerah (inventarisasi) • Review dan penyempurnaan PP no. 6 tahun 2006 dan Permendagri no. 17 Tahun 2007 sebagai payung hukum pengelolaan aset-aset negara/daerah • Mendorong keluarnya Perda mengenai tanggung jawab pemeliharaaan aset-aset PNPM Mandiri
Agenda Kerja (12) : Penyusunan Kebijakan Kelembagaan Dana Bergulir Masyarakat (Kemen-KUKM, Kemenkeu) Kondisi dan Permasalahan • Lembaga Pengelola Dana Bergulir (UPK-BKM, UPK-BKAD) telah dipercaya oleh lembaga lain termasuk BRI • Tantangannya: (a) bagaimana dana tersebut dapat dimanfaatkan sebanyak mungkin kelompok miskin dan marjinal; (b) pengelolaan yang akuntabel dan sesuai aturan; (c ) berbadan hukum yang berkelanjutan, sehingga bisa bekerjasama dengan lembaga lain (Lembaga Keuangan, Pemda, mitra swasta). • Dengan UU No.17/2012 tentang Koperasi dan UU No 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, sudah saatnya untuk “memberikan saran” yang lebih operasional kepada pengelola dana bergulir PNPM Mandiri. Usulan Solusi • Menegaskan kepada K/L penyelenggara program PNPM Mandiri bahwa BKM, UPK-BKAD dan unit pengelola sejenis, tetap berperan sebagai pengelola kegiatan pemberdayaan masyarakat, yang mencakup kegiatan ekonomi (inkubator), dan sosial-budaya masyarakat • Unit Pengelola Dana Bergulir, ditempatkan di lembaga pemberdayaan masyarakat tersebut. Sehingga tidak rancu antara fungsi lembaga pemberdayaan dengan fungsi lembaga keuangan yang mengelola perguliran • Perlu segera dilakukan sosialisasi bentuk badan hukum yang sesuai, bagaimana selaras dengan praktik yang berlaku di UPK-BKM, UPK-BKAD; termasuk tentang keanggotaan seluruh warga, dan keterwakilannya dalam pengambilan keputusan, pengawasan, dan pengendalian. 24
ARAH PETA JALAN PNPM MANDIRI UNTUK MENDUKUNG DESENTRALISASI 25
SKENARIO PERAN Peran MADANI/Berdaulat Lembaga Masyarakat (LPM, KSM, Trust-fund) Pemerintah Daerah MANDIRI BERDAYA Mitra Lainnya (CSR, Bank) Pemerintah Nasional AWAL Waktu 26
SEKRETARIAT POKJA PENGENDALI PNPM MANDIRI PUSAT KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT Jl. Medan Merdeka Barat No. 3 Jakarta Pusat 10110 www.pnpm-mandiri.org