1 / 19

Pengukuran Kinerja

Pengukuran Kinerja. Dirangkum dari berbagai sumber oleh: Bayu Airlangga Putra, S.E., M.M. Sebagai materi perkuliahan Evaluasi Kinerja di FE Universitas Narotama. Pentingnya Konsep Pengukuran dalam Evaluasi Kinerja.

ginny
Télécharger la présentation

Pengukuran Kinerja

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Pengukuran Kinerja Dirangkum dari berbagai sumber oleh: Bayu Airlangga Putra, S.E., M.M. Sebagai materi perkuliahan Evaluasi Kinerja di FE Universitas Narotama

  2. Pentingnya Konsep Pengukuran dalam Evaluasi Kinerja • Berikut ini adalah hasil penelitian Bernardin dan Villanova (1980) di 35 perusahaan terkait dengan pelaksanaan sistem penilaian kinerja: • Mayoritas karyawan yang tidak mendapatkan skor tertinggi pada skala penilaian tidak setuju dengan hasil tersebut. Memang konten penilaian yang lebih spesifik bisa mengurangi efek ini, namun karyawan yang tidak setuju masih tetap lebih banyak dibandingkan yang setuju. • Sebagian besar dari karyawan yang tidak setuju tersebut mengalami penurunan motivasi dan kepuasan kerja setelah pelaksanaan evaluasi. Disamping itu, mereka juga tidak tahu bagaimana cara memperbaiki kinerja mereka.

  3. Pentingnya Konsep Pengukuran dalam Evaluasi Kinerja (2) • Hasil penelitian Bernardin dan Villanova (lanjutan): • Perbedaan antara hasil penilaian diri sendiri (self-appraisal) dengan hasil penilaian atasan (supervisory appraisal) lebih banyak disebabkan oleh persepsi yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berada di luar kendali karyawan • Karyawan lebih banyak membuat atribusi eksternal sementara penilai lebih banyak membuat atribusi internal

  4. Pentingnya Konsep Pengukuran dalam Evaluasi Kinerja (3) • Dari hasil penelitian Bernardin dan Villanova tersebut terlihat bahwa salah satu penyebab perbedaan pendapat antara karyawan dan atasan dalam kaitannya dengan hasil penilaian kinerja adalah kelemahan dalam menetapkan metode pengukuran yang bisa diterima dan dipahami semua pihak. • Masalah pengukuran tersebut menjadi isu yang sangat penting mengingat dampaknya yang sangat besar terhadap motivasi dan produktivitas karyawan.

  5. Skala Pengukuran • Pada dasarnya penilaian kinerja merupakan proses analisis terhadap data-data mengenai kinerja karyawan yang dikumpulkan selama periode tertentu. • Untuk mempermudah analisis, data-data kinerja tersebut perlu disajikan menggunakan skala pengukuran yang berbeda-beda sebagai berikut: • Skala Nominal • Skala Ordinal • Skala Interval • Skala Rasio

  6. Skala Nominal • Skala nominal menyajikan tingkat pengukuran yang paling rendah. Skala ini mengklasifikasikan orang atau obyek dalam dua kategori atau lebih. Apapun dasar pengklasifikasiannya, satu orang hanya dapat berada dalam satu kategori dan seluruh anggota kategori tertentu memiliki sekumpulan karakteristik umum (Sumanto 2002) • Contoh: Kode 1 menunjukkan pria, kode 2 menunjukkan wanita. Di sini angka 2 tidak menunjukkan nilai lebih tinggi dari angka 1, namun hanya sebagai ‘label’ untuk membedakan kategori.

  7. Skala Ordinal • Skala ordinal tidak hanya mengklasifikasikan subyek tetapi juga membuat peringkat subyek dalam arti tingkatan pada karakteristik tertentu yang dimiliki subyek. Dengan kata lain, skala ordinal meletakkan subyek dalam suatu peringkat atau posisi relatif dalam kelompoknya. Namun, meskipun dapat menunjukkan perbedaan peringkat, skala ini tidak menentukan rentang (interval) perbedaan tersebut (Sumanto 2002) • Contoh: Dalam hal gaji, jika peringkat I sebesar Rp.1.000.000,- dan peringkat II sebesar Rp.990.000,-, maka peringkat III tidak harus Rp.980.000,-, bisa saja Rp.900.000,-, Rp,870.000, dst.

  8. Skala Interval • Skala interval memiliki semua ciri skala nominal dan skala ordinal. Lebih dari itu, skala interval didasarkan pada interval (rentang) yang sama yang ditetapkan sebelumnya. Namun skala interval tidak memiliki titik nol dan titik maksimum yang sebenarnya; nilai nol dan nilai maksimum tidak bersifat mutlak (Sumanto 2002) • Contoh: Kita bisa mengatakan nilai tes 90 lebih besar 45 poin dibandingkan nilai 45, namun kita tidak bisa mengatakan orang dengan nilai 90 dua kali lebih menguasai materi dibandingkan orang dengan nilai 45. Demikian pula dalam skala nilai 0-100. Kita tidak bisa mengatakan orang dengan nilai 100 memiliki kecerdasan maksimum dan orang dengan nilai 0 tidak memiliki kecerdasan sama sekali

  9. Skala Rasio • Skala rasio menyajikan tingkat pengukuran yang paling tinggi dan paling cermat. Skala ini memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh ketiga jenis skala lainnya. Lebih dari itu, skala ini mempunyai titik nol yang jelas. Tinggi, berat, dan waktu adalah contoh-contoh skala rasio. (Sumanto 2002) • Contoh: Karena adanya titik nol yang sebenarnya, kita tidak hanya bisa mengatakan bahwa beda antara tinggi 150 cm dengan 50 cm adalah sama dengan beda antara tinggi 250 cm dengan tinggi 150 cm, namun kita juga bisa mengatakan bahwa seseorang yang tingginya 150 cm adalah dua kali lebih tinggi dari anak setinggi 75 cm. Begitu juga 60 menit adalah tiga kali lebih lama dari 20 menit dan 40 kg empat kali lebih berat dari 10 kg.

  10. Prinsip Penyajian Data berdasarkan Skalanya • Data dengan skala yang tingkatnya lebih sederhana tidak bisa disajikan menggunakan skala yang lebih teliti. Misalnya, data ordinal tidak bisa disajikan dengan skala interval. Sebaliknya data dengan skala interval bisa disajikan dengan skala interval, ordinal, dan nominal.

  11. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif dalam Pengukuran Kinerja • Pendekatan kualitatif lebih condong untuk mencapai pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk kepentingan generalisasi. Di sini permasalahan dikaji secara kasus-per-kasus dengan teknik analisis mendalam (Sumanto 2002). • Pendekatan kuantitatif lebih condong melakukan pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial yang dengan teknik kuantitatif-matematis dapat diambil kesimpulan umum (generalisasi) atas fenomena tersebut berdasarkan parameter tertentu.

  12. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif dalam Pengukuran Kinerja (2) • Dalam konteks penilaian kinerja kita bisa mengartikan generalisasi sebagai penyimpulan secara obyektif terhadap tingkat kinerja karyawan berdasarkan analisis kuantitatif atas kinerja aktual karyawan yang bersangkutan. • Di sisi lain, ada aspek kinerja tertentu yang membutuhkan kajian mendalam karena sifatnya yang kasuistis atau sangat bergantung pada konteks atau situasi kerja tertentu. Di sinilah pendekatan kualitatif bisa lebih berperan.

  13. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif dalam Pengukuran Kinerja (3) • Isu penting yang menarik untuk didiskusikan adalah: • Adakah sebuah sistem penilaian kinerja yang sepenuhnya kuantitatif atau sepenuhnya kualitatif? Ataukah kebanyakan sistem penilaian kinerja justru menunjukkan sinergi antara keduanya? • Bagaimana interaksi antara kedua pendekatan yang berbeda tersebut dalam proses penilaian kinerja? Metode penilaian yang seperti apa yang bisa mengoptimalkan interaksi tersebut? • Tinjau kembali metode-metode penilaian kinerja yang Anda ketahui dan kajilah masing-masing metode tersebut dalam aspek pendekatan yang digunakannya. Apakah ada modifikasi-modifikasi yang bisa Anda sarankan untuk metode-metode tertentu dalam rangka mencapai sinergi antara dua pendekatan di atas?

  14. Kiat-Kiat Manajemen Kinerja yang Efektif Ditinjau dari Aspek Pengukuran(Bernardin et.al., 1998) • Upayakan ketelitian yang setinggi mungkin dalam mendefinisikan dan mengukur dimensi-dimensi kinerja. • Definisikan kinerja dengan fokus pada hasil-hasil kerja. (outcomes) yang dianggap penting. • Ukuran-ukuran hasil kerja (outcomes) bisa didefinisikan dalam bentuk frekuensi relatif perilaku. • Definisikan dimensi-dimensi kinerja dengan cara. mengkombinasikan fungsi-fungsi dengan aspek-aspek penilaian (kuantitas, kualitas, ketepatan waktu, efektivitas biaya, kebutuhan supervisi, atau pengaruh interpersonal). • Kaitkan dimensi-dimensi kinerja dengan tuntutan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Dalam hal ini definisi kinerja pelanggan internal haruslah terkait dengan kepuasan pelanggan eksternal. • Masukkan pengukuran kinerja kontekstual dalam sistem manajemen kinerja. • Masukkan pengukuran kendala-kendala situasional dalam sistem manajemen kinerja, baik dari sudut pandang karyawan maupun atasan.

  15. Isu-Isu Penting dalam Pengukuran Kinerja • Definisi Kinerja Itu Sendiri • Mengukur Kompetensi vs Mengukur Kinerja • Kaitan Manajemen Kinerja dengan Strategi Perusahaan • Apa yang Diukur, Perilaku atau Hasil Kerja?

  16. Definisi Kinerja Itu Sendiri • Sebelum mendesain sebuah sistem penilaian kinerja atau program manajemen kinerja, perlu diperoleh pemahaman yang tepat mengenai apa itu ‘kinerja’. • Bernardin dan Beatty (1984) mendefinisikan kinerja sebagai catatan hasil kerja yang dicapai dalam fungsi, aktivitas, atau perilaku kerja tertentu sepanjang periode waktu tertentu. • Dalam definisi tersebut terkandung makna bahwa kinerja merupakan sesuatu yang terpisah dan berbeda dari orang yang menghasilkannya atau dengan karakteristik orang tersebut. Dengan kata lain fokus penilaian seharusnya adalah pada kinerja orang tersebut bukan pada karakteristik orang itu sendiri.

  17. Mengukur Kompetensi vs Mengukur Kinerja • Beberapa pakar seperti Bernardin dkk. (1998) berpendapat bahwa pengukuran kompetensi lebih cocok untuk keperluan program pengembangan karyawan dan tidak bisa digunakan untuk mengukur hasil kerja aktual yang dicapai karyawan dalam pekerjaannya. • Tantangan yang perlu dipikirkan: Bagaimana mengaitkan kompetensi dengan hasil kerja sehingga layak digunakan sebagai salah satu indikator atau ukuran kinerja? Bagaimana menciptakan ukuran hasil kerja yang sekaligus juga mengukur kompetensi tertentu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil tersebut?

  18. Manajemen Kinerja dan Strategi Perusahaan • Setelah melalui berbagai perdebatan di antara para pakar mengenai kaitan manajemen kinerja dengan strategi perusahaan, Beatty dan Schneier (1997) menyimpulkan bahwa: • Ketelitian (precision) dalam pengukuran hasik kerja (outcomes) merupakan kunci utama bagi efektivitas implementasi dan pemeliharaan strategi perusahaan, tanpa memandang bentuk strateginya.

  19. Mengukur Perilaku atau Hasil Kerja? • Hasil kerja (outcomes) haruslah menjadi komponen penting dari sebuah sistem manajemen kinerja. Hasil kerja bisa didefinisikan dan diukur pada hampir semua pekerjaan. (Bernardin et.al., 1998) • Di sisi lain, perilaku (behaviors) bisa (dan seharusnya) menjadi bagian dari setiap definisi kinerja sepanjang sebuah hasil akhir secara teoritis bisa dikaitkan dengan perilaku yang bersangkutan (Olian dan Rynes 1991). Dengan kata lain, perilaku-perilaku yang diyakini tidak menciptakan hasil yang bermanfaat bagi organisasi tidak boleh dianggap sebagai indikator kinerja.

More Related